Arya, seorang pria yang memiliki istri yang sangat cantik dan juga memiliki seorang putera yang masih balita harus menelan pil pahit saat mengetahui sang istri dijodohkan oleh keluarganya dengan pria kaya raya.
Hal yang menyakitkannya, sang istri menerima perjodohan itu dan berniat melangsungkan pernikahan meskipun mereka belum sah bercerai.
Semua itu karena Arya dianggap pria miskin dan tak layak mendampingi Tafasya yang cantik dan memiliki body sempurna.
Bagaimana kisah selanjutnya, maka ikuti novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KSYT-7
Pagi menjelang. Arya sudah tak lagi dirumah. Ia berada dipasar untuk menggilingkan daging bakso dagangannya dan juga bahan pokok lainny.
Tafasya terbangun dari tidurnya. Ia menggeliatkan tubuhnya dan melihat jika sudah berada diatas ranjang dan kamarnya sendiri.
Ia mencoba mengingat jika dirinya seharian melayani pria paruh baya itu, dan pulang dalam kondisi lemah, tetapi kini sudah berada diatas ranjang bersama Rayan sudah rapih dengan pakaian sekolahnya.
"Bu, kemana saja seharian, dan tidak jemput Rayan ke sekolah," cecar sang bocah imut itu dengan wajah cemberut.
Tafasya melirik puteranya. "Kamu cerewet banget. Siapa yang ngajarin-hah! Ayahmu?" sergahnya dengan wajah ketus.
"Ibu jahat, ibu tidak sayang ayah dan Rayan!" protesnya, lalu beranjak dari ranjang menuju ruang tengah dengan rasa sakit dihatinya mendapatkan hardikan sang ibu.
"Siapa suruh ayahmu kere, coba kalau kaya, ibu gak akan keluyuran begini," kilahnya untuk membela diri. Ia bahkan tak perduli jika puteranya saat ini sangat begitu sakit hati.
Seketika ia teringat akan ponselnya. Ya, uang dua puluh juta yang dikirim oleh om Bondan yang diberi untuk jasa layanan diranjang hanya dalam sehari saja.
Ia bergegas turun dari ranjang dan mencari ponselnya yang ia simpan didalam tas sandangnya.
Ia tau jika Arya tak akan pernah memeriksa barang pribadinya, baik itu ponsel ataupun dompetnya, sebab sang suami tak begitu kepo pada dirinya, ia terlalu tulus atau bego, sehingga berbuat seperti itu.
Mendapatkan tasnya ada disofa, ia bergegas memeriksanya, dan melihat notif masuk kedalam pesan WA jika Om Bondan mengiriminya uang lagi sebagai ganti motor yang dijanjikan dan tidak sempat mereka beli.
Seketika wajah Tafasya sumringah dan ia merasakan jika menjadi istri Om Bondan, maka ia akan bergelimang harta.
Wanita itu meletakkan ponselnya, sesat ia melihat sebuah motor matic gede terparkir disudut rumah. Ia mengerutkan keningnya, tentu saja itu bukan dari Om Bondan, sebab pria itu sudah menggantinya dengan uang yang dikirim ke rekeningnya.
“Rayan, itu motor siapa?” tanyanya pada sang bocah yang saat ini sedang duduk disofa dengan raut wajah kesal.
Ia masih belum terima akan hardikan ibunya barusan.
“Rayan, kamu tuli, ya. Ibu tanya itu motor siapa!” wanita itu kembali bertanya dengan rasa jengkel.
“Motor untuk kamu, seperti janjiku semalam,” sahut Arya dari teras. Ia membawa adonan bakso dalam jumlah cukup banyak, sebab akhir-akhir ini dagangannya sangat laris.
Tafasya mencibir. Ia merasa jika Arya hanya berbual saja. “Cih, paling juga kredit. Kamu mana bisa beli cash, kamu itu kan kere!” Sahut.Tafasya mencoba merendahkan kemampuan suaminya.
