NovelToon NovelToon
Asupan Lorong Kehidupan

Asupan Lorong Kehidupan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Menjadi Pengusaha / Preman / Penyelamat
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Miftahur Rahmi

Di sebuah desa kecil bernama Pasir, Fatur, seorang pemuda kutu buku, harus menghadapi kehidupan yang sulit. Sering di bully, di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bercerai, harus berpisah dengan adik-adiknya selama bertahun-tahun. Kehidupan di desa Pasir, tidak pernah sederhana. Ada rahasia kelam, yang tersembunyi dibalik ketenangan yang muncul dipermukaan. Fatur terjebak dalam lorong kehidupan yang penuh teka-teki, intrik, kematian, dan penderitaan bathin.
Hasan, ayah Fatur, adalah dalang dari masalah yang terjadi di desa Pasir. Selain beliau seorang pemarah, bikin onar, ternyata dia juga menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh keluarganya. Fatur sebagai anak, memendam kebencian terhadap sang ayah, karena berselingkuh dengan pacarnya sendiri bernama Eva. Hubungan Hasan dan Fatur tidak pernah baik-baik saja, saat Fatur memutuskan untuk tidak mau lagi menjadi anak Hasan Bahri. Baginya, Hasan adalah sosok ayah yang gagal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam Petaka

FLASHBACK

Saat itu dunia seperti tahu, apa yang akan terjadi dirumah tangga Hasan Bahri yang sudah berjalan 6 tahun. Seharian suntuk, tak melihat matahari sedikit pun. Mendung. Seperti biasanya, Zainab disiang-siang seperti ini, selalu disibukkan oleh pekerjaan rumah dan lainnya. Siang itu dia disibukkan mencuci pakaian, sehingga tidak sadar kalau suaminya sudah pulang dari menebas rumput disekeliling rumah.

Bencana itu pun datang, disiang yang mendung itu. Tatkala Hasan Bahri, menemukan Melinda yang baru berusia 3 bulan, tertidur dibawah dapur kayu, ditambah lagi anak itu, tertidur disaat buang air besar. Langsung saja amarah sang ayah memuncak keubun-ubun, dan mendatangi istrinya yang sedang sibuk mencuci pakaian. Zainab kaget, ketika semua pakaian diember yang sudah dicuci diambil satu persatu, dan dilemparkannya ketanah, lalu ember yang kosong dilempar kedinding rumah.

“Ada apa sih bang?" Zainab menghembus nafas panjang, terlihat rona kekesalannya terhadap sang suami. Wanita itu mengurut-urut dadanya pelan, agar lebih bisa sabar menghadapi suaminya ini. Sudah biasa pertengkaran terjadi dirumah tangganya. Hampir setiap hari.

“Dasar perempuan tidak berguna. Mengurus anak saja tidak becus, lalu apa yang kau bisa lakukan perempuan bodoh?" teriak Hasan bergema diseluruh ruangan. Hasan bercakak pinggang. Angkuh. Seolah-olah dia adalah dewa, ketika marah. Harus berhati-hati dan harus ditakuti.

Tetapi perempuan yang ada didepannya itu, bukanlah perempuan sembarangan, yang memiliki rasa takut pada lelaki didepannya itu. Dia tidak takut sama sekali. Dia bisa saja melawan, kalau dia mau. Namun hari ini, dia mencoba untuk lebih sabar, agar masalah ini tidak akan melebar, dan tetangga tau lagi mereka bertengkar.

“Ada apa sih bang? datang-datang malah marah-marah? Abang rindu aku ya? kalau rindu bilang aja rindu bang, nggak usah malu-malu. Jangan marah itu dijadikan alasan untuk mendapat perhatianku.”

Zainab berdiri mengelus-elus tangan kekar suaminya itu mesra. Sedikit kerlingan mata genit, dan suara yang sok-sok dilembutkan. Namun respon Hasan, diluar dugaan Zainab. Dia mendorong istrinya, hingga terjatuh kedinding rumah mereka. Kepala zainab terbentur kedinding,  membuat wanita itu meringis kesakitan. Drama pertengkaran itu tidak hanya sampai disitu saja. Ternyata drama pertengkaran ini masih terus berlanjut.

“Kau sama sekali tidak becus menjadi seorang istri dan ibu. Sekarang kau masuk kerumah dan lihatlah anakmu. Lihat apa yang terjadi padanya!" perintah Hasan, menarik tangan Zainab kasar memasuki rumah.

