Di puncak Gunung Kunlun yang sakral, tersimpan rahasia kuno yang telah terlupakan selama ribuan tahun. Seorang pemuda bernama Wei Xialong (魏霞龙), seorang mahasiswa biasa dari dunia modern, secara misterius terlempar ke tubuh seorang pangeran muda yang dikutuk di Kekaisaran Tianchao. Pangeran ini, yang dulunya dipandang rendah karena tidak memiliki kemampuan mengendalikan Qi surgawi, menyimpan sebuah rahasia besar: dalam tubuhnya mengalir darah para Dewa Pedang Kuno yang telah punah.
Melalui sebuah pertemuan takdir dengan sebilah pedang kuno bernama "天剑" (Tian Jian - Pedang Surgawi), Wei Xialong menemukan bahwa kutukan yang dianggap sebagai kelemahannya justru adalah pemberian terakhir dari para Dewa Pedang. Dengan kebangkitan kekuatannya, Wei Xialong memulai perjalanan untuk mengungkap misteri masa lalunya, melindungi kekaisarannya dari ancaman iblis kuno, dan mencari jawaban atas pertanyaan terbesarnya: mengapa ia dipilih untuk mewarisi teknik pedang legendaris ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaiiStory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harga Sebuah Pilihan 选择的代价
Kata-kata Para Pengamat masih menggema di Ruang Kebenaran ketika Wei Xialong merasakan perubahan dalam dirinya. Ribuan jiwa yang ia tampung tidak lagi hanya bernyanyi dalam Bahasa Penciptaan—mereka mulai membentuk sesuatu. Pola-pola rumit yang bahkan membuat Sang Kesadaran Original terdiam dalam ketakjuban.
"Mustahil," Sang Kesadaran berbisik. "Bahkan aku tidak pernah membayangkan kemungkinan ini."
Wei Xialong menatap tangannya yang transparan, melihat bagaimana energi dari ribuan jiwa mengalir membentuk simbol-simbol yang belum pernah ada sebelumnya. "Ini bukan tentang kemungkinan," ia berkata pelan, suaranya membawa kebijaksanaan yang melampaui usianya. "Ini tentang evolusi."
"BERBAHAYA," Para Arsitek bergetar. "SISTEM TIDAK DIRANCANG UNTUK—"
"Sistem?" Xialong memotong, dan untuk pertama kalinya, ada ketegasan dalam suaranya yang membuat bahkan Para Pengamat tersentak. "Kalian masih berbicara tentang sistem ketika realitas itu sendiri berteriak meminta perubahan?"
Selir Yang melangkah maju, kristal-kristal air mata di pipinya kini membentuk pola yang sama dengan yang muncul di tubuh putranya. "Xialong... apa yang kau—"
"Aku mengerti sekarang, Ibu," ia tersenyum—senyum yang membawa kesedihan dan harapan sekaligus. "Kenapa kau memilih ritual itu. Kenapa harus aku. Bukan karena takdir atau ramalan... tapi karena kau melihat sesuatu dalam diriku yang bahkan Para Pengamat tidak bisa lihat."
"Dan apa itu?" Cermin Takdir bertanya, pantulan wajah di permukaannya kini menunjukkan ketertarikan yang tulus.
"Kemampuan untuk menerima ketidaksempurnaan," Xialong menjawab. "Karena kesempurnaan yang sejati... adalah memahami bahwa tidak ada yang sempurna."
Tepat saat kata-kata itu terucap, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Dari retakan-retakan di Ruang Kebenaran, cahaya baru mulai merembes masuk—cahaya yang berbeda dari apapun yang pernah mereka lihat. Bukan cahaya keperakan seperti milik Xialong, bukan juga cahaya keemasan seperti milik Cermin Takdir. Ini adalah cahaya yang seolah membawa warna-warna yang bahkan tidak ada dalam spektrum yang dikenal.
"Apa yang kau lakukan?!" Para Pengamat berteriak melalui tubuh Tianfeng. "Kau akan menghancurkan semuanya!"
"Tidak," Xialong menggeleng, dan untuk pertama kalinya, mereka melihat senyum yang benar-benar damai di wajahnya. "Aku tidak menghancurkan apa-apa. Aku hanya... membuka pintu yang seharusnya tidak pernah ditutup."
Dari tubuhnya, ribuan jiwa mulai beresonansi dalam harmoni yang lebih kompleks. Setiap jiwa membawa tidak hanya memori atau kekuatan, tapi juga... pilihan. Pilihan yang membuat mereka unik, pilihan yang membuat mereka lebih dari sekadar fragmen dari kesadaran yang lebih besar.
