SEKUEL dari Novel ENGKAU MILIKKU
Biar nyambung saat baca novel ini dan nggak bingung, baca dulu season 1 nya dan part khusus Fian Aznand.
Season 1 : Engkau Milikku
Lanjutan dari tokoh Fian : Satu Cinta Untuk Dua Wanita
Gadis manis yang memiliki riwayat penyakit leukemia, dia begitu manja dan polos. Mafia adalah satu kata yang sangat gadis itu takuti, karena baginya kehidupan seorang mafia sangatlah mengerikan, dia dibesarkan dengan kelembutan dan kasih sayang dan mustahil baginya akan hidup dalam dunia penuh dengan kekerasan.
Bagaimana jadinya ketika gadis itu menjadi incaran sang mafia? Sejauh mana seorang pemimpin mafia dari organisasi terbesar mengubah sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhasil Melumpuhkan Musuh
Gaby menyeret tubuh Damar ke atas perahu lalu mereka menuju belakang pulau dibantu oleh Zeno dan Benicio. Zeno dan Benicio memang mengikuti Gaby dari awal dia pergi dan mereka memang merencanakan hal ini untuk membalas perbuatan Damar pada Gaby, bapak nelayan yang ikut dengan mereka sudah dibayar oleh Benicio agar tutup mulut.
Damar masih sadar, nafasnya tersenggal karena luka terbuka dibagian lehernya.
“Emang lo pikir cuma lo doang seorang psikopat? Gue juga bisa Damar,” ujar Gaby.
“Tega lo Gaby, gu..gue beneran sa..sayang sama lo,” kata Damar terbata.
Cuih!!
Gaby meludahi wajah Damar karena dia jijik mendengar ungkapan rasa dari Damar itu.
“Tega mana lo atau gue hah? Apa lo bilang? Sejak kenal sama gue hidup lo jauh lebih baik, lo lupa ya? Kalau semenjak gue kenal sama lo, hidup gue hancur total. Lo udah perkosa gue dengan keji dan lo siksa gue malam itu sama Aditya, gue nggak bakalan pernah lupain itu semua. Lo nggak tau gimana gue bisa menerima semuanya, bagaimana gue bisa berdamai dengan diri gue sendiri.” Damar hanya bisa menatap Gaby tak percaya, ternyata dia dikhianati oleh Gaby.
“Nggak usah merasa yang paling tersakiti lo Damar, gue hanya membalas perbuatan lo sama gue, orang-orang kayak lo dan teman-teman lo itu emang pantas mati, udah berapa banyak manusia yang kalian habisi hah? Ini karma buat lo, gue nggak sudi jatuh cinta sama pemerkosa kayak lo, lo salah pilih korban kali ini.” Gaby menusuk tubuh Damar berkali-kali hingga pria itu meregang nyawa di atas kapal, Gaby begitu puas melihat mayat Damar.
Benicio dan Zeno melemparkan tubuh Damar ke tengah laut, berharap jika nanti tubuh itu dimakan oleh binatang laut.
Mereka kembali ke mobil dengan tubuh yang sudah bersih, semua jejak perbuatan mereka ditutup rapi oleh Gaby dan kepala nelayan itu diberikan uang yang lumayan banyak agar dia tidak bilang pada siapapun.
Di dalam mobil, Gaby tersenyum senang dan juga menangis pilu. Benicio langsung memeluk kakak perempuannya itu, dia mengerti dengan apa yang dirasakan oleh Gaby saat ini.
Mereka kembali ke rumah, Vanno dan Laura kaget saat melihat Gaby langsung memeluk Vanno dan menangis.
“Kamu kenapa nak?” tanya Vanno pada Gaby.
“Kakak kamu kenapa Ben?” tanya Laura pada putra bungsunya.
“Mommy tanya aja nanti sama kakak ya, biarin dia tenang dulu,” jawab Benicio.
Vanno memeluk putrinya itu hingga merasa tenang, kini mereka berkumpul di ruang tamu bersama dengan Zeno juga, Gaby menceritakan semua yang terjadi padanya hingga dia menghabisi Damar di pulau.
Vanno terlihat menahan emosi, tangannya mengepal dan rahangnya mengeras.
“Kenapa kamu nggak bilang dari dulu Gaby? Kenapa kamu baru ngomong sekarang?”
“Aku hanya mau balas sendiri perbuatan dia dad, awalnya aku mau balas mereka semua tapi Gavino udah lebih dulu membunuh mereka, makanya aku juga rencanain untuk bunuh Damar.” Vanno kembali merangkul putrinya, memang berat untuk Gaby menjalani harinya setelah diperkosa oleh Damar waktu itu, dia lebih banyak murung dan menangis.
Laura ikut memeluk Gaby, dia tidak menyangka kalau hal ini menimpa putrinya, bagi Vanno, jika bukan Gaby yang bertindak, maka dia yang akan bertindak untuk membalas Damar. Ayah mana yang bisa menerima jika anak perempuannya di perkosa dan disiksa seperti itu oleh orang lain.
...***...
Gavino menyelesaikan misi pentingnya di Italia, saat ini dia tengah mengejar musuhnya dengan mobil, aksi kejar-kejaran mobil terjadi di jalanan itu. Mobil di depan menargetkan pistolnya untuk menembak Gavino.
