> "Rei Jaavu, apakah anda siap meninggalkan dunia ini dan pergi menuju negeri impian anda sekarang?"
"Jepang? Beneran aku bisa ke Jepang?"
> "Jepang? Ya, Jepang. Tentu saja."
Kata-kata itu muncul di layar laptop Rei, seperti tawaran menggiurkan yang nggak mungkin ia tolak. Sebuah sistem bernama "AniGate" menjanjikan hal yang selama ini cuma ada di dalam imajinasinya. Jepang klasik, negeri isekai, atau bahkan jadi tokoh kecil di dalam novel klasik yang selalu ia baca? Semua seperti mungkin. Ditambah lagi, ini adalah jalan agar Rei bisa mewujudkan impiannya selama ini: pergi kuliah ke Jepang.
Tapi begitu masuk, Rei segera sadar... ini bukan petualangan santai biasa. Bukan game, bukan sekadar sistem main-main. Di tiap dunia, dia bukan sekadar 'pengunjung'. Bahaya, musuh, bahkan rahasia tersembunyi menghadangnya di tiap sudut. Lebih dari itu, sistem AniGate seolah punya cara tersendiri untuk memaksa Rei menemukan "versi dirinya yang lain".
"Sistem ini... mempermainkan diriku!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RE-jaavu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hana no Yuki: Bagian 3
Bagian 3: Misi Pencarian di Gunung Bersalju
Udara pagi terasa menusuk tulang saat aku dan Hayato meninggalkan desa menuju jalan setapak yang membentang ke arah utara. Pemandangan sekitar hanya putih, tertutup salju yang menghampar sejauh mata memandang. Setiap langkah meninggalkan jejak yang langsung disapu angin dingin. Di luar dugaan, perjalanan ini tidak seindah yang aku bayangkan saat membayangkan “petualangan.”
“Pastikan kau tetap dekat, Yukio. Salju ini bisa menutupi lubang-lubang yang berbahaya,” kata Hayato, tanpa menoleh.
“Iya, iya,” jawabku sambil memeluk tubuh sendiri, mencoba menghalau dingin. Aku tidak tahu berapa lama lagi harus berjalan seperti ini. Setiap kali kakiku terbenam lebih dalam di tumpukan salju, aku makin sadar bahwa ekspektasiku tentang petualangan ini… agak terlalu tinggi.
Sesekali, Hayato memimpin dengan sigap, seolah dia sudah hafal jalur ini di luar kepala. Sementara aku di belakang, merapatkan yukata dan mencoba agar tidak jatuh atau terpeleset. Jujur saja, berjalan di gunung bersalju bukan hal yang kubayangkan saat pertama kali menerima tawaran AniGate.
“Kita harus waspada di hutan ini,” kata Hayato tiba-tiba. “Katanya ada makhluk penjaga yang tidak suka orang asing mendekati puncak.”
Aku terdiam sejenak. Makhluk penjaga? Dadaku berdebar. Dari awal aku tahu ini hanya dunia simulasi, tapi tetap saja. Mendengar kata “makhluk penjaga” di gunung yang tertutup salju ini, rasanya seperti alarm bahaya yang sedang berdentum dalam pikiranku.
Kami terus berjalan, memasuki area hutan di kaki gunung. Pepohonan tinggi menjulang di sekeliling, bayangan hitam mereka tampak melayang di antara tirai salju yang tipis. Suasana di sini begitu sunyi, hanya terdengar derap langkah kami yang meremas salju di bawah.
“Kau baik-baik saja, Yukio?” Hayato menoleh, matanya menatapku tajam.
“Eh… iya, aku baik-baik saja,” jawabku cepat, meski suara dalam hatiku berkata lain. Sebenarnya aku mulai merasa panik.
Saat itulah, tanpa peringatan, terdengar derak dari semak-semak di sebelah kiri kami. Aku langsung berhenti, mataku terpaku pada bayangan yang bergerak di antara ranting-ranting. Aku terdiam mengamati semak itu dengan tatapan penuh selidik. Sesekali tubuhku bergidik. Aku memasang posisi waspada.
“Yukio, mundur!” suara Hayato membentak, tangannya terulur ke arah pedangnya.
Aku membeku di tempat, sementara bayangan itu melangkah keluar dari kegelapan hutan. Sosoknya besar, jauh lebih tinggi dari manusia biasa. Mata kuningnya bersinar menatap kami, dan seluruh tubuhnya dipenuhi bulu kelabu yang lebat. Seekor serigala raksasa. Lebih besar dan tinggi tiga kali lipat dari manusia. Serigala ini bukan makhluk biasa. Ia tampak begitu nyata.
Jangan bilang ini makhluk penjaga yang kau maksud...!
Serigala itu menggeram rendah, dan bulu kudukku berdiri. Sial. Apa AniGate serius mengirimku ke dunia penuh bahaya seperti ini? Kalau aku mati, apa yang akan terjadi? Aku bakal kembali ke depan layar laptopku, kan?