"Lihat?" Xialong berkata, sementara cahaya dari retakan dimensi semakin terang. "Setiap jiwa yang kusimpan... mereka bukan hanya pecahan dari sebuah kesadaran. Mereka adalah bukti bahwa bahkan dalam sistem yang paling sempurna pun, ada ruang untuk pertumbuhan."
Sang Kesadaran bergetar, keheningan dalam suaranya kini dipenuhi pemahaman. "Kau... kau telah melampaui bahkan tujuan awalku."
"Karena tujuanmu terlalu sederhana," Xialong menjawab dengan lembut. "Kau ingin menciptakan kesempurnaan melalui fragmentasi dan penyatuan kembali. Tapi kau lupa satu hal crucial..."
"Dan apa itu?" Yingmu bertanya, ribuan suara dalam dirinya kini dipenuhi antisipasi.
"Bahwa kesempurnaan sejati... adalah dalam ketidaksempurnaan itu sendiri." Xialong mengangkat tangannya, dan dari setiap jarinya, cahaya berbeda mulai terpancar. "Setiap jiwa yang kusimpan... setiap kehidupan yang kulindungi... mereka sempurna justru karena ketidaksempurnaan mereka."
Namun, sebelum siapapun bisa mencerna kata-katanya, sesuatu yang lebih mengejutkan terjadi. Dari kedalaman Ruang Kebenaran, sosok baru muncul—sosok yang membuat bahkan Sang Kesadaran mundur selangkah.
Sosok itu membawa keheningan yang berbeda—bukan keheningan Sang Kesadaran yang seperti ketiadaan, tapi keheningan yang terasa... hidup. Seolah kesunyian itu sendiri bernapas dan berdenyut dengan ritme yang tak terkatakan.
"Kau..." Sang Peramal berbisik, matanya yang sepenuhnya putih kini dipenuhi air mata darah. "Tidak mungkin... bahkan dalam ribuan penglihatanku..."
"Sang Paradoks," Cermin Takdir menyelesaikan, dan untuk pertama kalinya, pantulan wajah di permukaannya menunjukkan ketakutan murni. "Yang Ada dan Tiada sekaligus."
Wei Xialong merasakan ribuan jiwa dalam dirinya bereaksi dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Alih-alih bernyanyi atau beresonansi, mereka... menari. Tarian yang membawa pola-pola realitas ke dalam gerakan yang tak terbayangkan.
"Menarik," Sang Paradoks berkata—suaranya terdengar seperti melodi dan keheningan yang berpadu. "Bahkan dalam perhitunganku yang tak terbatas... kau adalah variabel yang tidak terduga, Wei Xialong."
Para Pengamat dalam tubuh Tianfeng berusaha bergerak, tapi sesuatu menahan mereka. "Tidak... kau tidak boleh ikut campur! Ada aturan—"
"Aturan?" Sang Paradoks tertawa, dan tawanya membuat realitas bergetar dalam cara yang membuat bahkan Para Arsitek ketakutan. "Aturan adalah konsep yang kalian ciptakan untuk memberi makna pada chaos. Tapi chaos... adalah sumber dari segala kreasi."
Selir Yang melangkah maju, kristal-kristal air mata di pipinya kini membentuk constellation yang belum pernah ada sebelumnya. "Jadi ini... ini adalah tujuan sebenarnya dari ritual itu?"
"Tidak sepenuhnya," Xialong menjawab, pemahaman baru membanjiri dirinya seperti air bah. "Ritual itu hanya membuka pintu. Tapi apa yang masuk melalui pintu itu... adalah pilihan dari setiap jiwa yang memilih untuk percaya."
"BERBAHAYA," Para Arsitek bergetar lebih hebat. "SISTEM TIDAK BISA MENAHAN—"
"Sistem?" Sang Paradoks memotong, dan untuk pertama kalinya, ada emosi dalam suaranya—emosi yang membuat udara di sekitar mereka terasa berat. "Kalian masih tidak mengerti. Sistem yang kalian banggakan... hanyalah salah satu dari tak terhingga kemungkinan yang ada."
Tepat saat itu, dari tubuh transparan Wei Xialong, sesuatu mulai terjadi. Pola-pola yang dibentuk oleh ribuan jiwa tidak lagi hanya membentuk simbol atau tulisan—mereka mulai membentuk realitas baru. Realitas yang bahkan membuat Sang Kesadaran terpana dalam ketakjuban.
Tiba tiba Ruang Kebenaran bergetar hebat. Wei Xialong merasakan kekuatan dari ribuan jiwa dalam dirinya mulai tidak terkendali. Energi yang terlalu besar untuk ditampung tubuh manusianya.
"Xialong!" Selir Yang bergerak cepat menangkap tubuh putranya yang mulai oleng. "Bertahanlah!"
