NovelToon NovelToon
Aku Lebih Pantas Untuknya

Aku Lebih Pantas Untuknya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Keluarga / Penyelamat / Kekasih misterius
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Tresna Agung Gumelar

Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.

Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.

Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.

Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.

Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.

Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Saat sore hari, Tama kini sedang berada di depan rumah Husna setelah memarkirkan mobil. Dia sempat sedikit ragu untuk masuk ke dalam rumah Husna, karena dalam hatinya masih ada perasaan takut jika bertemu dengan bapaknya Husna kembali.

"Bodo amat ah gimana nanti saja, tapi masa sih nggak di izinin." Gumam Tama pelan sambil berjalan mendekat ke arah pintu masuk.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu berbunyi sebanyak tiga kali.

"Assalamualaikum." Ucapan salam Tama terucap sambil menghela nafas mempersiapkan dirinya jika ada orang yang keluar dari balik pintu.

Setelah beberapa saat, pintu rumah terbuka dengan perlahan. Tanpa di duga yang membuka pintu adalah bapaknya Husna yang kaget melihat Tama hadir kembali di rumahnya.

Tama yang sudah tegang sebelumnya, perasaannya semakin risau wajahnya sedikit pucat tatkala melihat sosok wajah yang seperti masih menyimpan dendam ketika bapaknya Husna langsung menatap Tama begitu tajam.

"Mau apalagi kamu ke sini?" Ucap pak Kamal sedikit mengangkat dagunya ke atas dengan pandangan yang begitu menyeramkan seolah menantang Tama.

"Em ini pak ini saya mau?" Tama yang gelagapan menjadi gugup tak bisa bicara, padahal sebelumnya dia sudah menyiapkan kata-kata jika bertemu dengan bapaknya Husna kembali.

"Bapak, tunggu Pak! Jangan marah sama Tama, tunggu biar aku yang jelasin." Suara Husna terdengar dari arah dalam dan langsung berlari kemudian berada di tengah mereka berdua seolah melerai.

Pak Kamal yang kebingungan hanya terdiam mendengar suara anaknya untuk sedikit tenang.

"Gini pak, Tama itu mau jemput aku, dia mau ajak aku menjual beberapa lukisan yang aku buat. Nih aku udah bawa lukisannya." Husna menjelaskan kepada bapaknya sambil menunjukkan beberapa lukisan yang sudah dia gulung.

"Lukisan? Kamu mau jual kemana? Nggak usah bohong kamu! Nggak usah cari-cari alasan." Seolah tak percaya dengan perkataan anaknya, Pak Kamal pun bertanya dengan nada curiga.

"Benar Pak, Husna mau jual lukisan itu ke kantor orang tua saya, kebetulan kantor papa saya masih baru jadi butuh beberapa lukisan di kantornya untuk pajangan. Husna nggak bohong ko sama bapak dia benar mau menjual lukisan itu." Tama menjawab secara spontan meyakinkan pak Kamal yang memang wajahnya masih culas tak percaya.

"Aku nggak bohong Pak sumpah, ya mudah-mudahan saja aku bisa membantu meringankan beban bapak dengan cara menjual beberapa lukisan ini. Jadi izinin aku ya Pak, Tama ini anak yang baik ko, dia coba mau membantu aku selama ini." Dengan wajah yang sedikit memelas, Husna meminta izin kepada bapaknya.

Saat mencerna penjelasan dari Husna kenapa dia sampai mau menjual beberapa lukisannya itu, pak Kamal pun sedikit termenung dan kembali teringat dengan hutang-hutangnya. Ternyata Husna sudah berpikiran sejauh itu untuk membantu meringankan beban orang tuanya.

Perasaan sesal sempat tersirat di benaknya, pak Kamal juga jadi sedikit sadar dan menyangka bahwa Husna memang tak mau ia jodohkan dengan Frian. Hatinya sedikit terbuka mulai luluh ketika melihat wajah anaknya yang memelas sedih di hadapannya saat ini.

"Yah pak, izinin aku. Aku mohon!" Ucap Husna yang kembali meminta izin sambil memegang lengan bapaknya dengan wajah semakin memelas.

Pak Kamal yang tak tega langsung menghela nafasnya meregangkan seluruh emosinya yang hampir saja keluar.

"Hmm. Ya sudah sana kalian berangkat! Tapi bapak pesan jangan pulang malam, kalau bisa sebelum magrib kalian sudah ada di rumah." Dengan wajah yang sedikit cuek karena malu, pak Kamal pun mengizinkan mereka pergi.

Husna yang sempat tak menyangka langsung memalingkan wajah ke arah bapaknya. Menatap pilu wajah ayahnya yang kini terlihat luluh.

