Takdir dari Tuhan adalah skenario hidup yang tak terkira dan tidak diduga-duga. Sama hal nya dengan kejadian kecelakaan sepasang calon pengantin yang kurang dari 5 hari akan di langsungkan, namun naas nya mungkin memang ajal sudah waktunya. Suasana penuh berkabung duka atas meninggalnya sang korban, membuat Kadita Adeline Kayesha (18) yang masih duduk di bangku SMA kelas 12 itu mau tak mau harus menggantikan posisi kakaknya, Della Meridha yaitu calon pengantin wanita. Begitu juga dengan Pradipta Azzam Mahendra (28) yang berprofesi sebagai seorang dokter, lelaki itu terpaksa juga harus menggantikan posisi kakaknya, Pradipta Azhim Mahendra yang juga sebagai calon pengantin pria. Meski di lakukan dengan terpaksa atas kehendak orang tua mereka masing-masing, mereka pun menyetujui pernikahan dikarenakan untuk menutupi aib kelurga. Maksud dari aib keluarga bagi kedua belah pihak ini, karena dulu ternyata Della ternyata hamil diluar nikah dengan Azhim. Mereka berdua berjanji akan melakukan pernikahan setelah anak mereka lahir. Waktu terus berlalu dan bayi mereka pun laki-laki yang sehat diberi nama Zayyan. Namun takdir berkata lain, mereka tutup usia sebelum pernikahan itu berlangsung. Bagaimanakah kehidupan rumah tangga antara Azzam dan Kayesha, yang memang menikah hanya karena untuk menutupi aib keluarga dan menggantikan kakak mereka saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alma Soedirman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. SMDH
Jadi gimana ni guys enaknya, kalian pilih ya genre drama kita apa. Kita banyak banyakan voting aja.
Seorang ketua kelas perempuan dengan nickname Adinda Ariyani itu berteriak hingga memenuhi isi kelas 12 Ips 1.
"Yang mau drama romance, angkat tangannya."
Beberapa siswi mengangkat tangannya.
"Satu dua tiga empat lima, enam tujuh— delapan, sembilan, sepuluh... hmm oke gue tulis sepuluh ya," Adinda menulis angka 10 di papan tulis, mereka sedang menghitung voting drama.
"Yang pengen drama slice of life siapa nih, tangan."
Ketika dihitung jumlah pemoting drama slice of life itu ada 23 orang, termasuk Kayesha dan Ocha yang memilih drama tersebut.
"Jadi maaf banget ni ya bagi yang vote drama romance, kelas kita paling banyak vote slice of life, jadinya kita ikut drama itu," umum Adinda.
"Jadi gimana cuy pengennya? Siapa yang siap bikin naskahnya buat dihapalin?"
Satu orang siswi mengangkat tangan, itu adalah Ria, "gue siap Din, gue udah buat naskah yang pas buat ini, tinggal dihapalin aja, gimana?"
"Boleh deh, lo send ke gc kelas ya, biar mereka mau baca," Ria mengacungkan jempol.
Tak sampai dua menit, Ria mengirim sebuah file naskah cerita yang sudah ia buat entah kapan itu ke grub kelas mereka, anak-anak langsung pada membuka dan membaca naskah itu.
Jadi, cerita Ria itu adalah sebuah cerpen yang berisikan seorang anak tunggal dari keluarga miskin tetapi ia hidup sederhana dengan kedua orang tuanya yang pas-pasan, dan berbeda lagi dengan teman dari si anak tersebut yang justru berkebalikan, kaya raya namun keluarganya tidak harmonis. Tidak banyak konflik yang terkandung agar mudah dipahami, dan ending dari cerita tersebut adalah, kedua anak itu mampu memahami keadaan apa yang dirasakan oleh kedua orang tuanya.
Ohh begitu ceritanya, bagus sih batin Kayesha.
"Gue udah baca nih, bagus ceritanya. Ayoo ayo, sapa yang pengen jadi pemerannya? Yang pengen ngajuin jadi tokoh, silahkan angkat tangan."
Kayesha langsung mengangkat tangan, "gue din! Gue jadi Shera," btw Shera adalah anak dari tokoh orang tua yang dikenal miskin.
Adinda menulis skemanya di papan tulis.
"Sapa yang pengen jadi Sean nih? Buat yang cowo ya, ayo angkat tangan!"
