Menunggu adalah cinta yang paling tulus, tapi apakah yang ditunggu juga mencintai dengan tulus? Sudah tiga tahun lamanya Anaya Feroza Mardani menunggu sang kekasih pulang dari Indonesia. Kabar kematian sang kekasih tak akan membuat Naya begitu saja percaya sebelum dirinya bertemu dengan jasad sang kekasih.
Penantian tiga tahun itu, membuat kedua orang tua Naya harus menjodohkan Naya dengan seorang Dokter tampan bernama Naufal Putra Abikara anak dari Abikara Grup, yang tak lain adalah musuhnya saat SMA dulu.
Apakah kekasih yang Naya tunggu akan datang? Dan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal? Bagaimanakah hubungan Naya dengan Naufal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aniec.NM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 4 Mau Punya anak Banyak
Mereka memutuskan untuk kembali kerumah, menunda pencarian Raka karena Naufal ada panggilan mendesak dari rumah sakit.
Naya memandangi foto dirinya dan Raka pada saat pacaran, di galeri handphonenya.
“Cita-cita kamu mau jadi apa, Naya?”
“Aku mau jadi pengusaha. Kalau kamu?”
“Mau nafkahi kamu.”
Kenangan itu masih lekat di memori otaknya Naya. Dimana dia dan Raka sering pulang bareng menaiki motor, melihat keindahan senja di sore hari, dengan canda tawa.
Naya membiarkan air mata itu membasahi pipinya, menikmati kerinduan yang entah kapan akhirnya.
Kerinduan itu tak akan bisa sembuh jika yang dirindukan belum kunjung datang.
Sore menjelang malam, hujan turun bersamaan dengan angin yang menemaninya. Naya melihat dari jendela kamar mobil Naufal terparkir di garasi rumah, dia sudah pulang dari rumah sakit.
Clek!
Naufal melihat Naya berdiri memandangi hujan dengan kedua tangan melipat di atas dada. Kefokusan Naya memandangi hujan itu sampa tidak menyadari keberadaan Naufal di sampingnya.
“Ehem.” Deheman Naufal membuyarkan lamunan perempuan itu.
“Sejak kapan lo dateng?” tanya Naya.
“Tadi. Kayaknya lo fokus, liatin apa sih?” Naufal memulai percakapan.
Pertanyaan itu tak Naya gubris, ia terus saja memandangi hujan yang kini semakin deras.
Saat Naya ingin menutup kembali gorden kamar, ia mendapati kecoa di tangannya, sontak Naya berteriak histeris.
“Aaaaaa … kecoa!!”
Naufal yang baru saja selesai dari ritual mandingnya, mendapati Naya berlari menghampirinya.
“Kecoa, Naufal!” Naya sontak memeluk Naufal.
“Dimana?” tanya Naufal.
“Di gorden.”
Naufal mengambil sapu untuk membuang kecoa itu, sedangkan Naya naik di atas sofa karena dirinya takut dengan kecoa.
“Kamar lo jorok banget sih, sampe ada kecoa,” omel Naya.
“Biarin, kamar-kamar gue, biar lo nggak betah tidur di kamar gue,” cetus Naufal.
Naufal beranjak menaiki ranjang kasur untuk merebahkan dirinya, namun Naya dengan sigap langsung memukulnya dengan bantal.
“Mau ngapain?”
“Tidurlah.”
“Nggak. Lo tidur di sofa, bukan disini.” Naya memberikan bantal dan selimut.
“Lo jadi istri durhaka sama suami, biarin suami lo tidur di sofa, gue kutuk lo jadi batu kaya Malin Kundang,” gerutu Naufal.
“Woy kocak, Malin Kundang di kutuk jadi batu karena durhaka sama ibunya bukan durhaka sama istrinya, kelihatan nggak pernah baca dongeng ya lo,” ledek Naya.
“Ya itu kan Malin Kundang, kalau gue beda,” bela Naufal.
Tok! Tok!
Terdengar suara ketukan pintu kamar mereka, mereka sontak beradu pandang. Naya mengisyaratkan Naufal untuk membuka pintu.
Clek!
“Oma!”
Melihat yang mengetuk pintu itu Oma Yuma, Naya ikut menghampiri dan berdiri di samping Naufal.
“Ada apa, Oma?” tanya Naufal.
“Maaf ya Oma mengganggu waktu kalian, Oma tadi lewat di depan pintu kalian kedengarannya berisik banget, kalau lagi romantis-romantisan jangan sampe teriak-teriak ya, nanti kedengaran orang,” jelas Oma.
“Iya Oma. Tadi Naya ngajak bercanda sih,” sahut Naufal.
Naya hanya tersenyum pasrah, diam adalah cara yang baik saat ini.
“Yasudah, Oma ke kamar dulu ya. Jangan lupa bikinin cicit buat Oma, ya minimal lima lah.”
Seketika Naya membulatkan matanya. Mempunyai anak banyak bukanlah impiannya apalagi bersuami Naufal.
