[𝐄𝐥𝐝𝐡𝐨𝐫𝐚 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬#𝟏]
ON GOING!!!
Percayakah kalian dengan sesuatu yang berbau sihir?. Di Eldhora itu sudah menjadi hal yang lumrah. Namun tak hanya karena penyihirnya, ada keluarga bangsawan, ksatria, dan roh yang diberi kesempatan kedua menjadi satu dalam tempat ini
Alarice Academy. Sebuah sekolah yang menjadi tempat impian semua warga Eldhora. Cerita ini tentang Esther, seorang bangsawan yang memiliki takdir luar biasa
Bersama dengan anak-anak dari asrama lain, mereka diberi tugas untuk menyelesaikan apa yang belum terselesaikan di masa lalu
Apakah mereka mampu mengalahkan kegelapan yang telah lama terkunci, ataukah nasib Eldhora akan terjebak dalam lingkaran tak berujung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FILIA_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 14
...𝚂𝚃𝙾𝚁𝚈 𝙱𝚈 @𝙴𝙲𝙻𝙸𝙿𝚂𝚅𝙴𝙽𝚄𝙴...
...•...
...*•.¸♡ HAPPY READING ♡¸.•*...
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Esther termenung menatap sebuah foto besar di dinding koridor istana, seorang wanita berambut putih namun memegang pedang dan perisai besi
"Dia terlihat luar biasa bukan?" Esther mengangguk hingga dia tersadar suara siapa itu
Caroline terkekeh melihat wajah terkejut putrinya
"Ibunda, tak baik mengagetkan orang begitu."
"Alah kamunya saja yang kagetan." Caroline menyenggol. Esther menggeleng
Mereka kembali menatap foto besar itu seperti tidak bosan-bosannya
"Nenekmu adalah orang luar biasa yang mendedikasikan dirinya untuk negri ini." Esther diam
"Tapi dia ingin menjadi ksatria. Bukannya ksatria dan bangsawan tidak bisa disatukan?"
"Kalau begitu apa yang ada di depan kita ini?" Esther tertegun
Hazeluna Genevieve, ratu pertama dalam generasi Genevieve karena kecintaannya pada Eldhora sekaligus ibu terbaik untuk Caroline
"Apa kau tau?. Sewaktu ibu kecil, dongeng-dongeng yang diceritakan penyair berbeda dengan sekarang yang kebanyakan bercerita tentang pangeran dan putri kerajaan.*
"Hm?. Lalu apa?"
"Para pahlawan. Nenekmu setiap malam menceritakan kisah legenda yang membuat Eldhora ini kembali mendapat cahaya. Hahh, ibu bahkan masih ingat suaranya saat ini."
Esther tersenyum. Caroline memeluk lengan putrinya kemudian mereka berdua pergi menuju kebun istana dimana disana ada Ophelia yang tengah membaca buku
"Ibunda…"
"Ah apa kami mengganggu belajarmu nak?" Ophelia melirik Esther dan menggeleng
"Kalau begitu maukah kau menutup bukumu sebentar dan minum teh bersama ibu?"
Ophelia tertegun. Mereka bertiga kemudian menuju balkon kebun dimana para pelayan sudah menyiapkan teh disana
"Oh disana kalian rupanya!. Cepat duduk nanti tehnya dingin lho!" seru Deandra. Rupanya ketiga putri sulung sudah berada disana
Esther mencoba teh akar bunga itu dan tertegun karena rasanya luar biasa, berbanding terbalik dengan penampilannya
"Ahh, rasanya sangat senang minum teh bersama putri-putri ibu. Apa kalian ingat kita pernah melakukannya sekali, sebelum Ophelia masuk ke akademi?" Yang lain mengangguk kecuali Ophelia yang tak berniat bicara
"Ibunda, apa ada sesuatu yang mengganggu hatimu?. Tidak apa-apa, katakan saja. Kami ini putrimu." Seline menggenggam tangan ibunya
Caroline menatap wajah kelima putrinya yang tersenyum
"Ibu … selalu mengkhawatirkan kalian. Terlebih ketika Seline memilih menikah dengan pangeran negri sebelah meninggalkan takhta kerajaan. Isabella yang menolak menikah. Deandra yang bekerja jauh dan bisa dibilang berbahaya. Ophelia harus belajar keras diantara anak-anak yang lebih pintar darinya. Dan yang baru ini, tentang Esther yang menjadi salah satu Pahlawan Terpilih padahal baru sebulan di akademi."
Semuanya saling tatap dengan wajah sendu. Terlebih kedua bungsu. Esther mengulurkan tangannya dan disambut oleh Ophelia, disaat melihat sang ibu yang bersedih rasa gengsi dan amarah pun akan menghilang
"Tapi kalian bisa bertahan sampai saat ini saja sudah membuat ibu senang, terimakasih karena sudah mau berjuang ya, putri-putri ku." Caroline mengangkat wajahnya yang berurai air mata
"Ibunda!"
Para pelayan melihat itu dari pintu masuk dan tersenyum haru
"Hehe maaf ya ibu jadi berlebihan begini. Sebenarnya ada yang mau ibu bahas selain itu."
