Dunia Sakura atau kerap dipanggil Rara, hancur seketika saat video dia yang digerebek sedang tidur dengan bos nya tersebar. Tagar sleeping with my boss, langsung viral di dunia Maya.
Rara tak tahu kenapa malam itu dia bisa mabuk, padahal seingatnya tidak minum alkohol. Mungkinkah ada seseorang yang sengaja menjebaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
Dista langsung emosi melihat Rara telepon. Malam ini sudah masuk jatahnya, mau apa Rara telepon. Jangan bilang mau mengganggunya.
"Ngapain sih dia telepon kamu, belum cukup seminggu kemarin sama kamu?" gerutu Dista. "Loudspeaker, aku pengen denger dia ngomong apa."
Jovan menerima panggilan Rara lalu me loudspeaker sesuai kemauan Dista.
"Assalamu'alaikum, Ra," ucap Jovan lebih dulu.
"Waalaikumsalam, Bang. Maaf ganggu malam-malam. Abang lagi sama Dista ya?"
Dista memutar kedua bola matanya malas. Harusnya Rara tak perlu tanya seperti itu karena malam ini memang jatahnya. Dia segera menggenggam tangan Jovan erat. Suaminya itu harus ingat, sekarang jatahnya.
"Iya. Ada apa, Ra?"
"Em.... bisa gak, Abang kesini sebentar?"
Mata Dista langsung melotot. Enak saja, batinnya.
"Aku gak bisa tidur, Bang," ujar Rara. "Mungkin si baby kangen sama Papanya. Udah kebiasaan seminggu ini pas mau tidur dielus-elus sama kamu dan diajak ngomong."
"Rara!" bentak Dista.
Rara terkejut karena Dista tiba-tiba ikut bicara. Dia fikir tadi hanya ngobrol berdua saja dengan Jovan.
"Anak kamu itu masih di perut, gak usah drama dia gak bisa tidur. Buka mata aja, dia gak bisa."
"Dis, jangan teriak-teriak gitu ngomongnya," Jovan memperingatkan.
"Rara cuma nyari alasan, Mas," Dista menatap Jovan jengkel. Dia tak suka jika suaminya itu membela Rara. Dia menarik ponsel dari tangan Jovan. "Curang kamu ya, Ra, menggunakan anak kamu untuk minta perhatian lebih. Kamu mau suami kita dosa karena gak adil? Malam ini sudah masuk jatah aku, jadi jangan coba-coba ngambil Mas Jovan."
"Kamu mau kesini atau enggak, Mas?" Rara tak peduli dengan celotehan Dista, dia hanya ingin kepastian Jovan sekarang juga.
"Enggak!" sahut Dista.
Jovan berdecak sebal, mengambil kembali ponselnya di tangan Dista lalu mematikan loudspeaker. "Aku mau ngomong berdua sama Rara." Dia turun dari ranjang, berjalan menuju balkon.
"Mas, awas kalau kamu kesana!" teriak Dista. Dia mengambil bantal, memukulkan ke kasur untuk melampiaskan kekesalannya. "Rara!" desisnya. "Kenapa harus ada kamu di hidupku?" Kehadiran Rara diantara dia dan Jovan, membuatnya frustasi.
"Hallo, Ra," ujar Jovan saat dia sudah ada di balkon. Dia melihat ke dalam, memastikan Dista tak menyusul.
"Istri muda kamu tantrum?" Rara tersenyum miring. Dia bisa mendengar teriakan Dista barusan, juga bisa membayangkan seperti apa jengkelnya Dista. "Gimana, bisa kesini gak? Gak minta semalaman kok, cuma sampai aku tertidur. Aku gak bisa tidur, Bang. Kamu tahukan, aku gak boleh begadang, harus cukup tidur."
Jovan membuang nafas berat sambil memijat keningnya. Kepalanya pusing gara-gara istri dua. Rasanya dia ingin bilang pada seluruh kaum adam, jangan nikah 2 karena itu bikin pusing. Seharian sudah capek kerja, mau tidur saja masih harus dipusingkan dengan dua istrinya.
"Kenapa gak dijawab, gak bisa ya?" tanya Rara.
"Masalahnya, aku sedang ada di rumah orang tua Dista sekarang. Apa yang akan mereka katakan nanti, kalau aku malah ke rumah kamu saat jatahnya Dista? Maaf, Ra, sepertinya aku gak bisa. Please, ngerti ya? Aku harus adil, Ra."
Rara langsung tertawa mendengar Jovan bicara keadilan, namun cepat sekali, tawa itu berganti dengan air mata. "Sepertinya aku harus mengingatkan kamu soal apa itu keadilan, Bang." Dia berusaha menjaga suaranya agar tidak bergetar, tak mau Jovan tahu jika saat ini, dia sedang menangis.
"Kamu inget gak, saat honeymoon dengan Dista?" tanya Rara. "Kalian lebih dua hari. Terus saat Dista datang bulan dan sakit perut, kamu menemani dia, padahal itu jatahku. Terus saat kelian ke luar kota untuk kondangan, itu juga jatahku. Masih banyak lagi jatahku yang diambil Dista, tapi aku malas menyebutnya," Rara tersenyum simpul. "Dan soal nafkah, yakin kamu sudah adil hah?"
Jovan langsung menunduk dalam saat diungkit tentang nafkah. Sampai saat ini, dia memang belum pernah memberi nafkah batin pada Rara. Bukan sengaja sebenarnya, tapi dia bingung mau memulai, takut Rara menolak karena tak nyaman. Antara mereka belum ada cinta, dia takut Rara justru tak nyaman jika dia memberinya nafkah batin.
"Maafin aku, Ra, tapi posisiku sekarang sedang ada di rumah mertua. Gimana kalau aku video call aja, aku ajak ngomong baby. Siapa tahu setelah itu kamu bisa tidur."
Rara meremat bantal lalu menyeka air matanya. "Gak perlu. Sebenarnya aku juga gak mau ngemis kayak gini, tapi sekarang," Rara menjeda kalimatnya, menutup mulut agar isakannya tak terdengar Jovan. Saat ini, dia merasakan tubuhnya sangat tidak nyaman, selain punggung yang terasa sakit, kakinya juga sakit. Dia butuh Jovan malam ini. "Ini terakhir kalinya aku ngemis perhatian ke kamu, Bang. Maaf sudah mengganggu malammu dengan maduku. Gak usah kesini lagi, mulai malam ini, aku bebaskan kamu dariku. Tak perlu membagi waktu, habiskan saja seluruh waktumu bersama istri mudamu itu." Dia mematikan sambungan telepon setelah itu.
"Ra, Rara. Hallo, Ra." Jovan berdecak sambil menendang pagar balkon untuk melampiaskan kekesalannya. Dia kembali menghubungi Rara, tapi ponsel wanita itu sudah tidak aktif.
Rara yg jadi korban g perlu capek buat balas dendam
jangan mimpi kamu Dista nyuruh Fano balas dendam ke Rara secara Fano cinta mati ke Rara ,karena Fano tau Rara itu wanita istimewa beda kelas sama kamu yg wanita gampangan cepat buka SE Lang kang an 🤮🤮👊👊
gimana dgn ancaman Fino, bakalan Dista nurutin gk nih.
Fino sayang banget sama Rara, maka nya dia gk mau nyakiti Rara dan kamu jadi sasarannya Dista
Fino kan gamon sama Rara, dia gak bakal bisa nyakitin Rara jadinya dilampiasin ke elu, Dis