Anak-anak cowo malah tidak ada yang menggubris, mereka hanya fokus main game dan urusan yang lain.
"Woi yang cowo! Denger gak sih!?" Kesal Adinda.
"Woi yang merasa cowok, tolong digubris dong! Telinga tu di pake!" Teriak Kayesha juga kesal.
"Tau nih, game aja teros!" Cerocos Dea berteriak.
Anak-anak cowok masih tidak menggubris.
"Ohhh gitu, oke, gue pilih acak ya!" Kata Adinda.
"Pilih random aja, Din! Biar tau rasa!" Suruh Ocha memanas-manasi.
"Iya Din! Pilih aja udah!" Kata siswi yang lain, Nika.
Adinda mengangguk, "oke gue pilih eummm...." mata Adinda menjelajah kepada murid cowok yang ada di kelas.
"Fathur!" Seseorang yang sedang main game itu menoleh ke arah Dinda yang memanggil namanya.
Ia mengernyitkan dahi, "ga, apa apaan! Gak mau gue! Yang laen aja noh, kok malah gua!"
Adinda menggeleng keheranan, "gak! Pokoknya lo jadi Sean nya ya!" Sean adalah karakter anak dari orangtua yang kaya raya.
"Setuju ga ciwi ciwiku!?" Anak murid cewek berteriak membalas "setuju" kepada Adinda.
"Gue gak mau!" Kekeh Fathur.
"Sapa suruh diem diem bae, udah ya ini fix gabisa diganggu gugat," Fathur memutar bola matanya malas.
"Sisa empat lagi ni dua cewe sama dua cowo
buat jadi ortunya Shera sama Sean, siapa yang mau!"
Dua orang siswi angkat tangan.
"Oke sip girls, gue tulis di skema ya, si Zainab jadi ortunya Shera, dan Ayu jadi ortunya Sean ya! Hehe," Zainab dan Sean mengangguk setuju.
"Oke... udah gue tulis, siapa lagi nih yang pengen jadi bapaknya Shera sama bapaknya Sean? Ni yang cowo lagi ni."
"Acak aja udah Din, mereka mah tuli, ga bakal ngerespon juga," kata Salsa.
"Random aja dah Din, biar cepet," kata Kayesha.
"Iya Din, tulis asal aja, ntar juga mau kok."
Adinda mengangguk lagi, "oke girls, gue pilih.... eumm— Woi Wahyu, lo jadi ortunya Shera ya, dan lo Yudi, jadi ortunya Sean, fix."
Adinda menulis skema hingga lengkap sudah tanpa ganggu gugat.
"Paan, gue gamau ah!" Protes Wahyu kepada Adinda.
"Sama! Apa apaan lo, gak sudi gua jadi bapaknya Fathur," Yudi juga ikut protes.
"Najis, gua juga gak pengen jadi Sean kali bangsat," umpat Fathur.
"Dah dah dah, sttt diem! Gue ga terima penolakan ya! Makanya kalo punya mulut tu dipake!" Omel ketua kelas.
Anak cowok yang terpilih menjadi pemeran drama itu hanya memutar bola mata dengan malas, sebenarnya mereka tak terima tetapi mereka masih mengesampingkan ego.
"Oke, pulang sekolah, kita latihan dulu ya dikit-dikit, paling sampe jam setengah enam sore. Oke ga?"
Para siswi kompak membalas "Oke", berbeda dengan siswa yang malah mengolok-ngolok dan tidak merespon baik.
...•••...
Pulang sekolah telah tiba, para anak-anak SMA Seventeen itu berhamburan keluar kelas menuju gerbang dan parkiran, membuat lorong kelas sedikit menjadi macet karena berdesak-desakan.
Berbeda dengan Kayesha yang masih berada dikelasnya, ia buru-buru keluar kelas sehabis mencharge ponselnya yang ternyata sudah lowbat. Ia lupa mengabari Azzam bahwa ia harus melakukan latihan pentas drama untuk tugas Seni Budaya, untuk pengambilan nilai sebelum ujian sekolah.
Gadis itu dengan rambut pendeknya yang tergerai indah berwarna coklat gelap, membiarkan rambutnya menari di udara karena kakinya yang terus melangkah lari menuju luar sekolah.
Ia sempat terhenti, karena benar saja ada sebuah mobil hitam pajero terparkir disebrang sekolahnya, dan diluarnya ada seorang laki-laki dengan kemeja berwarna hitam yang sudah menunggunya, itu adalah Azzam.