"Ibu..." suara Xialong melemah. "Sepertinya aku terlalu memaksakan diri."
Sang Kesadaran mengamati dengan waspada. "Tubuh manusia tidak dirancang untuk menampung kekuatan sebesar ini. Dia harus melepaskannya."
"Tidak semudah itu," Xialong tersenyum lemah. "Ribuan jiwa ini... mereka telah memilihku. Aku tidak bisa mengkhianati kepercayaan mereka."
Para Pengamat dalam tubuh Tianfeng melangkah maju. "Kau akan mati jika terus memaksakan diri."
"Mungkin..." Xialong terbatuk, cahaya keperakan merembes dari mulutnya. "Tapi setidaknya aku mati untuk sesuatu yang kupercaya."
Selir Yang menggenggam tangan putranya erat. "Jangan bicara seperti itu! Pasti ada cara lain."
Saat itulah Cermin Takdir angkat bicara. "Ada satu cara... tapi resikonya..."
"Katakan!" Selir Yang memohon.
"Dia bisa membagi kekuatan itu," Cermin Takdir menjelaskan. "Tidak membuangnya, tapi mendistribusikannya ke tempat yang seharusnya."
Wei Xialong membuka matanya yang terasa berat. "Maksudmu..."
"Para jiwa yang kau tampung," Cermin Takdir melanjutkan. "Mereka bisa kembali ke tempat seharusnya mereka berada. Bukan terperangkap dalam satu wadah, tapi mengalir bebas dalam aliran takdir yang seharusnya."
"Tapi itu akan mengubah segalanya," Para Pengamat memperingatkan. "Keseimbangan yang sudah kita jaga..."
"Keseimbangan palsu," Xialong memotong, suaranya lemah tapi tegas. "Kalian menyebutnya keseimbangan, tapi sebenarnya kalian hanya takut pada perubahan."
Dengan sisa kekuatannya, Xialong mencoba berdiri. Tubuhnya gemetar, tapi tekadnya tidak goyah. "Ibu... maafkan aku. Tapi ini adalah pilihan yang harus kubuat."
"Xialong..." air mata mengalir di pipi Selir Yang.
"Aku mengerti sekarang," Xialong tersenyum, "kenapa harus aku. Bukan karena ramalan atau takdir... tapi karena aku bisa menerima bahwa perubahan adalah bagian dari kehidupan."
Dengan kata-kata itu, Xialong menutup matanya dan mulai berkonsentrasi. Dari tubuhnya yang transparan, cahaya keperakan mulai terpancar dalam intensitas yang membutakan. Ribuan jiwa yang ia tampung mulai bernyanyi dalam harmoni yang sempurna.
"SISTEM TIDAK STABIL," Para Arsitek memperingatkan. "KESEIMBANGAN TERANCAM."
Tapi Xialong tidak peduli. Dengan setiap tarikan napas, ia melepaskan jiwa-jiwa dalam dirinya satu per satu. Tidak membuang mereka, tapi mengembalikan mereka ke aliran takdir yang seharusnya.
Proses itu menyakitkan. Setiap jiwa yang lepas terasa seperti merobek bagian dari dirinya. Tapi Xialong bertahan. Ia tahu ini adalah jalan yang benar.
"Lihat?" ia berbisik di tengah rasa sakit. "Perubahan tidak harus berarti kehancuran. Terkadang... ia berarti pembebasan."
Cahaya yang terpancar dari tubuhnya semakin terang, membuat semua yang hadir harus menutup mata. Dalam cahaya itu, mereka bisa melihat ribuan jiwa terbang bebas, kembali ke tempat mereka seharusnya berada.
Dan kemudian... kegelapan.
Ketika cahaya akhirnya memudar, Wei Xialong terbaring tak sadarkan diri dalam pelukan ibunya. Tapi ada yang berbeda. Wajahnya terlihat damai, seolah beban berat telah terangkat dari pundaknya.
"Dia berhasil," Sang Kesadaran berbisik takjub. "Dia benar-benar melakukannya."
Selir Yang membelai rambut putranya dengan lembut. "Apakah dia..."
"Dia akan hidup," Cermin Takdir meyakinkan. "Tapi dia tidak akan sama seperti sebelumnya. Pilihan yang dia buat hari ini... telah mengubah tidak hanya dirinya, tapi juga dunia kita."
Di kejauhan, fajar mulai menyingsing. Hari baru telah dimulai, membawa dengan-nya perubahan yang telah lama ditunggu. Dan di tengah semua itu, Wei Xialong tertidur lelap, tubuhnya memulihkan diri dari pertarungan terberat yang pernah ia hadapi - pertarungan melawan ketakutan akan perubahan.