Jangan lupa mampir di Fb otor (Mima Rahyudi)
**
**
**
“Dad! Aku ingin kita akhiri hubungan kita!” seru Renaya tiba-tiba.
“Kenapa, baby?” tanya Mario.
“Aku nggak nyaman sama semua sikap Daddy,” jawab Renaya
“Kita tidak akan pernah berpisah, baby. Karena aku tidak akan melepaskan kamu.”
Hidup Renaya seketika berubah sejak menjalin hubungan dengan Mario, pria matang berusia 35 tahun, sementara usia Renaya sendiri baru 20 tahun. Renaya begitu terkekang sejak menjadi kekasih Mario, meski mungkin selama menjadi kekasihnya, Mario selalu memenuhi keinginan gadis cantik itu, namun rupanya Mario terlalu posesif selama ini. Renaya dilarang ini dan itu, bahkan jika ada teman pria Renaya yang dekat dengan sang kekasih akan langsung di habisi, dan yang paling membuat Renaya jengkel adalah Mario melarang Renaya untuk bertemu keluarganya sendiri. Sanggupkan Renaya menjalani hidup bersama Mario? Kenapa Mario begitu posesif pada Renaya? Ada rahasia apa di balik sikap posesif Mario?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mima Rahyudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Bella hanya tersenyum mendengar ucapan Mario. Terlihat jelas bahwa dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan pria itu.
“Jadi, kamu kekasihnya Renaya?” tanya Bella, “Aku tidak menyangka, ternyata kamu suka juga dengan daun muda.”
“Kenapa? Renaya lebih segalanya dari kamu, Bel,” jawab Mario.
“Kalau Arnold tahu, entah apakah dia menyetujui hubungan kalian atau tidak,” kata Bella.
“Aku tidak peduli Arnold mau berkata apa, yang jelas putrinya lebih aman bersama ku kan?” tanya Mario.
Renaya tampak keluar sambil membawa satu buah koper kecil, menatap Bella sekilas saja. Tatapannya sudah mengandung tanda tanya.
“Tante semalam kemana?” tanya Renaya
“Oh, ada urusan dengan teman tante,” jawab Bella sambil tersenyum, “Kamu tidak menginap di rumah saja, Ren? Papi kamu akan lebih senang kalau kamu di rumah saja.”
“Enggak, ah! Jauh dari kampus,” kata Renaya, “Ya udah, Tante. Aku pergi dulu, jangan keseringan pergi-pergi kalau Papi lagi nggak di rumah. Kasihan si mbok kalau sampai Tante nggak pulang-pulang.”
Bella hanya tersenyum, Renaya mencium tangan wanita itu dengan sopan kemudian keluar dari rumah sambil menggandeng tangan Mario. Mario membantu memasukkan koper kecil itu ke dalam bagasi. Keduanya lalu meninggalkan rumah.
“Dad, sepertinya Daddy kenal dengan Tante Bella?” tanya Renaya sambil menatap kekasihnya dengan tatapan curiga.
“Aku mengenalnya, dulu kebetulan satu kampus,” jawab Mario, “Kebetulan dia satu tingkat di bawahku.”
“Oh, begitu. Tante Bella hidupnya beruntung banget bisa dapetin Papi,” kata Renaya.
Mario hanya menganggukkan kepala saja tanpa memandang Renaya yang pada akhirnya sibuk dengan ponselnya. Renaya tidak menyadari jika mobil Mario tidak meluncur menuju apartemen mereka, melainkan ke suatu tempat.
“Dad, kita mau kemana?” tanya Renaya
“Bersenang-senang sebentarn sayang,” jawab Mario dengan senyum khasnya.
“Dad, kamu nggak kerja?” tanya Renaya
“Hari ini aku tidak ada kegiatan apapun di perusahaan, jadi waktunya untuk menyenangkan tuan putri kesayanganku ini,” jawab Mario.
Mario ternyata membawa mobilnya ke sebuah resort di daerah dataran tinggi, hawa dingin sudah kian menusuk tulang ketika mereka turun dari mobil. Mario rupanya sudah melakukan reservasi kamar terbaik di resort tersebut.
Renaya memasuki kamar mewah di resort itu dengan kekaguman yang jelas terpancar di wajahnya. Kamar tersebut dirancang dengan konsep alami yang memukau, dikelilingi oleh nuansa kayu hangat dan jendela-jendela besar yang memancarkan cahaya alami. Tepat di hadapannya, panorama pegunungan yang megah menyambut pandangan, memberikan sensasi kedamaian yang mendalam.
Di luar jendela, hamparan hutan hijau terbentang luas, seolah memeluk seluruh kawasan resort. Pohon-pohon tinggi menjulang, daunnya bergemerisik lembut diterpa angin sepoi-sepoi. Suara burung-burung dari kejauhan menambah keindahan alam yang menenangkan hati. Udara yang sejuk dan segar mengalir masuk, membuat suasana di dalam kamar terasa menyatu dengan alam di luar.
Renaya menghela napas panjang, merasa terhubung dengan kedamaian alam yang menyelimutinya. "Tempat ini sempurna," gumamnya pada dirinya sendiri, menikmati sejenak keindahan yang begitu memanjakan mata dan jiwa.
Mario dengan lembut memeluk Renaya dari belakang, tubuhnya yang hangat memberikan kontras dengan udara sejuk di kamar itu. Ia menunduk, menciumi tengkuk Renaya dengan perlahan, setiap sentuhan bibirnya mengirimkan getaran lembut di kulit kekasihnya.
“Kamu suka, sayang?” bisik Mario dengan suara rendah dan serak, napasnya terasa hangat di leher Renaya.
