Hidupku hancur, setelah pernikahan keduaku diketahui oleh istriku, aku sengaja melakukan hal itu, karena aku masih mencintainya. Harta yang selama ini kukumpulkan selama 10 tahun. Lanhsunh diambil oleh istriku tanpa tersisa satu pun. Lebih parahnya lagi, aku dilarang menafkahi istri siri dan juga anak tiriku menggunakan harta bersama. Akibatnya, aku kembali hidup miskin setelah mendapatkan karma bertubi-tubi. Kini aku selalu hidup dengan semua kehancuran karena ulahku sendiri, andai waktu bisa ku ulang. Aku tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal untuk pernikahanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4 SIKAP SISKA BERUBAH DINGIN
Paginya aku kembali pulang ke rumah. Entah kenapa aku ingin sekali bertemu dengan Siska. Rasanya ingin sekali memeluk tubuhnya dan mengatakan maaf karena aku sudah terlalu abai dengannya.
Saat sudah tujuan, rumah terasa sangat sepi. Aku juga sudah mengucapkan salam sebelum masuk, tapi tidak ada jawaban.
"Siska ke mana ya? Kok rumah jadi sepi begini" batinku, saat kaki ini melangkah masuk ke dalam, aku melihat Siska dan Angga turun dari lantai atas.
“Loh, kamu mau ke mana sama Angga?” tanyaku heran heran melihat anak dan istrinya sudah rapi.
“Kita berdua mau pergi dulu, Mas.”
“Ke mana?”
“Ke mana saja asalkan Angga senang. Karena dia sudah lama tidak pernah pergi keluar rumah untuk bersenang-senang.”
“Tapi aku baru sampai rumah. Masa kalian berdua pergi sih!" Aku sedikit tidak terima jika anak dan istriku pergi tanpaku.
“Memangnya kenapa kalau kamu ada di rumah ada masalah? Biasanya kamu baru pulang ke rumah akhir pekan. Tumben sudah pulang sebelum akhir pekan"
"Memangnya aku enggak boleh kalau pulang lebih cepat? Biasanya kamu selalu menyuruhku pulang lebih cepat. Giliran aku pulang cepat, tapi sikap kamu begitu"
"Lagi pula siapa yang menyuruhmu untuk pulang lebih cepat? Aku juga enggak minta kok."
“Kamu kok gitu sih ngomongnya. Aku baru pulang dari restoran, loh. Seharusnya kamu bersikap menjadi istri yang baik untuk mengurus semua keperluanku. Aku melakukan semua ini kan untuk kalian berdua.”
“Yakin kamu melakukan semua ini untuk kita berdua?”
“Maksud kamu? Kok nada bicaramu seakan-akan kamu enggan percaya dengan ucapan aku barusan.”
“Siapa tahu kan kamu diam-diam melakukan semua ini untuk seseorang.” Wajahku sedikit tercengang. Kenapa dia bisa berbicara seperti itu padaku.
“Ayo, Mah. Kia berangkat, nanti acaranya keburu dimulai,” ajak Angga yang sudah tidak sabar.
Ia terus saja menarik tangan mamahnya.
“Ayo kita berangkat." Siska dan Angga langsung melewatiku begitu saja. Aku seperti tidak dianggap ada oleh mereka berdua.
“Tunggu dulu, kalian berdua enggak mau ajak ayah untuk pergi bersama kalian? Biasanya kita bertiga kan suka keluar bersama.”
“Untuk saat ini aku lagi mau sama Mamah, lagi pula ayah kan selalu sibuk dengan urusan Resto, jadi buat apa ikut dengan kita berdua, lebih baik ayah urus saja urusan Resto ketimbang memikirkan kita berdua.” Perkataan Angga mampu membuat ulu hatiku tersentil. Walaupun perkataan dia terdengar biasa saja, namun aku merasa tersindir, sebenarnya aku merasa bahwa diriku memang kurang perhatian terhadap anaku sendiri, tapi mau bagaimana lagi. aku merasa seperti tidak bersalah atas sikapku. Mungkin anakku saja yang terlalu terbawa perasaan.
“Kamu kok bilang begitu sih sama ayah? Kamu marah ya sama ayah.” Angga tidak menanggapi ucapanku, ia langsung menarik tangan Siska untuk segera pergi, ia juga tidak ingin melihat wajah ayahnya saat ini melihat. Respons yang diperlihatkan anakku mampu membuat kecewa.
“Ayo kita pergi, Mah. Aku lagi enggak mau melihat wajah ayah, ” lanjutnya, sebelum Siska melangkah keluar rumah, ia sempat menatap wajahku, kupikir ia akan mengajakku pergi bersama, tapi dugaanku salah. Ia seperti tidak peduli padaku. Biasanya ia akan membujuk Angga jika dia marah padaku. Tap tidak kali ini.
