"Ada rahasia yang lebih dalam dari kegelapan malam, dan ada kisah yang lebih tua dari waktu itu sendiri."
Jejak Naga Langit adalah kisah tentang pencarian identitas yang dijalin dengan benang-benang mistisisme Tiongkok kuno, di mana batas antara mimpi dan kenyataan menjadi sehalus embun pagi. Sebuah cerita yang mengundang pembaca untuk menyesap setiap detail dengan perlahan, seperti secangkir teh yang kompleks - pahit di awal, manis di akhir, dengan lapisan-lapisan rasa di antaranya yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang cukup sabar untuk menikmatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaiiStory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cermin dalam Cermin
Cangkir teh di tangan Mei terasa lebih berat dari biasanya. Bukan karena isinya—teh hijau yang masih mengepul lembut—tapi karena beban pengetahuan yang kini dia pahami tentang benda sederhana ini. Di permukaan tehnya, dia bisa melihat pantulan samar Cermin pertama dan kedua yang kini tergantung di pinggangnya, keduanya berdenyut dengan ritme yang seirama dengan detak jantungnya.
"Jadi," dia berkata pelan, matanya tidak lepas dari permukaan teh yang beriak, "cangkir ini adalah..."
"Cermin ketiga," Wei Xialong menyelesaikan kalimatnya, suaranya mengandung campuran kekaguman dan kekhawatiran. "Tersembunyi tepat di depan mata kita selama ini."
Madam Lian mengangguk perlahan, jemarinya yang keriput mengelus pinggiran meja teh dengan gerakan yang tampak acak, tapi Mei mengenali pola kuno yang sedang dia gambar—simbol untuk 'pengorbanan yang tersembunyi'.
"Tapi ada sesuatu yang masih belum kalian pahami sepenuhnya," Wei Xialong melanjutkan, bekas luka di wajahnya bersinar dengan warna kehijauan yang lebih terang dari biasanya. "Tentang mengapa cangkir itu memilih untuk menunjukkan dirinya sekarang."
Liu Xian—atau Zhao Ming dalam wujud aslinya—melangkah dari bayang-bayang. "Karena Cermin keempat dan kelima telah mulai bergerak."
Semua kepala menoleh padanya. Bahkan Master Song, yang biasanya tenang, tampak terkejut.
"Apa maksudmu 'bergerak'?" Mei bertanya, merasakan getaran aneh dari cangkir di tangannya.
"Lima ratus tahun yang lalu," Zhao Ming memulai, matanya yang keperakan menatap jauh ke masa lalu, "ketika ritual pertama gagal dan para naga terbangun, Lima Cermin tidak hanya tersebar—mereka terbagi. Setiap Cermin memiliki bayangan, menciptakan total sepuluh cermin yang harus dijaga."
"Tapi dalam sejarah hanya disebutkan Lima Cermin," Master Song mengerutkan kening.
"Karena bayangan dari Cermin keempat dan kelima tidak pernah ditemukan," Wei Xialong menjawab, dan ada sesuatu dalam suaranya yang membuat Mei merasakan dingin di tulang punggungnya. "Sampai sekarang."
Tepat saat dia menyelesaikan kalimatnya, teh dalam cangkir Mei mulai berputar dengan sendirinya, membentuk pusaran kecil yang bergerak berlawanan arah jarum jam. Dan dalam pusaran itu, sebuah visi mulai terbentuk:
Dua cermin yang tampak seperti terbuat dari kegelapan pekat, melayang di atas altar kuno yang Mei kenali dari memori Wei Xialong—altar tempat dia mencoba membangkitkan kembali saudara-saudaranya. Tapi ada sesuatu yang berbeda... sesuatu yang mengerikan dalam cara cermin-cermin itu memantulkan cahaya, seolah mereka menyerap bukan hanya cahaya, tapi juga harapan dan kehangatan dari udara di sekitarnya.