Arya tersenyum datar, lalu membawa masuk adonan bakso. “Ya sudah, anterin Rayan ke sekolah, ya. Takutnya nanti terlambat, kan sudah ada motor baru,” Arya mencoba tidak menggubris ucapan sang istri, baginya tak ada waktu untuk berdebat.
“Kamu saja yang anterin. Aku malu dilihat tetangga, jika saja bulan depan motor ini ditarik dealer karena kamu gak sanggup bayar angsurannya,” jawab Tafasya yang melenggang pergi ke dapur tanpa memperdulikan perintah suaminya.
“Aku sudah berusaha memberikan apapun yang kau minta, tidakkah kau menghargainya sedikit saja,” Arya masih merendahkan suaranya.
“Heleeh, baru motor kredit saja kau sudah bangga. Aku sudah tak menginginkan motor, tetapi aku ingin mobil dan rumah mewah!” Tafasya semakin meninggikan nada bicaranya.
Arya menatap sang istri dengan hati yang miris. “Beri aku waktu, sebentar lagi. Aku akan mewujudkan semua impianmu,” Arya mencoba meyakinkan sang istri dengan nada yang tulus dari hatinya.
Seketika Tafasya tertawa sinis. “A-apa? Waktu sedikit lagi! Enam tahun kita menjalani biduk rumah tangga, dan itu bukan waktu yang sebentar, apa aku harus menunggu seumur hidupku hingga menjadi tua renta, baru kamu mewujudkannya? Itupun aku tidak yakin jika kamu hanya seorang penjual bakso pentol!” Tafasya merasa puas mengungkapkan unek-uneknya yang terpendam selama ini.
Ia sudah memutuskan untuk berpisah dengan sang suami, ia akan memilih menjadi istri dari Om Bondan, meskipun paruh baya, tetapi kaya raya.
“Aku mau kita bercerai, dan siapkan semua berkasnya!” Tafasya tampak bersungguh dengan ucapannya.
“Mengapa kau ingin kita bercerai? Aku tak pernah menelantarkanmu, semua kebutuhanmu aku penuhi, dan kau tidak terlunta dijalanan, bahkan aku masih sanggup membayar semua paket yang kau pesan hampir setiap hari datang,” Arya masih berusaha menahan gejolak didadanya.
Tafasya kembali mencibir. Ia semakin muak dengan segala jawaban yang dilontarkan oleh suaminya. “Sudah ku bilang aku bosan denganmu, aku ingin mendapatkan suami yang lebih kaya, apa kau tuli dan bego? Atau juga mungkin kau tak dapat menemukan wanita yang cantik sepertiku, sebab kau hanya lelaki miskin!” hinaan kembali ia lontarkan tanpa memikirkan jika semua perkataannya dapat menggoreskan luka dihati pria yang kini sudah menjadi pendamping hidupnya.
“Apakah kau tak memikirkan bagaimana perasaan Rayan jika kita bercerai, maka Rayan yang menjadi korban keegoisan kita. Tolong jangan pernah mengatakan hal itu lagi,” Arya berharap sang istri sadar akan ucapannya yang salah dan berharap itu hanya emosi sesaat saja.
“Aku tak perduli! Rayan bisa memilih ingin ikut denganku atau denganmu, dan aku berharap ia ikut denganmu, sebab aku tidak ingin terbebani untuk mendapatkan kebebasan,” wanita itu semakin berani dan lancang dalam berbicara.
Seketika Arya tersentak kaget. Ia berharap jika sang istri berlembut hati, dan semua itu akan reda kembali ketika hati sudah merasa tenang.
Ia menghela nafasnya dengan berat. Hari masih pagi, haruskah mereka bertengkar lagi?
Ia memilih mengalah dan tak ingin berdebat, apalagi dihadapan putera mereka yang terus menatap takut akan pertengkaran yang terjadi..
Pria itu meletakkan adonan bakso didapur dan mengganti pakaiannya yang kotor karena baru pulang berbelanja dari pasar. Rambut panjangnya ia ikat dan dan mengenakan sebuah topi.