“Lihat lah, Mas. Baru segini saja kamu sudah merasa sedih. Bagaimana kalau suatu saat anakmu tidak peduli lagi denganmu,” ujar Siska.
...****************...
“Hari ini aku akan pulang ke rumah setiap hari, kalaupun menginap di resto. Hanya dua kali dalam seminggu” ujarku pada Siska, kebetulan hari ini aku sedang duduk santai di ruang tamu sambil menonton film keluarga.
“Hoh.” Dahiku berkerut. Melihat respons dirinya. ku pikir jika aku pulang setiap hari seperti biasa. Maka dia akan senang, tapi kenapa responsnya di luar dugaanku ya, bahkan matanya terus fokus menatap ponsel. Padahal aku ada di sampingnya.
“Kok respons kamu begitu sih, kamu enggak senang ya, kalau setiap hari aku pulang ke rumah seperti biasanya?”
“Biasa saja kok. Kalaupun kamu memang ingin pulang setiap hari, ya sudah silakan saja, enggak ada yang melarang.”
“Kamu kenapa sih, kok kayak enggak senang gitu aku pulang setiap hari, kamu enggak suka ya aku ada di rumah ini? Padahal awal pertama aku menginap di resto. Kamu selalu mengirimku banyak pesan bahkan menghubungiku hingga puluhan kali dan merayuku untuk pulang lebih cepat. Tapi kenapa di saat aku ingin pulang setiap hari, responsmu seperti itu? Jujur saja aku sedikit kecewa dengan sikapmu."
“Kenapa kamu harus kecewa, Mas? Seharusnya kamu senang dong, aku sudah tidak lagi merengek memintamu untuk pulang lebih cepat." jawabnya cuek membuat hatiku sedikit sakit.
“Tapi sikap kamu menunjukkan kalau kamu enggak suka aku pulang setiap hari seperti biasanya.”
“Aku sih biasa saja. Mungkin aku mulai terbiasa Jika kamu sudah jarang di rumah , kalau kamu masih mau menginap di resto silakan, pulang setiap hari juga silakan, toh enggak ada yang melarang.” Siska kembali fokus bermain ponsel, ia tidak peduli lagi jika aku ada di rumah ini.
Aku langsung bangkit dari sofa dan menatapnya. "Sia-sia aku ngomong sama kamu kalau respon kamu seperti itu. Aku kira kamu aku senang jika aku pulang setiap hari, nyatanya aku salah." ujarku sekali lagi, berharap ia merasa bersalah terhadapku. Namun dugaanku kembali salah. ia malah fokus kembali dengan ponselnya.
Semenjak kejadian itu sikap Siska benar-benar berubah, yang awalnya lembut dan selalu perhatian terhadapku, sekarang terlihat sangat cuek dan dingi, setiap kali aku ingin mengajaknya jalan keluar. Siska selalu menolaknya dengan alasan sibuk mengurus rumah dan juga anaknya.
Bahkan istriku sudah jarang memasak makanan kesukaanku, membuat diri ini semakin frustrasi akan sikapnya.
“Akhir-akhir ini Siska Kenapa ya? Kok dia kayak berubah begitu. Apa jangan-jangan dia sudah tahu ya kalau aku sudah punya—“ Aku langsung menepis pikiran burukku, aku yakin istriku tidak akan tahu jika ia sudah menikah lagi di belakangnya.
kalaupun Siska tahu, ia pasti akan marah besar dan langsung Meminta cerai karena aku menikah kembali dengan mantan kekasihku dulu, tapi kuperhatikan ia seperti biasa saja. karena yang Kutahu, Siska paling anti yang namanya penghianatan. Itulah sebabnya aku menikah diam-diam. Jangan sampai dia tahu, karena aku belum siap bercerai dengan dia. Aku masih menginginkan dirinya untuk tetap menjadi pendamping ku selama-lamanya.
...****************...
“Mah, kita pindah ke kamar yuk.” Siska sempat merasa heran dengan anaknya. Namun matanya menatap ke arah lain. Ternyata ada suaminya menghampiri mereka berdua. “Aku lagi enggak mau lihat ayah, Mah.”
“Memang ada apa dengan ayah? Kamu enggak kangen sama ayah, dia baru bisa pulang sekarang loh, kan selama ini ayah selalu menginap di tempat kerja.” Angga menggeleng pelat, raut wajahnya terlihat ada kesedihan yang mendalam.
Dobel up, Thoor /Pray//Pray/