"Mereka telah terbangun," Zhao Ming berbisik, wajahnya memucat. "Bayangan dari Cermin keempat dan kelima—cermin yang menunjukkan 'apa yang tidak seharusnya' dan 'apa yang telah hilang'... mereka telah menemukan tuan baru."
"Siapa?" Mei bertanya, meski dalam hatinya dia sudah tahu jawabannya.
Wei Xialong mengangkat wajahnya, dan untuk pertama kalinya, Mei melihat ketakutan murni dalam mata pria yang biasanya begitu tegar. "Mei Ling dan Xiao Chen."
"Tapi... mereka sudah—"
"Mati?" Wei Xialong tertawa pahit. "Ya dan tidak. Ketika aku mencoba membawa mereka kembali dua puluh tahun lalu, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Ritual itu gagal... tapi tidak sepenuhnya. Sebagian dari jiwa mereka tetap ada, terjebak dalam bayangan Cermin keempat dan kelima, menunggu... berubah..."
"Menjadi sesuatu yang tidak seharusnya ada," Zhao Ming menyelesaikan dengan suara berat.
[Cerita berlanjut dengan mengungkapkan bahwa upaya Wei Xialong untuk menghidupkan kembali saudara-saudaranya tidak hanya menciptakan retakan dalam realitas, tapi juga memberi kehidupan pada sisi gelap dari Cermin keempat dan kelima—menciptakan versi twisted dari Mei Ling dan Xiao Chen yang kini mencari cara untuk sepenuhnya kembali ke dunia ini...]
Teh dalam cangkir Mei kini berubah hitam pekat, memantulkan wajahnya sendiri dengan cara yang membuatnya merinding. Untuk sepersekian detik, dia melihat versi lain dari dirinya—versi yang lebih gelap, lebih dingin, dengan mata yang menyimpan ribuan rahasia kelam.
"Bayangan dari Cermin keempat dan kelima," dia berkata pelan, "mereka tidak hanya mencari cara untuk kembali, bukan? Mereka mencari sesuatu yang lebih..."
"Pembalasan," Wei Xialong mengangguk, tangannya tanpa sadar menyentuh bekas luka di wajahnya. "Mereka percaya bahwa aku mengkhianati mereka—bahwa dengan menerima kegagalan ritual itu, aku telah memilih untuk membiarkan mereka terjebak dalam keadaan setengah ada."
"Tapi kau tidak punya pilihan!" Mei berseru. "Ritual itu gagal, dan jika diteruskan—"
"Dunia akan hancur?" Sebuah suara baru memotong—suara yang membuat Wei Xialong membeku di tempatnya.
Dari sudut tergelap ruangan, dua sosok melangkah keluar dari bayang-bayang. Mereka tampak seperti Mei Ling dan Xiao Chen yang Mei lihat dalam memori, tapi ada sesuatu yang salah dengan cara mereka bergerak—seperti boneka yang digerakkan oleh tangan yang tidak terlihat.
"Kakak selalu begitu patuh pada aturan," Mei Ling—atau sosok yang menyerupainya—tersenyum. Senyum itu cantik, tapi juga mengerikan dalam kesempurnaannya. "Selalu takut untuk mengambil risiko yang diperlukan."
"Padahal," Xiao Chen melangkah maju, dan udara di sekitarnya tampak bergetar, "terkadang kita perlu menghancurkan sesuatu... untuk membangunnya kembali dengan lebih baik."
Mei merasakan cangkir di tangannya bergetar semakin kuat, tehnya kini berpendar dengan cahaya keperakan yang tidak natural. Di hadapannya, sosok Mei Ling dan Xiao Chen yang terdistorsi mulai bergerak dalam pola yang familiar—formasi yang sama yang digunakan dalam ritual kegagalan dua puluh tahun lalu.
"Kalian bukan Mei Ling dan Xiao Chen yang sebenarnya," Wei Xialong berkata, suaranya bergetar menahan emosi. "Kalian hanya... bayangan. Refleksi yang terdistorsi oleh kegelapan Cermin."
