Follow ig 👉 @sifa.syafii
Fb 👉 Sifa Syafii
Seorang gadis berusia 18 tahun bernama Intan, dipaksa Bapaknya menikah dengan Ricko, laki-laki berusia 28 tahun, anak sahabatnya.
Awalnya Intan menolak karena ia masih sekolah dan belum tahu siapa calon suaminya, tapi ia tidak bisa menolak keinginan Bapaknya yang tidak bisa dibantah.
Begitu juga dengan Ricko. Awalnya ia menolak pernikahan itu karena ia sudah memiliki kekasih, dan ia juga tidak tahu siapa calon istrinya. Namun, ia tidak bisa menolak permintaan Papanya yang sudah sakit sangat parah.
Hinggga akhirnya Ricko dan Intan pun menikah. Penasaran dengan kisah mereka? Yuk langsung simak ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Sementara itu di perusahaan, Ricko sedang rapat di ruang rapat. Tiba-tiba Lia masuk lalu membisikkan sesuatu di telinga Ricko. Ricko pun menganggukkan kepala mengerti.
‘Papa benar-benar serius dengan ucapannya?’batin Ricko. Ia pun memanggil asisten-nya yang bernama Romi untuk melanjutkan rapatnya.
Setelah itu Ricko pamit undur diri dari rapat dan segera melajukan mobilnya ke rumah sakit dengan kecepatan penuh.
Setengah jam berlalu. Namun, Ricko masih belum menunjukkan batang hidungnya juga. Intan pun semakin senang, hatinya berbunga-bunga. Ia menunggu sambil memainkan ponsel di tangannya.
Sudah 45 menit berlalu, dan belum ada tanda-tanda kedatangan Ricko. Senyum Intan pun semakin mengembang. Ia izin untuk pergi toilet sebentar karena dari tadi ia menahan keinginannya untuk buang air kecil lantaran terlalu gugup.
Saat Intan keluar dari toilet, ia merasa bahwa jumlah orang di ruangan itu bertambah. Ia memindai orang di ruangan itu satu per satu dan pandangan Intan pun jatuh pada laki-laki berumur nan tampan memakai setelan jas berwarna hitam di samping Pak Bambang.
Intan pun tertegun di depan pintu toilet. Ia mendengar laki-laki itu memohon pada Pak Bambang supaya membatalkan pernikahan ini.
"Pa, Ricko nggak bisa melakukan pernikahan ini, Pa. Pernikahan bukan hal untuk main-main," ucap Ricko pada Pak Bambang.
"Siapa yang main-main, Rick? Cepat lakukan pernikahan ini sekarang, atau pergi dan jangan pernah temui Papa lagi sekalipun Papa sudah terkubur di dalam tanah," ucap Pak Bambang seraya memalingkan mukanya dari Ricko. Ricko pun tampak berpikir sejenak lalu menganggukkan kepala dengan mantap.
"Baiklah kalau itu bisa membuat Papa senang. Ricko akan menikah sekarang," ucap Ricko tiba-tiba.
Setelah itu Ricko duduk di depan pak penghulu yang sedari tadi sudah menunggunya. Sebelum akad nikah dimulai, pak penghulu menanyakan mahar-nya. Karena memang tidak ada persiapan, Ricko pun mengeluarkan uang dari dompetnya 10 lembar uang 100 ribuan sejumlah satu juta rupiah.
Setelah itu Ricko dan Pak Ramli berjabat tangan di hadapan pak penghulu untuk memulai akad nikah.
“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Ricko Argadinata bin Bambang Argadinata dengan anak saya yang bernama Intan Wulandari dengan mas kawin-nya berupa uang senilai satu juta rupiah, tunai!” ucap Pak Ramli dengan lancar karena sebelumnya sudah latihan dengan pak penghulu sebelum Ricko datang.
“Saya terima nikahnya dan kawinnya Intan Wulandari binti Ramli dengan mas kawin-nya yang tersebut, tunai!” sahut Ricko dengan dada berdebar-debar. Ia tidak menyangka kalau bisa mengucapkan kata sakral itu dengan lancar tanpa latihan sebelumnya. Ia hanya mencoba mengingat apa yang pernah ia dengar dan mengulangi apa yang diucapkan Pak Ramli barusan.
Kata "Sah" pun terdengar dari semua orang yang hadir di dalam ruangan itu. Intan hanya bisa menundukkan kepala dan memejamkan matanya. Tubuhnya terasa dingin dan gemetar. Ibunya pun menuntunnya duduk di samping Ricko dan menyuruhnya untuk mencium punggung tangan Ricko. Pak Bambang merasa lega dan bahagia. Ia pun berpelukan dengan Pak Ramli.
Setelah pernikahan tadi pagi, Pak Ramli dan Bu Romlah kembali pulang ke rumah. Sedangkan
Intan tetap di rumah sakit bersama Ricko, Pak Bambang, dan Bu Sofi.
"Intan, malam ini kamu pulang sama Ricko, ya? Besok kalian urus surat pernikahan kalian di KUA," ucap Pak Bambang pada Intan dengan lembut.
"Iya, Pakde," balas Intan dengan tersenyum yang dipaksakan.
"Kok panggilnya ‘Pakde’? Sekarang kamu sudah jadi menantu Pakde. Jadi panggilnya ‘Papa’," jelas Pak Bambang sambil tersenyum geli melihat Intan yang malu-malu.
"Iya, Pa," balas Intan patuh.