Kayesha langsung berlari kecil menuju kearah Azzam dan menghampiri lelaki itu. Sebenarnya ia rada takut juga, karena suasana di depan gerbang masih ramai karena baru pulang sekolah, banyak siswi siswi dan ibu-ibu yang memperhatikan Azzam.
"Hoshh hoss... huft— m-mas," terengah gadis itu saat dihadapan Azzam.
Azzam yang melihat Kayesha seperti itu, langsung mengambil ikat rambut yang berada di pergelangan tangan Kayesha, ia dengan sayang langsung mengikatkannya ke rambut Kayesha hingga menjadi seperti ekor kuda poni, meski sedikit berantakan.
Orang orang disana mulai semakin julid dan menyorot mereka berdua.
"Masya Allah sayang, kenapa lari-lari sih? Kan pelan-pelan bisa jalannya, hm?"
Kayesha terkekeh dengan masih nafas yang terengah-engah, "huft— a-anu mas, apasih lupa, i-itu— ah iya, handphone aku tadi lowbat, jadi gak bisa ngabarin mas tadi sama kelupaan juga pas mas udah jemput aku, hari ini aku latihan drama mas, buat seni budaya di kelas."
Azzam menatap wajah istrinya itu sambil mengelus pipi Kayesha, "oh ya? Bagus itu, sampai jam berapa sayang?"
"Sampe jam setengah enam sayang, aduh... maaf ya mas sayang, aku lupa ngasih tau," Kayesha menunduk merasa bersalah.
Azzam memegangi dagu Kayesha dan mendongakannya dengan pelan sedikit ke atas, "apasih sayang, gapapa. Yaudah, kamu latihan aja sayang dulu, mas tungguin kok. Oh iya, kamu udah sholat ashar?" Kayesha menggeleng.
"Yaudah sebelum kamu coba latihan drama, kamu sholat dulu ya, ada kan mushola sekolah?" Kayesha mengangguk.
"Iya mas, terus kamu dimana? Masa pulang sih, kasian ntar bolak-balik. Ato ngga, nanti aku pulangnya sama ojol aja mas, atau nebeng sama temen aku."
Azzam menggeleng, "no, babe. Santai aja, aku bisa kok nungguin kamu disini, aku males pulang kerumah kalo gak sama kamu, mending ntar sekalian aja."
"Tapi kamu ntar kelamaan..."
"Gapapa sayang, santai aja, kan mas sendiri yang pengen."
"Hmm, beneran nih mas gapapa? Atau ga, mas mau ikut ke kelas aku ga? Masuk aja gapapa kok, udah jam pulang juga, daripada nungguin disini atau di mobil."
Azzam berpikir sejenak, "hmm boleh tu, ntar bisa aja mas datengin, emang kamu kelas 12 berapa?"
"12 Ips 1 mas."
Azzam ber oh ria, "ntar lah, gampang aja itu buat mas cari. Oh iya, kamu latihan dikelas, ada berapa orang?"
"Ada delapan orang mas," Azzam mengangguk paham.
"Oh yaudah kamu masuk aja lagi gih, mas mau keluar dulu bentar ya, nanti mas kesini lagi," Kayesha mengangguk.
"Yaudah mas, aku masuk dulu ya, mau ambil wudhu nih daripada ntar telat sholatnya, mas kalau ntar gak tau kelas aku dimana, call aja aku ya?"
"Iya sayang," balas Azzam lembut.
"Yaudah aku masuk ya mas."
Cup.
Azzam mencium puncak kepala Kayesha, lalu sehabis itu melihat istrinya yang masuk ke dalam sekolah lagi hingga punggung Kayesha tidak terlihat lagi.
Orang orang disana semakin memperdulikannya, apalagi setelah ia mencium puncak kepala Kayesha. Tapi ia tak ambil pusing, ia kembali masuk mobil dan pergi dari sana.
"Ih ganteng banget ya, itu Kayesha kelas 12 Ips 1 gak sih? Abangnya bukan sih itu?"
"Iya cuy, ganteng banget sk, jadi naksir nih gue."
"Gagah banget sih."
"Gila itu cowok gagah banget mana ganteng banget gila, calon masa depan gue tuh."
Blablabla, banyak celotehan yang terlontar sehabis Azzam pergi dari sana.