Tahu masa lalunya yang sangat menyakitkan hati satu minggu sebelum hari pernikahan. Sayang, Zoya tetap tidak bisa mundur dari pernikahan tersebut walau batinnya menolak dengan keras.
"Tapi dia sudah punya anak dengan wanita lain walau tidak menikah, papa." Zoyana berucap sambil terisak.
"Apa salahnya, Aya! Masa lalu adalah masa lalu. Dan lagi, masih banyak gadis yang menikah dengan duda."
Zoya hanya ingin dimengerti apa yang saat ini hatinya sedang rasa, dan apa pula yang sedang ia takutkan. Tapi keluarganya, sama sekali tidak berpikiran yang sama. Akankah pernikahan itu bisa bertahan? Atau, pernikahan ini malahan akan hancur karena masa lalu sang suami? Yuk! Baca sampai akhir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 29
Dari kejauhan, sepasang mata sedang memperhatikan Arya. Sudah sejak tadi, sejak pertama kali Arya bertemu dengan Kinan. Si pemilik mata tidak beranjak dari tempat dia berada. Hanya diam mematung sambil memperhatikan gerak-gerik Arya dan Kinan dengan seksama.
Setelah Kinan pergi, si pemilik mata masih di sana. Masih tetap memperhatikan Arya dari kejauhan tanpa berniat untuk meninggalkan tempat di mana dia berdiri sebelumnya.
....
Seperti yang telah disepakati oleh Arya sebelumnya, siang ini, mereka bertemu di salah satu rumah makan. Tentu saja Kinan datang lebih dulu bersama anak perempuannya. Gadis kecil yang cukup imut. Pipi chabi dengan kuncir dua di kepala.
Sesaat setelah melihat anak itu, Arya terdiam. Anak itu memang agak mirip dengan dirinya. Dari mata, hingga hidung, itu bisa di bilang persis dia. Tapi, terlalu berat untuk hati Arya buat menyapa.
"Kak, dia Beby Andini. Anakmu."
"Beby, sapa papa, Nak."
Anak kecil itu langsung mengikuti apa yang mamanya katakan. Dia langsung mengangkat wajahnya, lalu menyapa Arya dengan nada pelan.
"Halo, papa."
"Ha-- halo."
Sungguh, Arya sangat bingung sekarang. Beby Andini, anak kecil yang hampir berusia lima. tahun itu adalah darah dagingnya. Tidak pernah bertemu secara langsung sebelumnya. Hanya pernah melihat dari foto yang sering Kinan kirimkan sebelum dirinya memilih untuk memblokir semua sosial media milik Kinan.
Tapi sekarang, anak kecil yang sudah jelas adalah anaknya itu ada di depan mata. Arya bingung harus apa. Haruskah dia mengabaikan anak ini? Tapi, jika itu dia lakukan, dirinya terkesan sangat kejam sebagai manusia.
"Kak Arya."
"Mau pesan apa?"
Arya langsung mengalihkan pandangan dari Beby. "Tidak ada. Aku tidak ingin apapun."
"Lho, kok gitu sih, kak? Udah ada di rumah makan, tapi gak mau makan."
"Ya udah, kalo gitu, biar aku aja yang pesan buat kamu ya."
"Gak."
"Tidak perlu, Kinan. Aku di sini juga gak akan lama. Aku datang hanya untuk menepati janji saja. Tidak lebih."
Arya sengaja menekankan ucapannya. Dia ingin mengingatkan pada Kinan, kalau kehadirannya saat ini itu karena sebuah kesepakatan. Dia ingin bilang kalau dia sangat keberatan sebenarnya hadir di sini. Tapi, Kinan tidak ingin memikirkan hal itu. Sebaliknya, dia malah bertingkah seolah tidak mengerti apa yang Arya katakan. Dengan tidak punya rasa bersalah sedikitpun, perempuan itu malah memesan makanan untuk Arya.
"Kinan."
"Kak Arya, makan saja!"
"Setelah kita bertemu, apa salahnya kamu makan sekalian? Gak akan menghabiskan banyak waktu buat makan, bukan?"
"Aku tidak lapar. Jadi, tidak butuh makan."
"Kak Arya. Jangan begitu. Ini waktu makan siang. Kamu pasti belum-- "
"Kinan. Aku sudah bilang kalau aku tidak lapar. Bisakah kamu memahami apa yang aku katakan?" Kali ini, Arya bicara dengan nada yang penuh dengan penekanan.
Kinan pun langsung menyerah. Tapi, secara diam-diam, dia meminta Beby untuk melakukan sesuatu. Anak yang sudah dia latih, sudah pula berusia hampir lima tahun, jadi, tentu saja mengerti dengan apa yang mamanya bisikkan.
"Papa. Ayo makan!"
Arya terdiam sambil menatap anak itu. Sementara Kinan, dia langsung mengukir senyum lebar.
