Anggista Anggraini, yang lebih akrab di sapa dengan nama Gista, mencoba menghubungi sahabatnya Renata Setiawan untuk meminjam uang ketika rentenir datang ke rumahnya. Menagih hutang sang ayah sebesar 150 juta rupiah. Namun, ketika ia mengetahui sahabatnya sedang ada masalah rumah tangga, Gista mengurungkan niatnya. Ia terpaksa menemui sang atasan, Dirgantara Wijaya sebagai pilihan terakhirnya. Tidak ada pilihan lain. Gadis berusia 22 tahun itu pun terjebak dengan pria berstatus duda yang merupakan adik ipar dari sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. 50 Juta, Untuk Uang Jajan?
Gista memutuskan untuk tidak pergi kuliah hari ini. Tubuhnya terasa sangat lelah. Dan lagi, ada banyak tanda merah di leher hingga dagu yang tak mungkin bisa ia tutupi. Tentu saja semua itu hasil karya Dirga semalam.
Dirga sepertinya sudah lama tidak melakukan hubungan badan. Atau mungkin pria itu memang seorang yang man-iak? Apa mungkin pengaruh obat perang-sang sekuat itu?
Banyak pertanyaan terlintas dalam benak Gista. Bagaimana pun, ini adalah pengalaman pertama gadis itu. Dan Dirga memperlakukan dengan sangat menggebu, hingga ia kehabisan tenaga.
“Lebih baik aku membereskan kamar pak Dirga.” Gadis itu beranjak dari dalam kamar yang terletak di lantai satu apartemen itu.
Seperti perintah Dirga kemarin. Gista bisa menggunakan kamar itu untuk beristirahat.
Gadis itu hanya memakai jubah mandi saat ini, karena pakaian yang ia gunakan kemarin sedang berada di dalam mesin cuci. Agar bisa di gunakan lagi siang nanti.
Dengan berjalan tertatih— karena masih terasa perih di pangkal pahanya, Gista menapaki anak tangga sembari membawa alat kebersihan.
Ia harus tetap ingat dengan tugasnya di apartemen mewah itu. Menjadi seorang asisten rumah tangga demi membayar hutang pada Dirga.
Pipi Gista bersemu merah ketika melihat noda bercak darah yang telah mengering di atas sprei berwarna putih, yang terpasang pada ranjang di kamar Dirga.
Dengan cepat gadis itu melepas dan mengganti kain pelapis tempat tidur itu, dan mengganti dengan yang baru.
“Jangan sampai pak Dirga melihatnya.” Gumam Gista sembari memasukkan sprei kotor ke dalam keranjang cucian.
Ia yakin Dirga tidak melihatnya karena pria itu bangun tidur lebih dulu.
Hampir setengah hari Gista selesai membersihkan apartemen mewah itu. Ia berhenti karena merasa sangat lapar.
“Aku bahkan tidak sarapan.” Ucapnya sembari mengeluarkan pakaiannya dari mesin cuci. Kemudian memasukkan sprei kotor ke dalamnya.
Gadis yang sudah tidak gadis lagi itu, kemudian pergi ke dapur untuk mencari makanan.
Gista menganga melihat persediaan bahan makanan mentah di dalam lemari pendingin dengan empat pintu itu.
“Selama ini yang aku tau cuma kulkas dengan dua pintu.” Ucap Gista dengan kagum.
Ia kemudian mengambil daging ayam, dan sayuran. Gista akan membuat sup ayam. Sembari memasak, gadis itu juga menanak nasi.
Tidak berniat untuk lancang, namun Gista yakin Dirga akan mengijinkan. Jangankan untuk makan, pria itu bahkan menyuruhnya untuk tinggal di apartemen ini.
Sembari menunggu makanannya matang, Gista pun mengirim pesan pada Dirga. Merasa tidak enak hati karena sudah berbuat semaunya.
“Pak Dirga, saya ijin membuat makan siang.”
Tak lupa gadis itu mengambil gambar sup yang masih di dalam wajan. Lalu mengirimnya pada nomor ponsel Dirga.
Hingga makanan itu siap, tak ada pesan balasan yang di kirim oleh Dirga. Gista tak mau ambil pusing. Ia pun segera mengisi perutnya.
“Sarapan sekaligus makan siang.” Ucap gadis itu pada suapan pertama.
Ia pun menikmati makanannya dengan lahap.
Selesai makan, Gista mencuci segala perabotan yang ia gunakan di dapur. Karena waktu masih cukup siang, gadis itu memutuskan untuk beristirahat di atas sofa ruang tamu.
“Berapa nomor rekening kamu?”
Gista membaca pesan masuk yang di kirim Dirga padanya.
Perlahan ia menjatuhkan bobot tubuhnya di atas sofa sembari membalas pesan pria itu.
“Sepuluh digit, pak.” Balasnya.
Dan ponsel Gista pun berdering kencang. Dirga menghubunginya. Membuat dahi gadis itu berkerut halus.