Zainab terpekur, melihat keadaan Melinda tidur dibawah dapur kayu. Sebelum dia mengambil buah hatinya. Sejenak ia sempat melirik kesuaminya. Dia tidak habis pikir, kenapa suaminya itu tidak langsung memindahkan sang anak ketempat yang lebih bersih, sebelum menemui  dirinya dan memarahinya. Bukan satu hal yang sulit, jika menyangkut perihal memindahkan saja.

Setelah memandikan Melinda, dia pikir suaminya sudah reda amarahnya. Namun Hasan masih tetap menyimpan kekesalan terhadap sang istri. Ketika hendak menidurkan Melinda, Hasan mendekati sang istri. Tanpa basa-basi menarik tangan Zainab kasar, mendorongnya hingga terjatuh dengan keras kelantai.

Tak sampai disitu, Hasan menempeleng wajah Zainab hingga tersungkur. Zainab bangkit dengan rasa sakit bercampur sedih dihatinya. Dia berdiri menatap suaminya tanpa berkedip. Ditatap seperti itu, membuat darah suaminya semakin naik darah. Dia merasa istrinya menantang dirinya.

“Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa kau menantangku? Marah padaku dan tidak terima diperlakukan seperti ini?" Zainab menarik nafas panjang.

 “Kenapa sih bang, abang selalu saja berbicara kasar denganku?  Bisa tidak, sekali saja abang bersikap lembut kepada istrinya? Aku ini istrimu, bang!!  Bukan seseorang untuk dijadikan lampiasan amarah dan kekesalan."

ucapan Zainab, membuat Hasan semakin berang.

Terjadilah malapetaka yang sesungguhnya, keduanya beradu argument lagi. Tidak ada satupun yang mau mengalah. Keduanya telah tersulut emosi. Siapa sih yang tidak tersulut emosi, jika disetiap pertengakaran, selalu mengusik keluarga Zainab. Keluarga Zainab, dimata Hasan itu tidak ada apa-apanya. Bagi Hasan keluarga Zainab itu manusia-manusia bodoh, tidak berpengalaman, tidak berpendidikan.

Siapa sih yang tidak sakit hati, jika keluarga sendiri dikatai seperti itu, lebih-lebih lagi yang dikatai itu adalah ayah dan ibunya. Seperti biasanya yang telah menjadi kebiasaan dikampung Pasir itu, selalu jika ada pertengkaran, selalu banyak orang yang datang untuk melerai dan ada yang datang hanya untuk menonton saja.

Melinda yang tadi tertidur, setelah disusui oleh Zainab. Akhirnya terbangun disebabkan, teriakkan Hasan memaki-maki Zainab beserta keluarganya. Seorang bocah, berumur empat tahun berdiri diam disudut ruangan menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya. Salah satu para tetangga, mengendong Melinda dan mencoba menenangkannya, begitu pun dengan anak laki-laki yang berdiri disudut ruangan tadi.

Fatur, Melinda, beserta ibunya suka sekali menonton tv dirumah tetangga. Malam itu bisa dikatakan malam petaka, bagi ketiga orang ini. saat pulang dari menonton tv, berulang kali pintu diketuk. Tidak ada jawaban dari dalam. Bahkan seseorang yang berada didalam rumah semakin meringkuk, tak mau ambil peduli siapa yang, mengetuk pintu tengah malam seperti ini. Padahal jelas-jelas dia sudah tau, siapa si pengetuk pintu. Yang tak lain dan tak bukan, adalah istri beserta anak-anaknya.

Dia lebih memilih diam. Baginya tidur adalah segala-galanya, diluar itu tidak penting sama sekali.

Akhirnya setelah beberapa kali tidak ada jawaban dari dalam rumah. Zainab memutuskan tidur didapur. Zainab memeluk kedua anaknya itu, agar mereka tidak takut. Padahal dirinya, juga takut akan terjadi sesuatu lebih buruk lagi. Apalagi disekeliling dapur, masih ada yang tidak didinding. Terlihat kali semak-semak belukar didepan mereka. Zainab makin ngeri, jika membayangkan ada sesuatu yang datang dari balik-balik semak belukar itu. Yang bisa membahayakan dirinya, dan juga anak-anaknya.