Tafasya yang tanpa sengaja melihatnya sedikit tertegun, sebab pagi ini sang suami terlihat sangat tampan dimatanya. Akan tetapi ia dengan cepat membuang segala fikirannya tentang sang suami, sebab baginya buat apa tampan jika hidup terus dalam kemelaratan. Karena untuk menjadi glowing itu sangat mahal.
Arya mengendarai sepeda motor barunya dan membonceng Rayan untuk segera berangkat ke sekolah, sebab peraturan sekolah yang begitu ketat, karena itu sekolah elite.
Sepeninggalan sang suami, Tafasya bergegas membersihkan diri. Ia berdandan dengan sangat cantik. Siang ini Om Bondan ingin mengajaknya makan direstauran mahal.
Sesaat perutnya terasa keroncongan. Sebab ia belum makan sejak malam tadi. Dimana pria itu menggarapnya tanpa henti dan melupakan makan malam.
Ia melihat tudung saji. Lalu membukanya. Terlihat telur dadar, ayam goreng sambal, dan juga nasi goreng yang sudah dingin, sepertinya sang suami memasaknya malam tadi, dan disajikan khusus untuknya.
Akan tetapi, jika hati telah mati rasa, maka sebesar apapun kebaikan yang dibuat, maka tidak akan terlihat dimata seorang pembenci, ia terlanjur membunuh perasaan cintanya.
Ia menyantap sarapan pagi ini dengan sambal ayam goreng, dan setelah selesai sarapan, bahkan ia tak sempat membersihkan sisa piring kotornya.
“Assalammualaikum,” terdengar suara Nita dari depan pintu.
“Waalaikumsalam,” jawab Tafasya dari dalam rumah.
“Fasya, buruan, orang bank keliling sudah datang ingin survei dirumah mbak Lisa” ucap Nita memberitahu.
Tafasya bergegas menemui wanita itu, dan terlihat seyum sumringah menghiasi bibirnya.
“Aku udah siap, kok,” jawabnya dengan riang.
“Cantik banget, mau kemana?” Nita memperhatikan penampilan tetangganya yang terlihat berlebihan pagi ini.
“Mau tau aja. Mana petugas bank-nya?” ia tampak celingukan ke depan pintu dan tak menggubris lirikan Nita padanya.
“Udah dijalan, bentar lagi sampai,” jawab Nita yang mengerutkan keningnya dengan perubahan penampilan wanita itu.
Tak berselang lama, petugas bank datang dan mulai mesurvei dirumah Lisa.
Untuk mengelabui petugas, ia membantu Lisa berbohong dengan mengatakan jika uang itu untuk modal usaha dagang bakso pentol didepan rumah.
Ia bahkan mengangkat adonan bakso yang ada didapur kerumah Lisa demi meyakinkan petugas survei.
Setelah semua selesai, Tafasya kembali kerumah dengan membawa adonan bakso. Lalu ia memasuki kamar untuk bermain ponsel.
Terdengar suara mesin motor Arya yang telah memasuki halaman rumah kontrakan. Ia mengintai dari tirai jendela. Setelah memastikan sang suami memasuki dapur dan sedang sibuk mengolah bakso, ia mengendap keluar dari kamar, lalu mengambil kunci motor yang tergeletak diatas meja, dan mendorong motor hingga jauh, lalu pergi dengan cepat.
Ia tak ingin melewati kesempatan untuk dapat mengeruk harta Om Bondan sang pria perusak rumah tangganya. Bahkan reunian yang hampir semakin dekat, ia harus sudah berpisah dengan Arya, karena ia ingin hadir diacara reunian dengan mobil mewah, bukan dengan motor matic, meskipun gede tapi tidak keren baginya.
atau udah g punya malu?
G MALU APA BILANG PERNAH.
KALAU PERNAH KAN SEKARANG UDAH GAK LAGI🤣🤣🤣🤣
dah g usah ditanggepin ar, tinggal pergi aja🏃♂️🏃♂️🏃♂️
DISINILAH LETAK DIMNA AKU GAK BEGITU SUKA DENGAN CERITA DRAMA KELUARGA.
KOMEN KU BERASA KAYAK EMAK EMAK KOMPLEK BLOK 69🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
SAYANG...
seribu kali SAYANG🤣