NovelToon NovelToon
My Suspicious Neighbour

My Suspicious Neighbour

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cintapertama / Mata-mata/Agen / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Difar

Mbak Bian itu cantik.

Hampir setiap pagi aku disambut dengan senyum ramah saat akan menikmati secangkir kopi hangat di kafe miliknya.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku ingin membeli produk kecantikan terbaru, maka mbak Bian-lah yang selalu menjadi penasehatku.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku butuh pembalut, maka aku cukup mengetuk pintu kamar kost tempat mbak Bian yang berada tepat di sampingku.

Ah, mbak Bian benar-benar cantik.

Tapi semua pemikiranku sirna saat suatu malam mbak Bian tiba-tiba mengetuk pintu kamarku. Dengan wajah memerah seperti orang mabuk dia berkata

"Menikahlah denganku Cha!"

Belum sempat aku bereaksi, mbak Bian tiba-tiba membuka bajunya, menunjukkan pemandangan yang sama sekali tak pernah kulihat.

Saat itu aku menyadari, bahwa mbak Bian tidaklah cantik, tapi.... ganteng??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Difar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17. Pelakor

Aku memandangi 10 lembar uang kertas berwarna pink yang membuat jantungku berdebar kencang. Bahkan surat cinta beramplop pink dari gebetan di jaman sekolah mah lewat. Disebelahnya juga tergeletak sebuah kertas putih yang berisikan deretan nomor. Bukan nomor togel ya pastinya.

 

Selama aku bekerja di cafe mbak Bian, ini kali pertama aku mendapatkan tip sebesar ini. Andai saja aku terus mendapatkan pelanggan seloyal mbak Secha, minimal 1 kali dalam sebulan, udah bisa hedon aku tuh. Nggak perlu lagi masak indomie encer buat jadi menu tiga kali makan di akhir bulan. Ya walaupun semua itu terjadi sebelum aku ketemu mbak Bian sih.

 

"Jangan sampai Bian tau ya. Ini rahasia kita berdua"

 

Aku teringat lagi ucapan mbak Secha sebelum dia pergi dari cafe ini. Mbak Secha bilang dia adalah sepupu jauh mbak Bian dari pihak ayah. Sejak lama ayah mbak Bian ingin menjodohkan mbak Bian dengan putra sahabatnya, seorang dokter ahli bedah. Mbak Secha bahkan menunjukkan foto pria itu kepadaku, membuat mulutku seketika menganga karena kegantengannya. Bukan lebay, bahkan jika disandingkan dengan Lee Min Ho atau Leonardo di Caprio, pria itu tak kebanting sama sekali. Ya walaupun tak ada aura dokter di wajahnya. Dia justru terlihat seperti seorang model atau artis daripada seorang dokter.

 

Karena mbak Bian sudah jatuh cinta dengan seseorang (yang aku yakini adalah mas Jems) mbak Bian menolak keras perjodohan yang ditawarkan ayahnya. Mbak Bian memilih kabur dan bersembunyi dari keluarga besarnya. Setelah kupikir-pikir masuk akal sih. Pantas saja mbak Bian sangat jarang membicarakan perihal keluarganya. Tapi bukan hal itu yang membuatku kaget. Yang paling membuatku bak disambar gledeknya mas yutuber petir adalah kenyataan bahwa pacar mbak Bian adalah suami orang! Dengan kata lain mbak Bian adalah pelakor. Aku ulangi, PELAKOR!.

 

Itulah alasan mbak Secha memintaku mengawasi mbak Bian, yang secara tak langsung berarti juga mengawasi mas Jems. Mbak Secha bahkan memintaku untuk mengawasi mereka diam-diam jika mas Jems berkunjung ke kamar kos mbak Bian.

 

"Ini semua demi Bian. Kamu rela Bian jadi pelakor?"

Mbak Secha menggenggam tanganku erat-erat, menatapku dengan tatapan penuh kepedihan.

 

Tentu saja aku tak akan rela mbak Bian jadi pelakor. Orang secantik dan sebaik mbak Bian tak boleh terjerumus ke dalam dunia per-pelakoran. Rasanya aku tak sanggup membayangkan jika suatu saat mbak Bian di grebek oleh istri mas Jems di kosannya, lalu viral. Huaaaa.. Nggak rela aku tuh, nggak rela!

 

Aku menarik nafas dalam-dalam, mengepalkan tanganku dan meninju udara kuat-kuat. Sepertinya aku harus menerima tawaran mbak Secha. Dalam hati aku sudah merencanakan skenario dan kata-kata renungan bak sinetron azab di siaran ikan terbang. Mencoba menyadarkan mas Jems melalui perkataan menyentuh (walaupun mustahil untuk kulakukan) agar dia mau menjauhi mbak Bian. Kalau mas Jems tak sadar juga, terpaksa aku akan menggunakan kekerasan. Hmm.. Seperti santet online misalnya?.

 

***

 

"Dedek Icha-nya mas Raka. Mas Raka pulanggg!!!"

Mar Raka merentangkan tangannya lebar-lebar sambil berjalan ke arahku begitu dia kembali ke café. Dengan cepat aku berjalan mundur, menghindari pelukan mas Raka yang suka nyosor sesuka hatinya.

 

Seperti biasa, setelah itu mbak Bian dan mas Raka mulai melakukan rutinitasnya setiap kali mas Raka menggodaku. Apalagi kalau bukan baku hantam di belakang cafe?