Zainab terperanjat ketika air satu ember mengguyur dirinya dan juga anak-anaknya yang berada diperlukannya. Zainab menoleh, melihat siapa yang telah menyiram dirinya dan pelakunya adalah sang suaminya sendiri. Zainab menatap suaminya sendu. Kenapa suaminya bisa sekejam itu, kepada anak dan juga istrinya.

"Mana sarapan paginya? Kok belum masak? Dasar pemalas!" bentak Hasan menendang Halimah. Halimah hanya menghela napas panjang. Saat sudah memasak. Dia mendengar keributan di jalan depan rumahnya. Zainab mendekati kerumunan itu dan bertanya dengan salah satu tetangga.

“Ada apa ni pak? Kok rame sekali?" tanya Zainab kepada salah satu tetangga.

“Biasalah bu, seperti yang sering terjadi beberapa tahun belakangan ini. Selalu terjadi pembunuhan dirumah kosong ini. Beberapa orang tetangga telah menemukan bagian tubuh terpotong dan selalu terdapat sepucuk surat yang bertulisan, "Untuk korban berikutnya, harus lebih hati-hati lagi..." Zainab mengeryitkan dahinya, bingung dengan apa yang terjadi.

“Ya sudahlah pak, semoga pembunuhnya cepat ditemukan. Kita berdoa saja! tidak ada kejahatan yang abadi didunia ini pak. Saya permisi dulu ya pak" Zainab undur diri, segera melangkah masuk kedalam rumah. Saat didalam rumah, dia menatapi kedua anaknya intens.

Dia sangat bersyukur, malam tadi mereka terbebas dari pembunuhan keji itu. Jika mereka yang jadi korban apa jadinya hidup mereka, berakhir ditangan pecundang yang tak memiliki rasa kemanusiaan. Zainab mendekati sang buah hati, mengelus-elus pipi keduanya, dan menyelimuti keduanya.

Sedangkan sang suami, setelah tragedi penyiraman air ditubuhnya, pergi entah kemana.

“Umi, umi lagi apa?" tanya Fatur kepada ibunya itu.

“hay sayang, anak umi udah bangun? Fatur lapar ya?  Bentar ya nak, umi lagi goreng belacan kesukaan Fatur." kata sang ibu tersenyum, mengelus-elus wajah tampan anaknya itu.

Men cuil hidung putranya, dan mengelitiknya gemas. Anak itu tertawa menghindari gelitikan  sang ibu. Zainab berhenti  mengelitik sang buah hati, ketika dilihatnya Fatur sudah tidak kuat menahan gelitikan dirinya.

“Apa yang bisa Fatur bantu umi?" Fatur mendekati ibunya, memandangi wajah yang tak pernah lelah dimakan usia itu. Walaupun dunia begitu kejam pada dirinya. Memandangi tangan sang ibu menggoreng terasi. Setelah semuanya siap, Fatur mengambil piringnya untuk diisi nasi dan terasi oleh ibunya.

                         ***

"Aku sangat suka goreng terasi, makan dengan nasi hangat, rasanya nikmat sekali..." linangan air mata mulai mengalir di mata Fatur.

"Aku hargai setiap perhatian yang diberikan oleh umiku. Tapi siapa sih yang bisa menerima, jika tidak dijadikan prioritas dalam keluarganya? Mungkin aku terlalu banyak menuntut, atau aku memang haus kasih sayang. Pantas jika aku haus perhatian, karena sedari kecil aku tidak pernah mendapat belaian kasih sayang dari ayahku." tetesan air mata menetes deras di pipinya, lalu cepat-cepat dia hapus. Dia tidak mau terlihat lemah di depan Astuti.

1
Ikan Teri
/Casual/
Miftahur Rahmi23
Ayo tebak siapa yang teror Hasan dan Eva?
Graziela Lima
Cerita yang mampu.
Miftahur Rahmi23: Makasih kak udah mampir. semoga suka ya, dengan ceritanya
total 1 replies
Ming❤️
Tolong update sekarang juga biar bisa tidur malam dengan tenang.
Miftahur Rahmi23: udah upload chapter 4 kak, tapi belum disetujui sama editor. makasih ya kak, udah mau baca novel saya. jika ada salah dalam penulisan, apalagi titik koma nya, harap di koreksi ya kak. maklum masih amatir kak😥😃
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!