Renaya tersenyum, menikmati kehangatan pelukan Mario di tengah dinginnya udara pegunungan yang meresap ke dalam kamar. Namun, sebelum dia sempat menjawab, Mario menambahkan dengan nada menggoda, “Hanya saja, dinginnya di sini membuat aku ingin segera menerkammu.”
Renaya tertawa kecil, menoleh sedikit untuk melihat Mario. “Daddy memang selalu tahu caranya membuat aku tidak pernah kedinginan," jawabnya dengan nada manja, matanya berbinar menatap pria yang berdiri di belakangnya.
Mario semakin mendekatkan tubuhnya ke Renaya, tangannya melingkar erat di pinggangnya, sementara ciumannya menjadi semakin intens. Bibirnya dengan lembut namun penuh gairah menelusuri tengkuk hingga ke leher Renaya, membuat wanita itu merasakan kehangatan yang menyelimuti setiap inci kulitnya.
Renaya menggigit bibirnya sendiri, matanya terpejam, meresapi setiap sentuhan penuh hasrat dari Mario. Dia bisa merasakan napas Mario semakin berat, dan ciumannya tak henti-henti, seolah ingin mengukir setiap momen dalam ingatannya.
“Aku nggak akan pernah bisa cukup denganmu, Ren,” bisik Mario di antara ciuman yang semakin dalam. Tangannya mulai bergerak perlahan di sepanjang tubuh Renaya, mengelus lembut namun dengan penuh kendali. Renaya tersenyum samar, membiarkan dirinya tenggelam dalam setiap sentuhan dan kehangatan Mario yang terus menghanyutkannya dalam momen penuh gairah.
Mario dengan lembut menurunkan tubuh Renaya ke atas ranjang, matanya menatap dalam-dalam wajah kekasihnya yang polos dan cantik. Senyum kecil terukir di bibirnya saat ia mendekat, bibirnya mulai mendaratkan ciuman lembut di pipi Renaya, kemudian beralih ke dahi, dan perlahan menelusuri wajahnya.
Renaya tertawa kecil, kegelian dengan ciuman-ciuman lembut yang seolah tak henti menggodanya. Tangannya mencoba menahan senyum, tapi kehangatan dan sentuhan Mario terlalu menggoda untuk diabaikan.
"Kenapa geli, baby?" Mario bertanya dengan nada lembut dan menggoda, sementara bibirnya terus bermain di sekitar wajah Renaya, memberikan ciuman-ciuman penuh kasih dan canda.
"Aku nggak tahu... kamu selalu saja bisa bikin aku tertawa seperti ini," Renaya menjawab sambil terkikik, wajahnya bersemu merah. Dia merasa tubuhnya melemah di bawah sentuhan Mario yang penuh cinta, sementara hatinya dipenuhi perasaan manis yang tak terlukiskan.
Mario tertawa pelan, "Itu karena aku tahu di mana letak kelemahanmu, sayang."
Tanpa sadar, Mario sudah membuat Renaya tidak mengenakan sehelai pakaianpun, tubuh sintalnya terlihat indah di mata Mario.
Mario menatap tubuh Renaya yang kini terlihat sempurna di hadapannya, setiap lekuk terlihat indah di matanya. Senyuman tipis terukir di wajahnya saat ia menunduk lebih dekat, matanya tak lepas dari kekasihnya yang tampak rapuh namun menggoda.
"Daddy, dingin," rengek Renaya dengan nada manja, tubuhnya menggeliat sedikit, merasakan udara dingin di sekitarnya. Matanya menatap Mario dengan penuh kepercayaan, sementara tubuhnya bergetar ringan.
Mario tersenyum hangat, matanya penuh kasih sayang. "Jangan khawatir, baby," bisiknya, suaranya rendah dan menenangkan, "Aku akan menghangatkanmu."
Tangan Mario mulai menjelajahi setiap inchi tubuh Renaya, hingga akhirnya dia menemukan titik inti itu, menyentuhnya perlahan, membuat Renaya mendesah panjang, Mario tersenyum puas.
“Daddy lanjutkan…” rengek Renaya lagi.
“Lanjutkan? Dengan apa? Tangan atau bibir?” tanya Mario.
Belum juga Renaya menjawab, Mario sudah mendekatkan wajahnya pada bagian inti wanita itu, mengangkangkan kedua kakinya hingga lidahnya bisa bergerak bebas di bawah sana. Setiap sentuhan lidah Mario menghasilkan gelombang listrik yang tinggi bagi Renaya. Mario selalu saja tidak pernah tidak bermain lama jika sudah di bawah sana, bahkan sampai Renaya memohon ampun pun Mario tidak mengehentikannya.
“Dad!” teriak Renaya untuk terakhir kalinya, saat dia mengalami puncak arus bawah yang begitu dasyat menyemburkan kenikmatan.
Mario kemudian duduk dan tersenyum, kemudian merangkak ke sebelah Renaya dan menciuminya, “Sekarang kamu puaskan Daddy, Baby,” bisiknya.
Renaya hanya mengangguk lemah, tangannya sudah mendapatkan apa yang akan dia buat nikmat dari kekasihnya.
“Ah! Ren, kamu selalu saja seperti itu,” kata Mario sambil mendesah panjang.
“Daddy yang minta kan?” goda Renaya sambil tersenyum.
“Sayang, jangan pernah tinggalkan aku,” kata Mario sambil menciumi Renaya.
Renaya kemudian bangkit dan mulai mencari titik kenikmatan sang kekasih, di bawah sana, Renaya balik memberikan kenikmatan pada Mario dengan jilatan-jilatan lembutnya.
“Ah! Ren!” teriak Mario.
jadi wajib baca dan masuk rak.