"Makasih Pak!" Dengan perasaan senang. Husna pun langsung memeluk bapaknya mengucapkan terimakasih.

Semangat dalam diri Husna mulai tumbuh ketika bapaknya terlihat sedikit luluh saat ini sambil membalas pelukan Husna. Sudah lama sekali Husna tak pernah merasakan pelukan dari bapaknya. Sosok ayah yang seperti hilang selama satu tahun belakangan, kini mulai terasa kembali di benak Husna.

"Yaudah kamu hati-hati yah nak!" Ucap pak Kamal dengan nada lembut sambil mengusap-usap kepala anaknya.

"Iya Pak, yaudah aku berangkat ya!" Husna berkata sambil mencium tangan bapaknya.

Tama yang senang melihat keakraban mereka berdua pun ikut tersenyum bahagia. Perasaan takut terhadap pak Kamal seolah-olah kini sudah pudar karena sedikit senyuman mulai terlihat dari bibir pak Kamal kepada Tama.

Kemudian Tama juga pamit salim kepada pak Kamal dengan perasaan tenang. Bahkan pak Kamal mengantar mereka sampai di samping mobil.

Lambaian tangan pak Kamal terlihat dari kaca spion membuat Husna dan Tama menjadi tenang. Semua terasa seperti mimpi karena aura pak Kamal saat ini sangat berbeda sekali dengan awal pertemuannya bersama Tama beberapa waktu yang lalu.

Setelah mobil berjalan beberapa meter, Tama langsung spontan memegang salah satu tangan Husna yang berada di atas paha sambil memegang lukisan.

"Semangat terus ya!" Ucap Tama sambil memandang Husna dan mengusap lembut tangannya.

"Hmm iya, makasih ya Tama." Jawab Husna sambil menggenggam pegangan tangan Tama.

Perhatian yang terus Tama berikan kepada Husna, membuat perasaan Husna semakin tumbuh kepada Tama, Husna merasa sosok laki-laki yang tulus mencintainya kini sudah hadir di depan mata.

Husna terus menggenggam tangan Tama, rasa nyaman yang dirasakannya saat ini semakin terasa seperti ada yang melindungi dirinya.

Husna yakin kehadiran Tama akhirnya akan mengeluarkannya dari jeratan Frian, perasaan Husna terhadap Frian pun semakin hilang kali ini. Hanya ada Tama yang ada di benaknya saat ini.

Sebelum ke kantor, Tama mengajak Husna ke toko pigura untuk membingkai beberapa lukisan itu, lalu mereka melanjutkan perjalanan dengan semangat menuju kantor.

Setelah sampai di kantor papanya, Tama langsung mengajak Husna untuk masuk ke dalam.

"Selamat sore Mas mau kemana ya?" Tegur seorang security di depan pintu masuk seolah menahan mereka berdua.

"Em, saya mau bertemu pak Ghani Priawan. Saya Tama anak kandungnya. Saya udah ada janji ko Pak dengan beliau." Jawab Tama tegas tapi dicampuri dengan senyuman ramah.

"Oh ini dengan mas Tama ya?" Tanya security kembali yang sebelumnya sudah diberi tahu oleh pak Ghani bahwa anaknya akan datang ke kantor sore ini.

"Iya saya Tama pak." Jawab Tama kembali dengan senyuman ramahnya.

"Yaudah silahkan masuk! Tunggu di ruang Tamu ya mas Tama, nanti saya hubungi sekertaris pak Ghani untuk memberitahunya."

"Eh tapi pak, sebelumnya saya boleh minta tolong nggak? Itu di mobil saya ada beberapa lukisan lumayan berat sih, saya mau minta tolong untuk di bawa ke dalam, soalnya itu pesanan papa saya untuk kantor ini." Tama meminta tolong karena memang tak bisa jika dia membawa lukisannya sendiri ke dalam.

"Oh, ya sudah gampang nanti saya bantu dengan rekan saya dan OB juga." Jawab security dengan sigap karena Tama di sangkanya adalah tamu spesial di kantor itu.

"Makasih banyak ya Pak. Ini kunci mobil saya, nanti bapak ambil saja ya!" Ucap Tama sambil menyerahkan kunci mobilnya kepada security tersebut.

"Baik siap mas Tama." Jawab security sambil mengambil kunci dengan sigap.

Tama dan Husna pun di persilahkan masuk dan menunggu di salah satu ruangan yang sangat nyaman dengan beberapa sofa yang sangat empuk di dalamnya.

"Tam, aku malu ih." Ucap Husna yang jadi pendiam dengan wajah sedikit tegang.

"Ko malu, tenang saja Husna papaku orangnya asik ko. Udah ah nggak usah tegang gitu ya!" Tama sedikit menenangkan sambil mengusap pundak Husna.

