Ratri Swasti Windrawan, arsitek muda yang tidak ingin terbebani oleh peliknya masalah percintaan. Dia memilih menjalin hubungan tanpa status, dengan para pria yang pernah dekat dengannya.
Namun, ketika kebiasaan itu membawa Ratri pada seorang Sastra Arshaka, semua jadi terasa memusingkan. Pasalnya, Sastra adalah tunangan Eliana, rekan kerja sekaligus sahabat dekat Ratri.
"Hubungan kita bagaikan secangkir kopi. Aku merasakan banyak rasa dalam setiap tegukan. Satu hal yang paling dominan adalah pahit, tetapi aku justru sangat menikmatinya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Bayangan Wanita Lain
"Aku ingin bercinta denganmu. Namun, tidak di sini, Honey," bisik Eliana.
Ucapan Eliana, membuat Sastra seketika menghentikan cumbuannya. Dia tahu betul, sang kekasih adalah pemuja kenyamanan.
"Tidak ada kasur empuk di sini," ucap Sastra, seraya menegakkan tubuh. Dia jadi malas melanjutkan pergumulan panas itu.
"Bagaimana kalau kita ke apartemenmu saja? Papa dan mamaku sedang ada di rumah," cetus Eliana, seraya merapikan dress-nya.
"Tidak usah. Lain kali saja," tolak Sastra diiringi senyum simpul, kemudian membelai pipi Eliana.
Namun, Eliana berpikir lain. Dia mengira Sastra kecewa karena gagal bercinta dengannya. "Honey ...." Eliana memperlihatkan raut tak enak. "Apa kamu marah?" tanyanya memastikan.
Sastra segera menggeleng. "Tidak. Sebaiknya, kita pulang sekarang."
"Tapi ...." Eliana terlihat kecewa. Dia masih ingin berduaan dengan Sastra. Eliana tak ingin kebersamaannya dengan sang kekasih jadi sia-sia. Dia merangkul mesra Sastra, kemudian mendorongnya ke dekat meja.
"Kamu mau apa?" Sastra menatap penasaran.
Namun, Eliana tidak menjawab. Dia hanya tersenyum menggoda, seraya membuka pengait celana panjang yang Sastra kenakan. Diturunkannya resleting secara perlahan.
"Astaga. Nakal," gumam Sastra, diiringi senyum kecil. Beberapa saat kemudian, pria itu memejamkan mata sebentar, sambil menelan ludah dalam-dalam.
Tarikan napas berat dan dalam, mengiringi gerakan maju mundur yang Eliana lakukan. Wanita dengan midi dress biru elektrik tersebut memanjakan Sastra sepenuh hati, membawa pria itu meniti kenikmatan sedikit demi sedikit. Eliana tidak peduli, meskipun rambut panjangnya jadi sedikit acak-acakan karena tangan Sastra yang bergerak mencari pegangan.
"Oh ...." Napas berat Sastra mulai memburu, seiring gerakan Eliana yang makin cepat. Sastra memejamkan mata lebih dalam. Tiba-tiba, bayangan paras cantik Ratri melintas di benaknya.
Sastra merasakan kenikmatan berkali lipat dari sebelumnya. Dia bahkan tak kuasa menahan diri. Pria itu membuka mata. Anehnya, yang Sastra lihat bukanlah Eliana, melainkan Ratri.
Hasrat untuk bercinta jadi begitu menggebu. Sastra tak kuasa mengendalikan gairah yang tiba-tiba memuncak, setelah melihat paras cantik Ratri dengan senyum manisnya. Pria itu segera menghentikan apa yang tengah Eliana lakukan, lalu menegakkan tubuh.
Tanpa banyak bicara, Sastra membalikkan posisi. Dia menahan tubuh Eliana di meja, lalu menghujamnya dari belakang.
Selama adegan panas itu berlangsung, wanita yang Sastra lihat di depannya adalah Ratri. Itu membuat hasratnya makin tak terkendali. Sastra tidak peduli, meskipun telah membuat si wanita kewalahan.
"Kamu tidak memakai pengaman, Honey," ucap Eliana mengingatkan.
Seketika, Sastra tersadar. Dia merasa begitu bodoh, saat melihat Eliana tak berdaya di hadapannya. Ini adalah pertama kali dalam dua tahun menjalani hubungan, dirinya memikirkan wanita lain ketika bercinta dengan Eliana.
Sastra segera mundur. Dia tak peduli, meskipun kepalanya jadi pusing. Dia juga tidak mengerti karena hasrat bercintanya tiba-tiba sirna.
“Kenapa, Honey?” tanya Eliana, seraya menegakkan tubuh. Dia berbalik, menatap sang kekasih dengan sorot keheranan.
“Kamu benar. Aku tidak memakai pengaman. Itu terlalu berbahaya,” jawab Sastra beralasan.
“Kamu bisa menyelesaikannya dengan cara lain."
“Tidak usah. Aku tidak terbiasa bercinta tanpa pengaman. Terlalu berisiko,” kilah Sastra, tetap menolak melanjutkan pergumulan panas yang sudah mencapai setengah permainan.