"Apa itu ibunda?" tanya Ophelia. Caroline berdiri dan berjalan ke arah ujung balkon
"…Soal takhta. Kalian tau kami ini sudah tua, kami tak bisa selamanya berada di singgasana. Di Eldhora, seorang pangeran diwajibkan memimpin kerajaan setelah ayahnya, mau itu anak pertama atau kedua. Tapi karena kalian semua perempuan, maka siapapun bisa menjadi ratu. Seperti nenek kalian."
Esther tertegun. Ketiga sulung saling berdiskusi, sementara Ophelia menyadari Esther yang terdiam
"Ibunda!" seru Ophelia menarik perhatian mereka, termasuk Esther
"Ophelia kau masih sangat muda," celetuk Isabella
"Aku juga tak mau merepotkan diriku. Tapi sepertinya aku tau siapa yang tepat."
"Siapa?" tanya Esther tapi kemudian terdiam saat mereka semua menatap dirinya
"H-he?!"
...Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ...
Di akademi saat ini para guru disana rata-rata tidak pulang ke rumah masing-masing saat akhir pekan karena tugas membludak
Seperti Valent saat ini, bukan hanya menjadi pemimpin asrama Roylt, mengemban pekerjaan sebagai wakil kepala pemimpin akademi juga berat. Alasannya karena Antonious tidak mau repot-repot mengerjakan lembaran permintaan orang tua murid dan melimpahkannya pada Valent sang asisten
"Argh tidak tau ah tanganku pegal!" keluhnya
Valent melempar pena bulu itu dan beranjak dari kursinya untuk mengambil minuman, dia menengok ke jendela dimana para murid tengah sibuk dijemput oleh keluarga mereka dan matanya bertatapan dengan Esther
"Esther?"
"Ah aku datang!"
"Yahh, aku sampai lupa dia juga seorang bangsawan," gumam Valent
"IYAKAN?!" Valent menyemburkan minumannya sangking terkejut
Adrian tertawa melihat itu tapi setelah mendapat tatapan gelap Valent dia dengan cepat memberikan sapu tangan
"Ehehe maaf sobat."
"Sedang apa kau di ruanganku?" tanya Valent
"Hm?. Hanya jalan-jalan. Hahh, aku tau sih dari dulu ada saja kejadian aneh di akademi, tapi yang kali ini berbeda kan?. Oh ya para guru penyihir dari Novare dan juga para ilmuwan dari Alkemis berhasil mengautopsi tubuh gadis itu," kata Adrian
"Lalu hasilnya?"
Tokk Tokk
"Nah ayo kita bertanya langsung." Adrian membuka pintu dan menyambut pria dengan rambut sedikit panjang dan mata zamrud nya yang sangat ikonik
Valent langsung menampilkan wajah tak sukanya, tapi saat ini ada yang lebih penting
"Bicaralah," ucap Valent. Sementara Adrian membuatkan minuman
"Kami mendapat hasil autopsi nya pagi tadi. Gadis itu bernama Sofie Aridalle, murid angkatan keempat dari Roylt. Dia … kehilangan seluruh darah di tubuhnya, tanpa adanya bekas serangan atau bekas percobaan bunuh diri."
Kedua pria itu terdiam
"Kalau begitu, bagaimana caranya dia mati?" sarkas Valent. Marvel diam
"Ada apa?. Kenapa kau tiba-tiba diam?" ucap Adrian tak sabaran
"Ada kemungkinan … karena sihir terlarang."
...Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ...
Rapat akademi diadakan hari itu juga seraya memanfaatkan waktu dimana para murid sedang tak berada di akademi. Selama delapan tahun ketika Antonious memimpin akademi baru kali ini ada kasus yang benar-benar diluar nalar
Antonious dan kelima pemimpin asrama tahu alasannya. Karena kembalinya sang kegelapan
"Molly!" Sang empunya nama menengok pada kedua temannya yang datang disusul Marvel di belakang
"Kenapa?"
"Kau bilang kemarin kalau Esther dan keempat temannya yang juga merupakan Pahlawan Terpilih menemukan Hexalite, lalu dimana batu itu sekarang?!" sentak Adrian mengejutkan Molly
"Ah aku menguburnya lagi, kenapa?"
"Tunjukkan jalannya." Molly mengangguk kemudian membawa mereka ke taman belakang akademi
Tapi yang membuat mereka terkejut ialah tanah disana sudah digali dan Molly tak dapat menemukan gulungan kain Hexalite yang ia kubur disana
"T-tak mungkin, secepat ini?!" seru Molly
"Bukan." Semuanya menengok pada Marvel dan terkejut saat pupil mata zamrud nya berubah menjadi bentuk bulan sabit
"Disana." Marvel menunjuk asrama Roylt. Valent dengan cepat berlari menuju gedung asrama disusul kedua temannya
Sementara Marvel hanya diam karena yang menarik perhatiannya adalah Gunther yang kini duduk diatas menara bel akademi
"Nah~ mari coba kita lihat kekuatan para Pahlawan Terpilih."
...T͇O͇ ͇B͇E͇ ͇C͇O͇N͇T͇I͇N͇U͇E͇>͇>͇>͇...