"Hmm." Husna hanya bisa menghela nafas mencoba menenangkan dirinya sambil melihat ke arah sekitar.

Setelah sekitar sepuluh menit menunggu, akhirnya pak Ghani pun masuk ke ruang tamu dengan penampilannya yang berwibawa menggunakan setelan jas slim fit berwarna biru dongker.

"Maaf ya sedikit lama nunggunya." Ucap pak Ghani sambil berjabat tangan dengan Tama dan juga Husna kemudian dia duduk di hadapan mereka.

"Iya nggak papa Pah. Kenalin ini Husna yang aku ceritain waktu itu." Ucap Tama sambil mengenalkan Husna di hadapan papanya.

"Oh iya, salam kenal ya Husna, saya Ghani papanya Tama. Waktu itu Tama udah cerita sedikit tentang kamu." Pak Ghani memperkenalkan dirinya sambil senyum ke arah Husna.

"Iya Om salam kenal." Husna menjawab sambil tersenyum dengan wajah sedikit segan melihat papanya Tama.

"Oh iya, tadi saya sudah lihat lukisannya dan sekarang juga lagi di pasang tuh sama anak buah saya di beberapa ruangan." Ucap pak Ghani sambil menunjuk ke arah luar.

Tama dan Husna pun langsung bengong karena tak menyangka lukisannya langsung di pasang seperti itu. Sebelumnya mereka kira lukisannya sedang di taruh di suatu tempat.

"Hah? Ko papa main pasang aja sih?" Tama yang heran langsung bertanya kepada papanya.

"Ya memangnya kenapa? Papa kan sudah nggak sabar pengen lihat lukisannya setelah di pasang gimana, sebelum papa pulang nanti papa pengen lihat semuanya terpasang." Jawab pak Ghani yang memang sudah terpikat dengan lukisan Husna sebelum masuk ke ruang tamu, makanya pak Ghani langsung menyuruh anak buahnya untuk memasang langsung di beberapa ruangan.

"Aneh ih, orang belum deal-dealan juga, nanti yang punya lukisannya marah loh!" Tutur Tama sambil melihat ke arah Husna yang ada di sampingnya.

Husna hanya bisa terdiam karena saat ini dia bingung harus berkata apa, dia hanya menunduk karena memang perasaannya masih sangat malu di hadapan pak Ghani.

"So tahu ah kamu, nggak papa kan Husna lukisannya langsung Om pasang?" Tanya pak Ghani kepada Husna sedikit menyangkal tuduhan Tama.

"Iya nggak papa ko Om. Tapi memangnya Om sudah yakin sama lukisan aku?" Tanya Husna balik dengan nada pelan kepada pak Ghani.

"Yakin dong, yaudah sekarang kamu mau kasih harga berapa per satu lukisannya?" Dengan Nada yakin, pak Ghani meminta Husna langsung memberikan harga.

Husna yang langsung kaget dan bingung mencoba mencolek Tama, karena dia tak tahu-menahu masalah harga lukisan. Soalnya baru kali ini Husna menjual hasil karyanya.

Tama pun ikut bingung sambil memberikan isyarat berapa saja terserah Husna.

"Em, aku itu nggak pernah menjual lukisan Om, jadi terserah Om saja mau kasih harga berapa. Aku pasti terima ko." Dengan polosnya, Husna memberikan penawaran yang tak ada nilainya dan membuat pak Ghani menjadi bingung seketika.

"Ko gitu, kalau terserah saya nanti saya bilang gratis juga boleh dong?" Pak Ghani mencoba bercanda karena Husna sepertinya memang malu terhadap dirinya.

"Ah papa, jangan gitu lah Pah tega amat, yaudah papa kasih harga saja deh, papa kan pasti tahu harga-harga lukisan kaya gitu." Ucap Tama mencoba untuk membela Husna.

"Hmm. Yaudah, yaudah tunggu sebentar." Pak Ghani berkata sambil mengeluarkan cek yang ada di saku jasnya, kemudian menulis nominal seharga lukisan Husna yang Husna bawa sebanyak lima lukisan.

Keadaan sempat hening beberapa saat, Tama dan Husna hanya bisa menatap pak Ghani yang menunduk menulis di atas satu lembar cek.

Setelah selesai menulis, pak Ghani pun memberikan cek itu kepada Husna.

"Hah? Ini nggak salah Om?" Husna yang langsung terperangah melihat nominal di cek tersebut tak percaya bahwa seluruh lukisannya bisa di hargai senilai tiga puluh juta rupiah.

Husna menunjukkan cek itu kepada Tama, tapi Tama hanya bisa tersenyum seperti sudah tahu bahwa papanya tak mungkin memberikan harga sembarangan.

