Adelia cahya kinanti, seorang wanita barbar yang terpaksa menikah dengan pria lumpuh dan juga depresi akibat kecelakaan yang menimpanya. Adelia menerima semua perlakuan kasar dari pria yang di nikahinya.
Albert satya wiguna, seorang pria malang harus menerima kondisinya yang dinyatakan lumpuh oleh Dokter akibat kecelakaan yang membuatnya trauma berat, selain kakinya yang lumpuh mentalnya juga terganggu akibat rasa bersalahnya yang membekas di ingatan, kecelakaan terjadi saat dia mengendarai mobil bersama kedua orangtuanya namun tiba-tiba ada sebuah mobil yang sengaja menghantam mobil miliknya, Albert berusaha menghindari mobil tersebut namun rem mobilnya blong hingga akhirnya mobil yang di tumpanginya berguling-guling di jalanan yang sepi, beruntung dia dan ibunya selamat namun ayahnya meninggal di tempat akibat terhimpit sehingga kehabisan nafas.
akankah Albert sembuh dari sakitnya? apakah Adel mampu mempertahankan rumah tangganya bersama pria lumpuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
masuk perangkap
Tanpa berpikir lama Adel membaca sekilas berkas yang di berikan oleh Indah, dia langsung menandatanganinya. Indah bersorak dalam hatinya, dia langsung memberikan satu lembar cek berisikan nominal seratus juta kepada Adel.
' Sudah masuk perangkap.' batin Indah.
" Terimakasih nyonya, saya janji akan segera mengembalikannya kepada nyonya." Ucap Adel.
"Pergilah, ayah dan ibumu sedang membutuhkanmu." Ucap Indah.
Sampai berapa tahun pun kau tak akan bisa membayarnya dengan uang, Adel." Batin Indah.
"Baiklah, saya pamit nyonya." ucap Adel langsung berdiri dari duduknya.
Indah menganggukkan kepalanya, Adel langsung pergi keluar dari cafe menaiki motornya, yang ada di pikirannya saat ini adalah keselamatan Ayahnya tanpa dia ketahui Indah telah menyiapkan sebuah rencana untuknya.
'Ayah bertahanlah sebentar lagi aku akan segera datang' Batin Adelia.
Motor yang di kendarai Adel melesat dengan cepat menuju rumah sakit, sampai di rumah sakit
Adel berlari mencari ibunya.
"Ibu dimana ayah?" Tanya Adel dengan nafas tersengal.
" Dia masih di dalam, Nak, Dokter bilang kalau kita tidak segera melunasi administrasinya ayahmu akan di pindahkan ke rumah sakit lain dan juga perawatannya akan segera di hentikan ." Ucap Fatimah dengan berderai air mata.
"Bilang pada dokter untuk tetap merawat ayah disini sampai dia sembuh, Adel sudah dapet uangnya bu." Ucap Adel.
"Del, loe dapet uangnya darimana ?"Tanya Nabila.
"Darimananya kalian gak perlu tau, yang penting sekarang kesehatan ayah lebih baik, loe temenin gue beresin administrasi bokap gue." Ajak Adel pada Nabila.
"Gue ikut." Sahut Farid.
Adel izin kepada ibunya untuk melunasi biaya administrasi ayahnya, Nabila dan Farid ikut menemani Adel.
sampai di bagian administrasi Adel mengeluarkan cek yang di berikan oleh Indah kepadanya, mata Luna dan Farid terbelalak melihat nominal yang tertera di cek tersebut.
"Nyet, ini gak salah? Seratus juta?" Tanya Farid syok.
" Loe gak jual diri kan, Del?" tambah Nabila.
"Sembarangan aja kalo ngomong, ini cek dari nyonya indah pemilik perusahan dimana kita kerja beberapa kali gue bantuin dia dan dia juga yang nawarin gue kerja, kemaren juga nyonya indah yang biayain operasi bokap. Nah, kalo sekarang beda cerita saat gue nyari pinjeman gak sengaja ketemu ama dia terus dia nanya sama gue ya gue ceritain aja kondisi bokap gue, akhirnya dia nawarin pinjeman ke gue namanya juga kepepet ya gue terima aja, gak mungkin banget gue jual diri emang gue cewek apaan." Jelas Adel.
"Gokil banget! yang namanya orang banyak duit, ngeluarin duit segitu guaaampang bener." ucap Farid.
"Makanya usaha biar cepet kaya, jangan ngepet."Seru Adel.
Nabila manggut-manggut mendengar cerita Adel, selesai dengan administrasi ayahnya Adel kembali ke ruangan ayahnya bersama dua sahabatnya.
beberapa minggu kemudian ...
Dari hari ke hari kesehatan Yusuf berangsur membaik, setiap hari Adel menemani ayah dan ibunya di rumah sakit sepulang kerja. sudah satu minggu lamanya Yusuf kembali pulang ke rumahnya, Adel mengurung dirinya di kamar dia bingung dengan uang yang baru terkumpul sedikit sedangkan di dalam berkas persyaratan yang di ajukan oleh Indah hanya tinggal menghitung hari.
"Baru 10 juta, masih banyak banget kurangnya gimana dong." Ucap Adel menghitung uang simpanannya.
Tring ..
