Ratri Swasti Windrawan, arsitek muda yang tidak ingin terbebani oleh peliknya masalah percintaan. Dia memilih menjalin hubungan tanpa status, dengan para pria yang pernah dekat dengannya.
Namun, ketika kebiasaan itu membawa Ratri pada seorang Sastra Arshaka, semua jadi terasa memusingkan. Pasalnya, Sastra adalah tunangan Eliana, rekan kerja sekaligus sahabat dekat Ratri.
"Hubungan kita bagaikan secangkir kopi. Aku merasakan banyak rasa dalam setiap tegukan. Satu hal yang paling dominan adalah pahit, tetapi aku justru sangat menikmatinya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Penutup Pesta
Sastra mengembuskan napas pelan dan dalam. Pria tampan berjanggut tipis itu menggeleng samar, seakan tak mengerti dengan apa yang tengah mengusik hati dan pikirannya. Sebisa mungkin, dia berusaha mengendalikan diri, dengan mengalihkan perhatian ke hal lain.
“Kenapa, Honey?” tanya Eliana keheranan. Sebagai seseorang yang telah mengenal dekat Sastra, dia dapat merasakan keanehan dari sang kekasih.
“Sepertinya, aku pernah melihat baju yang dipakai Ratri,” jawab Sastra, dengan tatapan penuh isyarat.
Sorot mata Sastra membuat Eliana terpaku sejenak. Sesaat kemudian, wanita muda itu terbelalak, seakan teringat akan sesuatu. “Ya, ampun. Aku benar-benar lupa,” ujarnya. “Aku baru ingat kalau itu adalah dress yang kamu pilihkan dulu.”
Eliana terlihat menyesali keputusannya karena meminjamkan dress itu kepada Ratri. Namun, dia tak bisa berbuat apa-apa. “Maaf, Honey. Aku benar-benar lupa. Kamu tahu sendiri, aku punya banyak dress baru di lemari. Jadi ….” Raut tak enak tergambar jelas, dari paras manis wanita berambut panjang tersebut.
“Sudahlah. Jangan terlalu dipermasalahkan.” Sastra tersenyum kalem, seraya menyentuh pelan lengan Eliana. “Itu bajumu. Aku hanya membantu memilihnya. Jadi, terserah mau kamu apakan.”
“Tapi, kamu juga yang membayarnya, Honey.” Eliana masih memasang raut penuh sesal.
“Kamu berikan saja baju itu untuk Ratri. Aku akan membelikan yang baru sebagai gantinya." Sastra mengedipkan sebelah mata, diiringi senyum kalem. "Aku harus menemui teman-temanku dulu," ucapnya, kemudian berlalu dari hadapan Eliana.
Entah kenapa, Eliana bisa sampai lupa dengan baju yang dipinjamkannya kepada Ratri. Rasa tak enak menguasai hati dan pikiran wanita 25 tahun tersebut. Eliana berkali-kali menyelipkan rambut ke belakang telinga, sebagai pertanda tengah merasa gelisah.
Sementara itu, Ratri asyik sendiri di sudut ruangan. Dia tengah sibuk memperhatikan beberapa foto, yang terpajang di dinding. Semua terlihat sangat aestetik, seperti diambil oleh seorang profesional.
Ratri begitu fokus pada foto-foto tadi. Dia tidak menyadari jadi pusat perhatian seorang pria, yang merupakan sahabat lama Sastra. Prama Kameswara.
"Dia sahabat dekat Eliana. Namanya Ratri," ucap Sastra, saat Prama bertanya tentang wanita muda itu.
"Pantas. Dua sahabat yang sama-sama menarik," ujar Prama.
"Itulah circle wanita." Sastra tersenyum simpul. "Jangan macam-macam. Ratri adalah pemegang sabuk biru," ucapnya lagi, setengah berbisik.
"Wow! Makin menarik.Seberapa kuat dan hebat seorang wanita? Mereka tetap mudah takluk pada rayuan pria." Prama merasa tertantang. Dia memberi isyarat pada Sastra, sebelum meninggalkanya bersama beberapa pria lain.
Prama tidak sekadar bicara. Dia menghampiri Ratri, lalu berdiri di sebelahnya. "Suka fotografi?" tanya pria itu basa-basi.
Ratri yang tengah fokus mengamati sebuah foto, sontak menoleh. "Aku?" Wanita muda berambut pendek tersebut menggeleng. "Aku tidak mengerti fotografi. Aku hanya mengagumi."
"Aku juga tidak mengerti tentang fotografi. Disebut pengagum juga kurang tepat. Aku lebih menyukai sepak bola." Prama tertawa pelan, setelah berkata demikian.
"Aku juga suka sepak bola. Maksudku, sebagai penonton." Ratri ikut tertawa, meskipun hanya sekilas.
"Itu bagus. Mungkin, kapan-kapan kita bisa nonton bersama ke stadion," ujar Prama, mulai melancarkan rayuan.
Ratri menatap pria di sebelahnya. "Aku suka Liga Inggris."
"Tidak masalah. Semoga kamu merupakan penggemar Manchester United."