“Ada yang bisa saya bantu, pak—
“Saya serius Anggista. Kirim nomor rekening kamu pada saya sekarang.”
Suara Dirga terdengar tegas dan tak terbantah. Belum sempat Gista menjawab, panggilan itu telah terputus sepihak.
“Huh.” Gista menghela nafas kasar. Gadis itu kemudian membuka aplikasi catatan pada ponselnya. Menyalin nomor rekening yang ia simpan disana lalu mengirimnya pada Dirga.
Beberapa saat kemudian ia menerima sebuah pesan notifikasi dari aplikasi m-banking.
Mata Gista terbelalak melihat nominal angka yang Dirga kirim padanya. Di susul dengan sebuah pesan yang pria itu kirim secara pribadi.
“Gunakan untuk membeli segala kebutuhanmu. Pakaian, sepatu, makanan. Apapun itu.”
“Lima puluh juta, untuk uang jajan?” Ucap Gista tak percaya.
Gadis itu bergegas menghubungi Dirga. Namun sayangnya, nomor ponsel pria itu tidak aktif.
\~\~\~
Kantor Wijaya Group.
Sembari menunggu kedatangan klien, Dirga menyempatkan diri untuk memeriksa keadaan apartemen melalui kamera pengawas yang terhubung pada ponselnya.
Ya.
Kamar pribadi dan seluruh ruang di apartemen itu di lengkapi dengan kamera pengawas yang terhubung langsung pada ponsel Dirga. Karena itu, ia tidak pernah khawatir jika memanggil orang untuk membersihkan tempat tinggalnya.
Begitu pula setelah kehadiran Gista. Dirga juga selalu rutin memeriksanya.
“Tidak untuk saat ini.” Ucap pria itu ketika teringat kembali dengan kejadian semalam bersama Gista.
Ia bisa saja kembali menggila. Jika memutar rekaman semalam, yang telah tersimpan di aplikasi ponselnya.
Dirga memilih memutar rekaman yang sedang berlangsung saat ini. Namun, pilihannya ternyata tidak tepat. Ia melihat Gista sedang membersihkan kamarnya hanya dengan memakai jubah mandi.
Pria itu pun seketika menjadi panas dingin.
“Gadis itu benar-benar pemberani.” Geramnya.
Dirga kemudian menutup rekaman itu. Lalu mengirim pesan pada Gista.
Pria itu kembali menggerutu, ketika Gista menanggapi pesan yang ia kirim dengan bercanda. Dan Dirga pun memilih berbicara secara langsung.
Ia kemudian mentransfer sejumlah uang untuk gadis itu.
“Bukankah sudah menjadi kewajibanku memberi dia uang jajan?” Ucap Dirga yang kemudian mematikan ponselnya.
“Awas saja jika saat saya pulang nanti kamu masih menggunakan jubah mandi itu, Anggista. Akan saya pastikan kamu tidak bisa turun dari tempat tidur.” Pria itu kemudian bangkit, lalu keluar dari ruang kerjanya.
Dan benar saja. Ketika Dirga pulang ke apartemen pukul enam sore, ia mendapati Gista sedang tidur meringkuk di atas sofa ruang tamu dengan masih menggunakan jubah mandinya.
“Astaga. Gadis ini benar-benar keterlaluan.” Gumamnya.
Dirga perlahan mendekati sofa. Menghela nafas pelan ketika melihat wajah lelah Gista. Gadis itu, telah di gempur habis-habiskan olehnya semalam. Dan hari ini, ia sibuk membersihkan apartemen.
Sudah pasti sangat menguras energinya.
Gista memang gadis yang baik menurut Dirga. Meski pria itu sudah menjadikan dirinya simpanan, namun Gista tetap membersihkan apartemen seperti janjinya.
“Bangun, Anggista.” Dirga menepuk pelan lengan gadis itu.
“Anggista.” Ulangnya sekali lagi.
Dan Gista pun perlahan membuka matanya.
“Astaga. P-pak Dirga.” Gadis itu melompat turun dari atas sofa. Kemudian berdiri sembari menundukkan kepalanya.
“M-maaf, pak. Saya ketiduran.” Cicitnya pelan.
“Apa kamu sengaja ingin menggoda, saya?” Tanya pria dewasa itu sembari menjatuhkan bokongnya di atas sofa yang tadi di tempati oleh Gista.
Dahi gadis itu berkerut halus ketika mendengar pertanyaan sang atasan.
“Apa maksud pak Dirga?” Tanyanya tidak mengerti.
Dirga mencebik. Kemudian menunjuk jubah mandi yang di gunakan oleh gadis itu.
Pandangan Gista menunduk ke arah yang di tunjuk oleh Dirga. Seketika mata gadis itu membola sempurna. Dengan cepat tangannya bergerak menutupi tubuh bagian depan yang terbuka.
‘Kenapa aku ceroboh sekali?’ Jerit batin Gista.
...****************...