' Adel aku ingin bertemu denganmu sore nanti di cafe mentari, aku harap kau bisa datang'
Adel membaca pesan singkat dari nomor yang tidak di kenal, dia mengernyitkan dahinya menebak siapa yang tengah mengiriminya pesan.
"Nomor siapa ini?" Gumam adel bertanya dalam hati.
"Samperin ajalah, kali aja penting." Ucap Adel.
Adel menyimpan kembali handphonenya, dia merapikan kembali uang yang telah dihitungnya memasukannya ke dalam laci miliknya.
"Aaaarrggghhh.." Albert berteriak terbangun dari mimpinya.
Wajahnya di penuhi dengan keringat, jantungnya berdetak dengan cepat bahkan tangannya sampai gemetar saat Albert bangun dari mimpi buruknya.
"Tidak, tidak, aku bukan pembunuh.. AKU BUKAN PEMBUNUH." Teriak Albert memegang kepalanya.
Pranggg ....
Pak Ahmad mendengar teriakan Albert dia langsung berlari ke arah kamar Albert, Indah pun Melakukan hal yang sama di ikuti oleh Rasya dan Cindy yang ikut serta mendengar teriakan kakaknya.
"Pak ahmad, apa yang terjadi dengan Al ?" Tanya Indah.
"Sepertinya dia kembali bermimpi buruk." Jawab pak Ahmad.
"Kenapa diam saja , ayo kita masuk kasian kakak." Ucap Cindy.
"Biar aku dan paman yang masuk, setelah kakak tenang baru kalian menyusul." Ucap Rasya.
Rasya dan pak Ahmad masuk ke dalam kamar karena tidak di kunci, Rasya menyalakan lampu dan bisa terlihat di bawah lantai banya pecahan kaca berserakan ulah kakaknya.
" Aarrrggghh .. DIAM ..." Teriak Albert.
"Cacat."
"Tidak berguna."
"Pembunuh."
"Pembunuh."
"cacat"
"menjijikkan"
Kata-kata itu mulai terngiang di kepala Albert, dia tak bisa mengendalikan dirinya tubuhnya bergetar ketakutan mengingat kejadian masa lalu, dimana dia membawa mobil yang menyebabkan ayahnya sampai meninggal yang menjadi salah satu penyebab trauma yang di deritanya saat ini. Pak Ahmad mengambil suntikan di dalam laci, Rasya membantu menenangkan kakaknya.
"Kakak ini aku, tenanglah kak aku ada disini kau tidak sendirian lagipula kau juga tidak membunuh siapapun" Ucap Rasya.
"Aku pembunuh.. Aku pembunuh .. Aku membunuhnya." Racau Albert sambil memegangi kepalanya.
"Tidak kak! Kau tidak membunuhnya." Ucap Rasya mencoba melepaskan tangan Albert dari kepalanya.
"Sya, mobilnya menabrak mobilku, aku membunuh Daddy Sya, akulah penyebabnya dia mati karena ulahku." Ucap Albert menguncangkan tubuh Rasya
Pak Ahmad memberi kode kepada Rasya, Rasya mengerti dengan Kode yang pak Ahmad utarakan lewat matanya dia memegang tangan Albert memberikan ketenangan kepada kakaknya.
"Tidak kak, bukan salahmu ini adalah takdir kita tidak bisa menyangkalnya." Ucap Rasya.
"Mereka bilang aku... Aku cacat, aku tidak berguna aku pembunuh.. Aku pembunuh.." Racauan Albert semakin menjadi.
Jleb.. Sluurrpp ..
Albert tidak merasakan apapun saat jarum suntik menancap di tangannya, namun dia melihat pak Ahmad yang sedang mencabut jarum suntiknya dalam pikiran Albert apa yang di lakukan oleh pak Ahmad adalah dia sedang mencelakainya sehingga dia mendorong tubuh pak Ahmad dengan kuat.
Brukk ..
"PAMAN!" Teriak Rasya.
"Aku tidak apa-apa, Tuan muda." Ucap pak Ahmad menahan sakit saat tangannya mengeluarkan darah akibat tertusuk pecahan kaca.
Pak Ahmad selalu berusaha menyembunyikan rasa sakitnya dari orang lain, bukan untuk pertama kalinya dia mendapatkan perlakuan kasar dari Albert namun karena rasa sayangnya kepada Albert dia menahan semua rasa sakit di tubuhnya, sedari kecil Albert diasuhnya dia menganggap Albert seperti anak kandungnya sendiri. Pak ahmad menyembunyikan lukanya, dia membersihkan pecahan kaca yang berserakan di atas lantai agar tidak ada orang yang kembali terluka kemudian dia mencuci tangannya menahan rasa perih yang di rasakannya.
'Tuan muda sampai kapan kau akan seperti ini? Aku tidak sanggup melihat keadaanmu sekarang, jika bisa lebih baik aku yang menggantikan posisimu' Batin Pak Ahmad.
Pak Ahmad adalah sosok ayah kedua bagi Albert, keduanya sangatlah dekat, maka dari itu saat Albert dinyatakan memiliki penyakit mental oleh Dokter pak Ahmad bertekad untuk mengurusnya meskipun amukan Albert sering kali menyakitinya.