Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saudara Jauh
Seandainya Reca tahu apa yang terjadi dengan Leo saat ini, rasanya tidak mungkin sampai hati menuduh Leo yang tidak-tidak. Sekarang, Leo tengah berjuang mati-matian dengan keputusan yang sudah dibuatnya. Ada saham besar yang ia pegang. Dengan minimnya pengalaman Leo, ia masih tetap berjuang.
Ini bukan untuk pembuktian pada Pak Haris ataupun Pak Alam. Leo melakukan semua ini demi pembuktian pada dirinya sendiri. Dengan tekad dan skill yang dimilikinya, Leo menata satu per satu yang telah hilang diperusahaan.
Jangankan memikirkan Mba Ara, ingat namanya saja tidak. Fokusnya benar-benar pada perusahaan. Bahkan malam ini, Leo harus lembur. Ia senang karena sudah ada sedikit titik terang untuk kemajuan perusahaan. Apalagi Pak Alam sudah memberikan kepercayaan besar padanya.
Rasa bangga yang dirasakan Leo, bisa dirasakan juga oleh Reca. Senang mendengar kabar yang diberikan oleh Leo. Namun sayangnya, rasa bangga dan bahagia Reca berbenturan dengan ajakan Resi ke cafe sore ini.
"Ya sudah, kamu berangkat saja sama Dini ya! Maafin Mas gak bisa nemenin kamu. Mas janji nanti kalau proyek ini udah selesai, Mas kenalan ya sama teman-temanmu itu. Nanti Mas traktir deh," bujuk Leo.
Reca sebenarnya sedih saat Leo tidak bisa menemaninya, tapi Reca juga senang karena Leo masih memberinya izin untuk keluar rumah. Sejak saat itu, Reca berjanji akan benar-benar melupakan Danang. Ia juga berharap pertemuan mereka kali ini adalah pertemuan terakhir. Jujur saja, Reca tidak bisa tegas pada hatinya sendiri jika terus menerus bertemu dengan Danang.
Reca merapikan pakaian dan rambutnya. Merasa sudah siap, ia tak lupa menyelipkan sebuah cermin kecil ke dalam tas selempangnya. Dengan helaan napas yang cukup dalam, Reca meniatkan dirinya untuk membebaskan semua perasaan yang tak pantas untuknya.
Berangkat dengan menggunakan jasa ojek online, Reca tiba di sana setelah Resi menunggunya. Dini dan Danang belum sampai. Sebuah pelukan hangat mendarat di tubuhnya. Resi dengan wajahnya yang sangat ceria terlihat begitu cantik. Tubuhnya memang sedikit berisi namun tidak membuatnya terlihat kuno. Ia tetap modis.
"Dia siapa?" tanya Reca saat melihat Danang membawa seorang perempuan.
Danang memang baru turun dari mobil. Namun Reca bisa memastikan jika perempuan yang dibawa Danang bukan Dini. Resi sendiri yang mengatakan bahwa yang diundang hanya Dini dan dirinya.
"Gak tahu. Siapa ya? Saudaranya kali ya," ucap Resi.
Wajah Resi terlihat tidak senang saat melihat Danang semakin dekat. Bahkan Reca melihat Resi mengepalkan tangannya penuh amarah saat melihat Danang menggenggam erat tangan perempuan itu. Mereka berjalan sangat dekat dan membuat Reca merasa bingung.
"Surprise," teriak Danang saat langkah terakhir menuju meja Resi dan Reca.
Keduanya tidak bereaksi. Hanya saling menatap penuh tanya.
"Hai," sapa Danang saat mereka sudah duduk di meja yang dipesan Reca dan Resi.
"Hai," ucap Resi dan Reca bersamaan.
"Sayang, kenalin. Ini Reca, temen sekolah aku." Danang mengenalkan Reca pada perempuan yang dibawanya.
Sayang? Apa-apaan ini? Reca dan Resi menganga saat Danang memanggil perempuan itu dengan panggilan sayang. Sungguh membuat keduanya bingung dengan rencana Danang.
"Reca," ucap Reca sembari mengulurkan tangannya.
"Seruni," ucap wanita itu sembari tersenyum dan menerima uluran tangan Reca.
"Hai Res. Apa kabar? Aku gak nyangka loh kamu temen dia," ucap Seruni sambil memeluk Resi.
"Kita ini calon sodara Res. Gimana kejutan aku? Berhasil kan? Nanti kalau aku nikahan kamu pasti jadi bridesmaid Runi," ucap Danang dengan wajah ceria.