Eliana terdiam sejenak, seraya terus melayangkan tatapan aneh kepada Sastra. Wanita itu berusaha menerima alasan yang diberikan sang kekasih. Namun, di sisi lain dia jadi berpikir negatif.
“Aku tidak tidur dengan pria lain, Honey,” ucap Eliana pelan, setelah merapikan pakaian dalam serta dress-nya.
“Aku tidak bicara begitu,” bantah Sastra.
“Ya, tapi ucapanmu terkesan … rasanya seperti benar-benar takut ….” Eliana kesulitan menjelaskan maksudnya.
Namun, Sastra bisa memahami dengan baik ke mana arah yang dimaksud. Akan tetapi, posisinya saat ini sedang tidak keruan. Pikiran Sastra tiba-tiba kacau. Terlebih karena hasrat bercinta yang tak sepenuhnya tersalurkan.
“Bukankah kamu sendiri yang mengingatkanku tadi?” Sastra menatap lekat Eliana.
“Aku tidak mau hamil terlalu cepat, Honey.”
“Ya, sudah. Kamu tahu alasannya. Kenapa harus berpikir macam-macam?”
“Entahlah. Aku hanya merasakan ada hal lain yang memengaruhimu.”
Sastra terdiam. Ucapan Eliana tidak sepenuhnya keliru. Namun, tak mungkin baginya mengakui tengah memikirkan wanita lain.
Embusan napas berat dan dalam, meluncur dari bibir berjanggut tipis pria berkemeja putih itu. Sastra memilih tidak melanjutkan perdebatan. Dia tak ingin makin pusing.
“Sebaiknya, kita pulang saja,” putus Sastra, seraya mematikan sisa lampu yang masih menyala. Tanpa banyak bicara, dia langsung menuju pintu keluar, lalu membukanya. Sastra menunggu di ambang pintu, menunggu Eliana keluar terlebih dulu.
Eliana yang merasa aneh dengan sikap Sastra, terpaksa menuruti kemauan pria itu. Meskipun dengan raut agak terpaksa, dia melangkah keluar dari cafe, lalu menunggu hingga Sastra selesai mengunci pintu.
“Sudah terlalu malam. Sebaiknya, kamu langsung pulang. Aku juga sangat lelah,” ucap Sastra, setelah membukakan pintu mobil untuk Eliana.
Namun, Eliana justru terpaku. Dia hanya menatap keheranan. “Honey,” sebutnya lirih.
“Jangan khawatir. Aku tidak apa-apa,” ucap Sastra berusaha meyakinkan. Meskipun begitu, sorot mata serta ekspresinya tidak bisa berkata bohong. Rasa tak nyaman terlihat jelas di sana.
“Aku benar-benar minta maaf.”
“Kenapa harus minta maaf?” Nada bicara Sastra terdengar cukup tegas, sehingga membuat Eliana sedikit tersentak. “Sudah kubilang tidak apa-apa! Sebaiknya, kita pulang.”
“Honey ….” Eliana makin keheranan. Selama ini, Sastra selalu berkata serta bersikap lembut padanya.
Sesaat kemudian, Sastra tersadar. Dia mengembuskan napas berat, berusaha menetralkan perasaan tak menentu yang mengganggunya. “Maaf. Aku benar-benar lelah,” ucap pria itu, setelah menyadari telah bersikap berlebihan di hadapan Eliana.
“Baiklah. Kita bicara lagi besok.” Eliana mengangguk setuju. Dia mencoba memahami kondisi sang kekasih, meskipun tak mengerti apa yang terjadi sebenarnya.
Eliana mencium pipi Sastra, sebelum masuk ke mobil. Tak berselang lama, sedan putih yang dikendarainya melaju tenang, meninggalkan halaman parkir ‘Secangkir Kopi’.
Sepeninggal Eliana, Sastra juga bergegas masuk ke mobilnya. Setelah terdiam beberapa saat, barulah menyalakan mesin kendaraan. Sastra melajukan mobil double cabin-nya dengan kecepatan cukup tinggi.
Namun, Sastra tidak langsung pulang ke apartemennya. Dia melajukan kendaraan ke arah lain, yaitu bangunan dua lantai yang merupakan tempat kost Ratri.
“Kenapa aku kemari?” gumam Sastra tak mengerti. Dia menatap ke lantai dua, pada kamar yang Ratri tempati. Sastra terdiam beberapa saat, sampai terdengar suara penjual nasi goreng melintas.
Tak berselang lama, pintu kamar Ratri terbuka. Dia keluar dan langsung memanggil penjual nasi goreng tadi. Setengah berlari, Ratri menuruni anak tangga menuju pintu gerbang.
Namun, Ratri langsung tertegun, saat mendapati mobil milik Sastra terparkir di sana. Apalagi, ketika melihat pemiliknya keluar dari kendaraan.
taukan ela itu pemain drama
apa prama yaa
☹️☹️
betkelas dech pokoknya
" ternyata baru kusadari sirnanya hatimu yg kau simpan untuknya
aku cinta kepadamu,aku rindu dipelukmu
namun ku keliru t'lah membunuh cinta dia dan dirimu... oh...ohh..ohhh"
😅😅😅😘✌
jangan2 emaknya ratri ibu tirinya sastra...