“Kau bisa bertahan sendiri di sini, kan?” tanya Hayato sambil bersiap-siap menyerang.
“Eh? Apa? Tidak! Tentu saja tidak!” Aku hampir berteriak.
Tanpa aba-aba lagi, Hayato menyerang serigala itu dengan gesit, pedangnya berkilat di bawah sinar samar. Sementara itu, aku hanya bisa menonton, setengah bingung setengah ketakutan. Mungkin aku memang bukan seorang pejuang, tapi tetap saja, ada batas berapa banyak kejutan yang bisa kuterima dalam sehari!
Pertarungan berlangsung sengit, dan aku hanya bisa menonton dari jauh. Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, Hayato akhirnya berhasil mengusir serigala itu, yang lari kembali ke hutan dengan auman keras.
“Huh…huh…,” aku menghela napas lega. Setidaknya bahaya itu sudah berlalu.
Hayato menyarungkan pedangnya, lalu menatapku dengan tatapan tak sabar. “Kau baik-baik saja, Yukio?”
Aku mengangguk kaku. “I-iya… cuma… tadi… makhluk itu…,” aku tak bisa menemukan kata-kata yang tepat.
Hayato hanya mendesah. “Kau ini, takut sedikit saja sudah begitu panik. Bagaimana kau bisa menjadi pendamping dalam misi ini?”
Aku terdiam, merasa sedikit tertohok. Iya juga sih… kenapa harus aku yang jadi asisten pahlawan di sini?
Kami melanjutkan perjalanan menuju puncak, meskipun kali ini rasa lelah dan panik mulai menggumpal di kepalaku. Aku terus berpikir, Kenapa harus dunia seperti ini? Harusnya aku minta AniGate langsung bawa aku ke Jepang yang nyata, bukan dunia penuh bahaya begini.
Kami mendaki sampai hampir matahari terbenam, sampai akhirnya menemukan sebuah gua kecil yang bisa jadi tempat berlindung sementara. Dengan rasa lelah yang tak tertahankan, aku duduk dan bersandar di dinding gua, merasa benar-benar kehabisan tenaga.
Dan saat itulah, suara yang sangat familiar muncul di kepalaku.
> “Pengguna Rei Jaavu, selamat! Anda telah mencapai pertengahan misi di dunia Hana no Yuki.”
Aku langsung terlonjak bangun, berdiri tegak. Aku kenal sekali suara itu. Aku memelototi sekitar, mencari sumber suara, sembari berusaha mengendalikan rasa kesalku. “AniGate! Kenapa kau memasukkanku ke dunia yang seperti ini? Kau ingin aku mati, ya?!”
> “Maaf, tetapi program ini memilih dunia secara acak berdasarkan tantangan yang dibutuhkan pengguna untuk berkembang. Dunia ini memang memiliki tingkat bahaya… namun, kau harus melewatinya agar kemampuanmu meningkat.”
Aku memutar mata, frustasi. “Kau tidak bilang kalau aku harus menghadapi serigala raksasa di sini!”
> “Apakah tadi Anda tidak berhasil menghadapinya? Lagi pula, Hayato ada di sana, bukan?” jawab AniGate dengan nada datar yang menyebalkan.
Aku menghela napas panjang. Ini benar-benar tidak seperti petualangan yang kubayangkan. Seharusnya ini penuh hal menyenangkan dan bebas bahaya, bukan perjalanan hidup-mati yang bikin lutut gemetar.
> “Sebagai bentuk apresiasi, AniGate telah memutuskan bahwa misi berikutnya akan sesuai dengan keinginan Pengguna. Anda akan ditempatkan dalam kehidupan yang lebih dekat dengan impian Anda.”
Aku terperangah. “Jadi… beneran nih aku akan ke Jepang yang nyata?”
> “Tentu. Tapi harap diingat, meskipun ini sesuai keinginan Anda, tetap ada tantangan yang harus dihadapi. Dan… tantangan ini mungkin berbeda dari yang Anda bayangkan. Sampai bertemu di dunia berikutnya, user.”
"Hah? Tantangan? Tantangan seperti apa? Hei, kau kemana? Kok hilang?! Oi!! Jawab dulu pertanyaanku.."
Dengan satu kalimat terakhir itu, AniGate menghilang begitu saja dari kepalaku, meninggalkan aku dalam campuran rasa lega dan waspada. Tapi di sisi lain aku kesal dan nyaris mati karena penasaran. Mengesalkan sekali dia itu. Datang tak diundang, pergi pun tanpa bilang-bilang.
Sambil mendesah panjang, aku menatap ke luar gua, di mana salju mulai turun lagi. Perlahan mulai kembali menutupi jejak-jejak kami di jalan setapak. Baiklah, tantangan ini baru saja dimulai. Tapi aku sudah lelah.
aku mampir ya 😁