Ratri tersenyum cukup lebar. Dia terlihat begitu tenang, saat berhadapan dengan Prama. Namun, sikapnya langsung berubah, ketika Sastra dan Eliana menghampiri.
Entah kenapa, tiba-tiba Ratri jadi salah tingkah. Rasa tidak nyaman seperti semalam, kembali hadir dan membuatnya jadi tak menentu. Terlebih, saat mengetahui Sastra yang beberapa kali mencuri pandang terhadap dirinya.
"Apa kalian sudah berkenalan?" tanya Eliana, diiringi senyum nakal.
"Belum sempat. Kami sedang membahas sepak bola," jawab Prama, seraya melirik Ratri, yang hanya menanggapi dengan senyum kecil.
"Prama adalah sahabat dekat Sastra. Dia merupakan pengusaha muda, dengan karier yang sangat cemerlang," sanjung Eliana, menerangkan.
"Jangan terlalu berlebihan, El. Kalian tahu sampai saat ini aku masih merintis usaha," sanggah Prama tak enak.
"Ya. Lahan usaha yang keberapa? Jangan merendah seperti itu, Pram," goda Eliana, kemudian mengalihkan perhatian kepada Ratri. "Satu lagi yang paling penting. Prama masih single."
"Ah, El." Prama melayangkan tatapan protes.
Namun, Eliana hanya tergelak menanggapi sikap protes Prama. Dia terlalu sibuk menggoda sahabat dekat sang kekasih, sampai-sampai kembali mengabaikan tatapan penuh makna, yang dilayangkan Sastra terhadap Ratri.
Hingga acara selesai, Ratri terus meyakinkan diri tak ada apa pun yang aneh. Dia berusaha bersikap biasa, bahkan ketika Prama kembali mendekati dan mengajaknya pulang bersama,
"Aku datang dengan Elia. Kurasa, kami akan pulang bersama," tolak Ratri halus. Dia tidak ingin terburu-buru menerima ajakan pria, yang baru ditemui beberapa saat lalu.
"Tidak apa-apa kalau kamu mau pulang dengan Prama. Lagi pula, aku masih ada acara lain dengan Sastra," ujar Eliana, seraya melirik sang kekasih.
"Um, tapi ...." Ratri terlihat kurang nyaman. Dia menoleh sekilas kepada Sastra, yang ternyata tengah menatapnya. Ratri segera mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Baiklah," putus Ratri. Tak ada alasan baginya menolak ajakan Prama, meskipun tidak terlalu menghendaki itu.
"Jangan khawatir. Aku tidak akan berani macam-macam, terhadap pemegang sabuk biru," ujar Prama, setengah bercanda.
Namun, gurauan Prama justru membuat Ratri makin tak nyaman. Dia langsung melirik Sastra, yang hanya tersenyum kecil.
"Baiklah. Aku pulang duluan," pamit Ratri, kemudian memeluk Eliana sesaat. Dia memaksakan tersenyum kepada Sastra, barulah masuk ke mobil milik Prama.
Sastra menghampiri, sebelum kendaraan itu pergi. Dia sedikit menurunkan tubuh dekat jendela sebelah kanan. Perhatiannya tertuju lurus kepada Ratri, yang duduk di jok penumpang.
"Kalau Prama berani macam-macam, jangan sungkan bilang padaku," pesan Sastra, yang sejak tadi lebih banyak diam. Kata-katanya bernada seperti candaan, tetapi terdengar berbeda di telinga Ratri.
Ratri langsung menoleh, lalu tersenyum. "Jangan khawatir," balasnya cukup pelan, seraya memandang pria itu sejenak, sebelum Eliana menghampiri.
"Ya, sudah. Kami duluan," pamit Prama, kemudian melajukan kendaraan.
Setelah mobil Prama tidak terlihat, Sastra dan Eliana kembali ke dalam cafe. Suasana lengang begitu terasa, selesai acara peresmian.
"Semuanya akan dibersihkan besok," ucap Sastra, saat melihat sisa-sisa pesta.
"Selamat, Honey. Aku senang karena akhirnya kamu memutuskan menetap di Indonesia. Dengan begitu, kita bisa selalu dekat." Eliana melingkarkan tangan di leher Sastra, yang langsung merengkuh pinggang rampingnya.
Ciuman mesra tak terelakan. Makin lama makin panas. Sastra bahkan sampai membaringkan Eliana di salah satu meja paling belakang. Dapat dipastikan apa yang akan terjadi selanjutnya, berhubung bagian bawah dress Eliana sudah tersibak ke atas, sehingga memperlihatkan sebagian tubuhnya.
taukan ela itu pemain drama
apa prama yaa
☹️☹️
betkelas dech pokoknya
" ternyata baru kusadari sirnanya hatimu yg kau simpan untuknya
aku cinta kepadamu,aku rindu dipelukmu
namun ku keliru t'lah membunuh cinta dia dan dirimu... oh...ohh..ohhh"
😅😅😅😘✌
jangan2 emaknya ratri ibu tirinya sastra...