Gavino membalas dengan mengeluarkan tangannya yang sedang memegang pistol untuk menembak musuh yang ada di depannya itu.
Tiga mobil di belakang Gavino siap untuk membantu, mereka melindungi mobil Gavino lalu dengan cepat melesat untuk menghadang mobil di depannya.
Robert dan beberapa anggota lain menghajar musuh Gavino itu lalu membiarkan Gavino yang menyelesaikan semuanya.
Jalanan besar itu hanya dilalui oleh beberapa kendaraan saja, cukup sepi. Gavino setengah berlutut lalu menekankan lututnya di wajah pria seusia dia hingga pria itu mengerang kesakitan.
“Kau mengkhianatiku Remo, kau pikir aku akan diam saja setelah kau menggelapkan semua dana transaksi kita hah? Aku rugi puluhan milyar karena kau.”
“Apa yang kau inginkan? Kau akan membunuhku?”
“Haha tidak semudah itu pengkhianat sepertimu mati, aku akan bermain dulu denganmu sampai kau memohon kematian padaku. Bawa dia!” titah Gavino kepada anggotanya.
Mereka melemparkan tubuh Remo ke dalam bagasi mobil dan membawa Remo ke markas utamanya. Ketika akan meninggalkan lokasi itu, salah seorang anggota Gavino berteriak memberitahu bahwa ada seseorang di dalam bagasi mobil Remo.
“Buka.”
Mereka membuka bagasi itu dan melihat seorang wanita sedang meringkuk di sana dengan mulut dilakban serta tangan dan kaki diikat, kondisi wanita itu tidak mengenakan pakaian sama sekali.
“Bos, dia wanita yang pernah mengantarkan anda pulang saat mabuk waktu itu,” ujar salah seorang anggotanya yang masih ingat dengan Giselle.
“Bukannya itu di Rusia? Kenapa dia ada di Italia?”
“Mungkin saja dia dibawa dan diculik oleh Remo untuk dijual,” pendapat Robert dan dibenarkan oleh Gavino.
“Bawa dia ke mobil.” Gavino membuka jaket kulit yang dia pakai lalu memberikannya pada Giselle untuk menutupi tubuh telanjang Giselle.
“Mobil siapa bos?” tanya Robert.
“Mobil kau saja, aku tidak mau dia ada di mobilku,” kata Gavino, Robert membawa Giselle ke dalam mobilnya, Robert juga membuka jaket yang dia pakai untuk menutup bagian bawah tubuh Giselle.
Mereka semua kembali ke markas, anak buah Gavino menyeret Remo ke ruangan bawah tanah untuk disiksa. Misi kali ini cukup berbahaya karena Remo merupakan orang yang tangguh, sebelum melumpuhkan Remo, Gavino harus menghadapi beberapa anggota Remo hingga dia sedikit kewalahan.
Gavino hampir mati saat di markas Remo karena markas itu sangat banyak bom tersembunyi yang membuat Gavino harus berhati-hati.
Sesampainya di markas, Robert memberikan pakaian untuk Giselle, wanita itu membersihkan dirinya lalu mengenakan pakaian yang diberikan oleh Robert karena di jalan tadi Robert sempat berhenti untuk belanja.
Gavino dan Robert kini duduk santai, mereka sedikit bernafas lega karena berhasil membawa Remo.
“Bos, dia sudah kami rantai di ruang bawah tanah,” lapor anak buah Gavino.
“Kalian boleh istirahat.”
Giselle lalu datang sambil menunduk mendekati Robert dan Gavino, kedua pria itu menyuruh Giselle untuk duduk.
“Terima kasih karena sudah membantu saya,” ucap Giselle.
“Kenapa kau bisa bersama Remo?” tanya Robert.
“Dia mengatakan padaku bahwa dia akan memberi aku pekerjaan yang bagus dan menjanjikan aku uang yang banyak, tapi ternyata dia malah menjualku pada pria hidung belang di club miliknya dan aku sama sekali tidak diberikan uang olehnya.”
“Dimana rumahmu?” tanya Gavino.
“Moskow.”
“Kami akan kembali ke Moskow tiga hari lagi, kau bisa ikut dengan kami, untuk sementara waktu, kau bisa tinggal di mansion ku,” tawar Gavino.
“Terima kasih banyak hm.”
“Gavin.”
“Ah iya, terima kasih Gavin.”
Sudah dua minggu ini Gavino tidak menghubungi Zoya, dia sangat merindukan gadis itu tapi mengingat perkataan Zoya saat mereka berpisah di bandara membuat Gavino mengurungkan niat untuk menghubungi Zoya.
“Hubungan kita sudah terlalu jauh Gavin, aku tidak ingin kita semakin jauh lagi, lebih baik hubungan ini kita akhiri karena hal ini akan membuat kita sama-sama sakit. Aku dan kamu tidak akan pernah bisa bersama, begitu banyak perbedaan yang membuat kita tidak mungkin bersama.”
Kata-kata Zoya itu kembali terngiang di telinganya, setelah malam indah itu, Zoya mengatakan perpisahan untuknya.
...***...