“Jangankan lima, sebelas pun Naufal jabanin Oma,” balas Naufal, hanya dibalas tawaan Oma Yumi.
Sepergian Oma dari kamar mereka. Ekspresi keduanya berubah menjadi kesal.
“Plak!” Naya memukul tangan Naufal.
“Kenapa mukul?”
“Lo bilang kenapa, oga banget gue sampe punya anak ama lo,” gumam Naya.
“Asal lo tau ya, kalau sama gue pasti anak-anaknya bule semua ngikutin gue soalnya.” Naufal memperlihatkan ekspresi jumawa nya.
"Tapi ngeselin," bales Naya, beranjak ke tempat tidur.
**
Hari ini sekolahnya Kayra mengadakan acara pensi tiap tahunnya. Semua murid diharuskan untuk mengenakan gaun yang cantik dan membawa gandengan mereka sebagai pasangan dansa nanti malam.
“Kayra, nanti malam lo bawa siapa?” tanya Luna, tangannya sibuk memasuki barang-barang ke kerang kuning di toko oren.
“Nggak tau deh Lun, bingung gue.”
“Jangan bilang lo nggak akan datang lagi, kaya tahun-tahun kemarin,” tebak Luna.
“Kayaknya.”
“Kayra, apa perlu gue cariin lo pacar. Inget ya ini itu pensi terakhir kita di kelas 12, masa Lo nggak dateng lagi sih,” protes Luna.
“Kayra dateng bareng gue.” Sahutan dari seseorang itu, sukses membuat dua perempuan itu melongo tak percaya.
“Vero!”
Ya, Alvero yang mengatakan itu. Bukan tanpa sebab Alvero mengatakan itu, pasti ada tujuan tertentu.
“Nah, mending sama Vero aja.” Luna menyetujui.
“Nggak. Gue nggak kenal sama lo, ngapain gue datang ke acara pensi sama cowok yang baru gue kenal,” tolak Kayra.
“Bukannya kita udah kenal. Atau lo lupa, oke akan gue ulang. Nama gue Alvero Putra Abikara.” Vero menjulurkan tangannya.
Tanpa menunggu lama, Luna menjulurkan tangan Kayra untuk bersalaman dengan Vero.
“Oke udah kenal, berarti nanti malem gue jemput lo. Jangan lupa dandan yang cantik.” Setelah mengatakan itu, Alvero beranjak pergi.
*
Pencarian akan dilanjutkan kembali. Naya dan Naufal kembali mengunjungi rumah keluarganya Raka, namun mereka ingin bertanya ke tetangga terdekat mengenai keluarga dan rumah keluarga Raka.
“Maaf permisi, Bu. Saya mau tanya, rumah di seberang sana sepi, kalau boleh tau orangnya kemana ya?” tanya Naufal.
“Oh rumahnya Ibu Cika. Mereka sudah pindah Mas, sejak kabar anaknya kecelakaan pesawat itu, lima hari setelahnya mereka pindah,” terang Ibu itu.
“Ibu tau mereka pindah dimana?” tanya Naya.
“Kalau itu saya kurang tau, coba Mas sama Mbak tanya ke pak RT saja,” usul Ibu itu.
“Baik, kalau gitu makasih ya Bu.”
Setelah meminta alamat rumah pak RT dari Ibu itu, kemudian mereka melajukan mobil mereka ke rumah pak RT yang tak jauh dari sana.
**
Setelah berbincang kurang lebih 15 menit dengan Pak RT, mereka berdua beranjak pergi menuju alamat yang sudah Pak RT berikan.
Perjalanan menuju rumah keluarga Raka itu menempuh jarak yang cukup lama kurang lebih lima jam perjalanan. Naufal sibuk menyetir sesekali melihat jipies. Alamat yang diberikan oleh pak RT itu baru pertama kali Naufal tahu. Sedangkan Naya sibuk di alam mimpinya.
Mobil mereka berhenti di pom bensin. Naufal melihat Naya tidur begitu nyenyak, Naufal mendekatkan dirinya ingin melihat lebih jelas wajah perempuan yang kini berstatus menjadi istrinya.
“Cantik.”
Tak lama dari itu Naya terbangun, ada mata yang saling bertemu dengan jarak yang begitu dekat. Ada jantung yang begitu terasa sesak karena debaran yang tak karuan.
Deg .. deg .. deg!
Tersadar dengan posisi mereka yang begitu dekat, Naufal langsung duduk ke posisi semula.
“Kita dimana sih?” tanya Naya melihat sekelilingnya.
“Pom bensin, lo mau ke toilet nggak atau beli apa kek?” tanya Naufal.
“Kayanya gue mau beli cemilan aja deh, buat di jalan. Masih lama nggak sih nih kita?”
“Kurang lebih satu jam setengah lagi,” jawab Naufal melihat jipies.
“Oke deh.”
Keduanya keluar dari mobil, menuju minimarket kecil yang ada di pom bensin.