"Nggak salah ko, malah kalau kurang sini biar om ganti lagi ceknya." Pak Ghani yang memang sudah yakin hanya bisa tersenyum terhadap Husna yang masih terperangah dengan wajahnya yang lugu.

"Udah Husna, itu tandanya lukisan kamu memang bagus, udah ambil saja. Papa aku nggak akan sembarangan ko kasih nominal, dia kan orang properti, pasti tahu dan sesuai dengan apa yang dia inginkan. Iya kan Pah?" Tama meyakinkan Husna bahwa memang lukisannya bisa di hargai, Tama juga memberikan kode senyuman kepada papanya sebagai tanda ucapan terima kasih.

"Iya udah ambil saja Husna, lukisan kamu memang pantas ko di hargai segitu. Kalau kamu bersedia, nanti Om juga mau tawarin sama beberapa kolega Om, kali saja mereka juga tertarik mau memesan lukisan kamu, kebetulan perusahaan om juga kan bekerja di bidang properti, tapi kamu sendiri siap kan bila nanti ada penawaran lagi?"

Tanpa di duga pak Ghani kembali membuat hati Husna senang, karena dia akan mempromosikan lukisan Husna dengan beberapa koleganya.

Tama pun ikut tersenyum bahagia melihat penawaran dari papanya. Tama yakin Husna semakin semangat menjalani hidup kedepannya.

"Gimana Husna, kamu siap?" Tanya pak Ghani kembali karena Husna hanya melamun seperti tak menyangka sebelumnya.

"Em iya Om iya saya siap ko. Makasih banyak ya Om saya nggak nyangka sama sekali bisa sampai sejauh ini. "Husna yang sangat bahagia langsung berterimakasih sambil mencium tangan pak Ghani.

"Iya Husna sama-sama. Kamu semangat terus ya!" Pak Ghani pun tersenyum sambil sedikit mengelus pundak Husna karena senang sudah bisa membantu.

Setelah itu, mereka pun mengobrol cukup lama di dalam ruangan, mereka juga melihat bersama-sama sebagian lukisan yang sudah di pajang di beberapa ruangan. Pak Ghani merasa sangat puas dengan hasilnya.

Sampai akhirnya pak Ghani mengantar mereka berdua pulang sampai lobby.

Husna dan Tama tak lupa saling mengucapkan terimakasih karena sudah saling membantu. Apalagi Husna perasaannya sangat senang dan sudah tidak sabar ingin memberi tahu orang tuanya di rumah.

1
💫0m@~ga0eL🔱
hore, jdi jagoan
TAG: ciat/Hey/
total 1 replies
💫0m@~ga0eL🔱
jangan sampai Husna jadi korban predator
TAG: Amiiin/Smile/
total 1 replies
Raisa267
Wah padahal Frian ganteng ya/Proud/
TAG: tapi jahat/Smile/
total 1 replies
Raisa267
Bisa aja ngejawabnya /Grievance/
TAG: /Smile/
total 1 replies
Raisa267
Cie mau ketemu calon mertua/Facepalm/
TAG: /Tongue/
total 1 replies
Raisa267
Becandanya gak lucu/Smug/
Raisa267
Nggak peka ya Husna, Tama ngajak ngedate itu/Grin/
Raisa267
Jadi curiga sama Frian nih aku/Shame/
TAG: Jangan suudzon dulu/Grin/
total 1 replies
Raisa267
Ih takut ada apa-apa sama Wulan/Scowl//Sob/
TAG: mudah-mudahan gak ada apa-apa /Smile/
total 1 replies
김지호
mampir done
💫0m@~ga0eL🔱
si frian calon suaminya si husna kaaann
TAG: Cuma paksaan/Smile/
total 1 replies
gugun
sudah mampir kak, semangat
KangHalu
Hay Thor..ikutan gabung baca ya? semoga aja cerita nya bikin aku betah,salam kenal dan semangat buat Author nya 🥰
TAG: Silahkan dengan senang hati/Smile/
total 1 replies
Aulia Nur
mas Tresna aku mampir mas 😊
TAG: siap /Smile/
total 1 replies
Raisa267
Si bibi ganggu aja ya/Joyful/
Raisa267
Jangan sombong /Smug/
Raisa267
terbang tuh idung/Proud/
Raisa267
Nah bener juga wkwkwk
💫0m@~ga0eL🔱
ada cowok ganteng nya, kasih 🌹🌹🌹🌹🌹 biar digodain/Chuckle/
💫0m@~ga0eL🔱: /Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful/
TAG: Hei/Facepalm/
total 2 replies
💫0m@~ga0eL🔱
kern banget mama mu Tama /Facepalm/
💫0m@~ga0eL🔱: haruuusss
TAG: Haha iya dong
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!