"Oh?" Mei Ling memiringkan kepalanya dengan cara yang tampak terlalu kaku untuk menjadi natural. "Bukankah bayangan juga bagian dari kenyataan, kakak? Bukankah kami juga bagian dari mereka... bagian yang kau tolak untuk selamatkan?"
"Aku mencoba!" Wei Xialong berteriak, dan untuk pertama kalinya Mei melihat pertahanannya runtuh sepenuhnya. "Aku mencoba segala cara! Aku memberikan darahku, qi-ku, bahkan setengah dari jiwaku untuk ritual itu!"
"Tapi tidak cukup," Xiao Chen melangkah maju, dan lantai di bawah kakinya membeku dalam pola spiral yang mengerikan. "Tidak pernah cukup, bukan? Selalu ada alasan untuk berhenti, selalu ada 'kebaikan yang lebih besar' yang harus diutamakan..."
Tiba-tiba, teh dalam cangkir Mei mendidih, uap yang keluar membentuk karakter-karakter kuno di udara. Mei membacanya dengan terkesiap: "Keseimbangan bukanlah tentang memilih antara cahaya dan gelap, tapi tentang memahami bahwa keduanya adalah satu."
"Ya," Zhao Ming mengangguk, matanya yang keperakan menatap tajam ke arah dua sosok di hadapan mereka. "Itulah yang tidak kalian pahami. Kalian pikir dengan menjadi murni kegelapan, kalian bisa mengimbangi cahaya yang telah hilang. Tapi keseimbangan tidak bekerja seperti itu."
Master Song mengangkat tongkatnya, menciptakan barrier cahaya yang lebih kompleks dari sebelumnya. "Mei," dia berkata tanpa mengalihkan pandangannya dari sosok Mei Ling dan Xiao Chen, "cangkir itu. Gunakan dia seperti Cermin yang dia sebenarnya."
Mei menatap cangkir di tangannya dengan bingung. "Tapi bagaimana? Aku bahkan tidak tahu fungsi sebenarnya dari—"
"Kau tahu," Madam Lian memotong lembut. "Kau selalu tahu. Sejak hari pertama kau menyeduh teh di cangkir itu, sejak tetes pertama menyentuh dasarnya... kau sudah terhubung dengannya."
Mei memejamkan mata, mencoba mengingat setiap momen dengan cangkir ini. Setiap tetes teh yang dia seduh, setiap aroma yang dia hirup, setiap kehangatan yang dia rasakan saat memegang benda sederhana ini...
Dan tiba-tiba, seperti kabut yang tersingkap oleh angin pagi, dia melihatnya—fungsi sebenarnya dari Cermin ketiga:
"Dia bukan cermin yang memantulkan apa yang ada atau apa yang mungkin," Mei berbisik, matanya terbuka dengan pemahaman baru. "Dia adalah cermin yang memantulkan apa yang sebenarnya—kebenaran di balik semua ilusi."
Saat kata-kata itu terucap, cangkir di tangannya memancarkan cahaya yang begitu terang hingga membutakan. Dalam cahaya itu, sosok Mei Ling dan Xiao Chen yang terdistorsi mulai bergetar, seperti refleksi di atas air yang terganggu.
"Tidak!" Mei Ling menjerit, tapi suaranya kini terdengar berbeda—seperti paduan dari ribuan suara yang berbeda. "Kau tidak bisa melakukan ini! Kami adalah kebenaran! Kami adalah—"
"Kalian adalah luka yang tidak pernah sembuh," Wei Xialong melangkah maju, matanya berkaca-kaca tapi suaranya mantap. "Kalian adalah rasa bersalahku yang mengambil bentuk. Ketakutanku. Penyesalanku."
"Dan karena itu," Mei mengangkat cangkirnya lebih tinggi, "kalian harus dibebaskan."
Cahaya dari cangkir semakin intens, memenuhi seluruh ruangan dengan kehangatan yang mengingatkan pada sinar matahari pertama di pagi hari. Di tengah cahaya itu, sosok Mei Ling dan Xiao Chen mulai berubah, lapisan demi lapisan kegelapan terkelupas dari figur mereka...