Resi hanya memberikan senyum dan wajah yang canggung. Tidak terdengar sedikitpun kata-kata yang keluar dari mulutnya. Reca menyadari kalau situasi ini kurang baik. Tiba-tiba saja muncul ide di kepalanya.
"Res, suamiku udah pulang. Bisa antar aku pulang gak? Aku takut nanti dia marah," ucap Reca.
"Bo-boleh. Ayo!" ajak Resi.
"Loh kok gitu? Aku sama Runi baru datang loh ini," ucap Danang.
"Maaf ya Dan. Runi, aku minta maaf ya. Aku takut suamiku marah. Lagian ini kesempatan kalian buat kencan berdua. Sampai ketemu lagi ya. Dadah," ucap Reca sembari menarik lengan Resi.
"Iya gak apa-apa. Oh ya Res, salam buat Tante ya," ucap Seruni.
"Iya," jawab Resi sambil mengangguk.
Reca tidak melepaskan genggamannya sampai Resi benar-benar menjauh dari Danang. Ia tahu Resi menangis hingga membawanya jauh dari penglihatan Danang. Pelukan Reca berhasil membuat tangis Resi benar-benar pecah. Ia tersedu untuk melepaskan rasa kecewanya.
"Kamu kuat. Tenang aja, banyak yang lebih ganteng dari Danang kok." Reca berusaha menenangkan Resi.
Untung saja Reca melihat Dini yang baru saja sampai parkiran.
"Diiiin," panggil Reca.
Dini segera menghampiri keduanya setelah melihat lambaian tangan sahabatnya.
"Ada apa? Kenapa malah di sini? Kamu kenapa nangis Res?" tanya Dini bingung.
Reca memberikan kode agar Dini tidak banyak bertanya dulu. Berharap Resi segera tenang agar bisa segera pergi dari sana. Diantara mereka bertiga, hanya Resi yang bisa bawa motor. Lalu bagaimana caranya mereka pulang saat Resi tengah kacau begini.
"Naik grab aja. Biar nanti motor Resi dibawa sama sodara aku aja. Kita ke rumah aku aja ya! Kebetulan Mama sama Papa lagi di rumah saudara ada acara hajatan," ucap Dini saat Reca meminta saran.
Setelah setuju, mereka segera pergi dari cafe itu. Tidak ingin Danang tahu kalau Resi menangis karena ulahnya, Reca dan Dini pergi dari jalur lain. Dalam grab, ketiganya tidak ada yang bicara. Sesekali hanya isak tangis Resi yang terdengar. Dini hanya menatap iba kepada Resi.
"Pak, berenti di depan ya!" ucap Dini.
Mobil berhenti tepat di depan rumah Dini. Reca segera turun dan membantu Resi untuk masuk ke rumah Dini. Dengan tubuh yang nyaris ambruk, Resi segera berbaring di sofa.
"Istirahat di kamar aja yu!" ajak Dini.
"Di sini aja," ucap Resi lemah.
"Ayolah!" ucap Dini.
Setelah dipaksa oleh Dini, Resi mengikuti sahabatnya itu ke kamar. Memang benar, saat ini yang Resi butuhkan adalah ranjang. Ia harus merebahkan tubuhnya dengan nyaman setelah lelah menguras air matanya.
"Ca ini kenapa sih? Resi kenapa? Danang gak jadi datang?" tanya Dini bingung.
"Husttt, bisa pelan sedikit gak ngomongnya?" ucap Reca.
Reca pun menceritakan kejadian dari awal hingga akhir. Hanya sebentar tapi memberi kesan trauma bagi Resa.
"Seruni?" tanya Dini memastikan.
"Iya. Katanya sepupunya Resa. Tapi kok Resa kayak gak kenal ya?" tanya Reca bingung.
"Tunggu, tunggu." Dini mencoba mengingat nama Seruni.
Ah, akhirnya Dini ingat. Tentu saja Resi tidak kenal dengan Seruni. Nama Seruni memang baru dikenalkan ibunya pada Resi. Katanya saudara jauh.
"Gak saudara-saudara banget dong," ucap Reca.
"Ya masih sepupu. Cuma karena jauh jadi gak pernah ketemu. Katanya baru mau dikenalin," ucap Dini.
"Oh pantes Resi gak kenal waktu Danang sama perempuan itu," ucap Reca
maaf ya
semangat