"Lihatlah, Kak. Anakmu sangat pintar, bukan?"
"Kau yang meminta dia melakukan hal itu, Kinan?"
"Hm. Anakmu sangat pintar. Jadi-- "
"Kinan, jangan terlalu melebihkan. Jangan buat orang lain tidak nyaman."
Kinan yang awalnya tersenyum, langsung mengubah ekspresi wajahnya.
"Apa maksud kamu, kak?"
"Dia punya papa lain selain aku, Kinan. Jadi, jangan buat papanya itu merasa tidak nyaman. Dia mungkin memang benih dari aku. Tapi, ada lelaki lain yang sudah sejak kecil menyaksikan dirinya tumbuh. Yang sudah bersama dengannya sejak lama. Jadi, tolong jaga perasaan pria itu juga, Kinan."
Kinan ingin membantah. Tapi, apa yang Arya katakan itu benar. Dia ingin mengajak Arya berdebat. Namun, Kinan memilih untuk meredam rasa itu dengan cepat. Dia tidak ingin peluang yang dia punya hilang begitu saja. Karenanya, dia lebih memilih untuk mengalah.
"Kamu mungkin benar, Kak Arya. Ada mas Gilang yang sudah sejak lama melihat Beby tumbuh. Tapi, ikatan tali darah yang kalian miliki tidak bisa diputuskan. Beby adalah anak kamu, tolong jangan hilangkan hal itu."
Sementara itu, di tempat yang sama, Desi baru saja tiba ke restoran tersebut. Namun, langkah Desi langsung terhenti saat dia melihat pemandangan luar biasa dari arah meja yang ada di pojokan rumah makan tersebut.
Gegas, Desi mengambil ponsel yang ada dalam tas punggungnya itu. Setelahnya, lincah tangan Desi menekan layar dari ponsel tersebut. Lalu, sebuah panggilan pun akhirnya terhubung.
"Iya, Des. Ada apa sih? Aku lagi kerja ini."
"Kak Gilang di mana sih? Di toko?"
"Ya iyalah, Desi. Di mana lagi aku, hm? Gak mungkin dong aku di rumah. Aku kan udah bilang kalo aku lagi kerja. Masa iya aku kerja di kantor. Lebih gak mungkin lagi," ucap Gilang panjang lebar. Dan, masih juga dia bisa mengajak adik sepupunya itu bercanda.
"Huh!" Kesal Desi dengan ulah kakak sepupunya ini. "Masih bisa bercanda aja kamu ya, kak. Gak tahu apa kamu, anak dan istrimu itu sedang bersama dengan pria lain sekarang."
Deg. Jantung Gilang tiba-tiba berdetak dua kali lebih cepat. Tunggu, sebenarnya, dia sudah tahu kalau hal itu akan terjadi. Kemarin juga dia sudah melihat Kinan yang bertemu dengan Arya.
Ya. Dia-lah si pemilik mata yang waktu itu melihat Kinan dan Arya bertemu. Jujur, dia cemburu. Tapi, dia tidak tahu harus bicara apa. Untuk saat ini, yang dia pikirkan bukan hanya hatinya saja. Melainkan, hati Zoya yang jelas-jelas pasti akan sangat terluka. Karena Zoya baru menikah dengan Arya. Sementara untuk dirinya, dia sudah cukup terbiasa akan sikap Kinan yang tidak terlalu baik padanya.
"Kak Gilang."
"Hei! Kok diam aja sih? Kamu masih di sana kan yah?"
"Kak Gilang!"
"Iy-- iya, Desi. Maaf. Aku-- "
"Aku tahu kamu syok. Tapi, jangan melamun terlalu lama. Ayo datangi mereka. Jangan buat aku sendiri yang labrak istrimu yang tidak tahu malu ini ya, kak."
"Desi, jangan. Jangan lakukan apapun. Tolong, jangan gegabah."
"Kak Gilang!" Kesal Desi bukan kepalang.
"Apa sih yang ada dalam-- "
"Desi. Mereka bawa Beby, bukan? Kasihan Beby. Jangan bikin ribut."
Inilah Gilang. Pria ini sangat lembut dan penyayang. Meski dia tahu Beby bukanlah anaknya. Tapi dia sangat menyayangi anak itu seperti anak kandungnya sendiri. Hal tersebut membuat Desi yang sudah sangat bersemangat menjadi melemah.
"Kak Gilang. Aku tidak tahu harus bicara apa. Aku juga heran entah terbuat dari apa hati yang kamu punya."
"Ah, sudahlah. Jika kamu minta aku mengabaikan, maka aku akan abaikan apa yang aku liat. Aku anggap, aku tidak melihatnya hari ini."
si arya jadi laki kurang tegas,,, dn tdak mau terbuka dn jujur...
, kan jahat q 😣