 

Aku mengamati sosok mereka yang keluar dari dapur sambil menghela nafas berat. Sekalipun mbak Bian dan mas Raka ibarat rentenir dan penghutang, nggak ada akur-akurnya, tetap saja menurutku mbak Bian seharusnya memilih mas Raka saja daripada mas Jems.

 

Dalam hati aku merasa sedih untuk istri mas Jems. Lagian itu si mas Jems, mentang-mentang wajah ganteng semriwing, sesuka hatinya selingkuh di luaran! Padahal muka mas Jems polos banget, kayak skripsi yang belum di coreti dosen pembimbing. Siapa sangka ternyata kelakuannya mirip setan begitu?

 

"Buat lo."

Mbak Bian tiba-tiba menyodorkan sebuah kantung plastik putih besar berlogo A ke arahku.

 

Aku melirik ke dalam kantung plastik, isinya dipenuhi snack yang rata-rata berukuran sangat besar.

Bahkan keripik kentang favoritku ada disana. Biasanya kalau aku ke supermarket Al bla bla bla itu, aku hanya bisa memandangi jejeran snack berukuran jumbo yang dipajang di etalase dengan tatapan pengen. Hanya saja, jeritan dompetku dan receh-recehan di dalamnya berhasil mencegah keinginanku memasukkan snack jumbo ke dalam keranjang.

 

"Banyak amat. Persediaan sebulan?"

Mas Raka tiba-tiba ikut nimbrung, dengan santai mengambil sebungkus snack.

 

"Hei!"

Teriakanku dan mbak Bian sontak menggema di seantero cafe. Untung saja saat ini tak ada pelanggan yang sedang berada di dalam sana.

 

"Apa?"

Tanya mas Raka polos, tangannya mulai bergerak, membuka bungkus snack yang dia ambil.

“Tidak!!”

Aku menggelengkan kepala kuat-kuat, mengulurkan tangan untuk mencegah mas Raka membuka bungkusan keripik kentang kesayanganku. Akan tetapi, krek!!Suara robekan bungkus kripik kentang terdengar, bersamaan dengan suara kretekan tulang. Suara kretekan itu berasal dari leher mas Raka yang kini di piting oleh mbak Bian. Lagi-lagi mbak Bian menyeret mas Raka ke belakang, meninggalkanku yang masih meratapi bungkusan keripik kentang yang sudah terbuka.

 

Aku hanya menghela nafas saat melihat rekan kerjaku yang mulai mendekat, tentu saja terpanggil dengan aroma kripik kentang yang sudah terbuka.

 

"Lebay amat sih, kan entar bisa dibeli lagi."

Gerutuan mas Raka langsung terdengar begitu dia kembali dari belakang bersama mbak Bian.

 

Benar juga sih kata mas Raka, aku bisa membeli lagi. Tapi saat ini aku sedang menghemat habis-habisan untuk biaya penlitianku yang tidak murah. Membeli kripik kentang tak sebanding dengan membeli cawan petri dan konco-konconya.

 

Tiba-tiba aku teringat dengan uang yang mbak Secha berikan kepadaku. Tentu saja aku bisa membeli kripik kentang berbungkus-bungkus jika menggunakan tip yang mbak Secha berikan. Tapi aku sudah berjanji dalam hati bahwa aku tak akan menggunakan uang tip dari mbak Secha karena masih belum yakin apa aku benar-benar bisa menjalani misi yang mbak Secha berikan.

 

Mas Raka menjentik jidatku pelan

"Entar aku yang belikan. Sama saham-saham perusahaannya pun boleh."

Ucap mas Raka sambil mengusap hidung, berlagak bak anak sultan.

 

Aku hanya mengerlingkan bola mata sebal. Percayalah, pria di depanku ini biasanya bersikap dingin dan cuek kepada orang lain. Bahkan kepada karyawan lain di cafe, mas Raka selalu cuek dan berbicara seadanya. Tapi entah kenapa saat bersamaku dan mbak Bian, sifatnya sangat berbeda 360 derajat. Ibarat atlet smackdown yang langsung berubah menjadi princess disney.

 

"Udah, jangan mulai. Nggak kapok apa di hajar mbak Bian?"

Jawabku malas sambil mulai mengikat kantung plastik snak kuat-kuat, takut kecolongan ulah mas Raka lagi.

 

"Hah? Kapok? Di hajar Bian mah cuma ibarat kena suntik jaman SD, kayak digigit semut doang!"

 

"Oh ya?"

 

Mas Raka menganggukkan kepalanya dengan ekspresi serius.

"Cowok kayak Bian mah sekali gue geplak langsung melambaikan tangan ke arah kamera sih."

Lanjutnya sesumbar.

 

Aku hanya mendengus sambil menganggukkan kepala, padahal aku sudah sering mendengar mas Raka memohon ampun saat diamuk mbak Bian. Tiba-tiba aku terdiam saat menyadari sebuah kejanggalan dari ucapan mas Raka.

 

"Apa tadi mas? Cowok?"

1
3d
iringan musik, thor🙏
emi_sunflower_skr
Kekuatan kata yang memukau, gratz author atas cerita hebat ini!
☯THAILY YANIRETH✿
Karakternya begitu kompleks, aku beneran merasa dekat sama tokoh-tokohnya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!