Sedang tahap REVISI
"Mari kita bercerai! Sesuai yang dituliskan di kontrak, kamu akan menceraikan aku setelah dua tahun."
Aillard tersenyum smirk, "Siapa yang akan mematuhi kontrak itu? Apakah kamu tidak tau bahwa pihak A bisa merubah isi kontrak sesuai keinginan mereka?"
Clarisse segera membalik kertas itu berulang-ulang kali, ketika dia menemukan bahwa ketentuan itu ada di dalam kontrak, wajahnya langsung memucat ketakutan.
Sial, dia telah ditipu.
***
Clarisse Edith van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Kehidupannya sangat menderita hingga semua anggota kerajaan membencinya.
Di kehidupan sebelumnya dia meninggal karena dibunuh oleh pemberontak. Tidak puas dengan kematiannya yang tidak adil, Clarisse menggunakan pusaka klannya memutar balik waktu kembali ke dua tahun yang lalu.
Dia bertekad untuk mengubah takdirnya dengan cara menikahi Grand Duke yang terkenal kejam dan membalas dendam kepada orang yang telah menyakitinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 4 - GRAND DUKE TIMOTHEE
Benar saja tak lama setelah itu Anne mendengar teriakan Kepala pelayan. Ia menatap Clarisse dengan pandangan menyelidik yang di balas oleh Clarisse dengan seringai jahat.
Clarisse menyilangkan tangannya mendengar teriakan merdu kepala pelayan. Ternyata dia masih saja sama seperti dulu. Keras kepala dan masih sangat serakah. Sudah ia katakan untuk tidak melihatnya dahulu, tetapi dia masih kekeuh melakukannya.
"Benda apa itu, Yang mulia?" tanya Anne penasaran.
Clarisse membisikkannya di telinga Anne dan langsung membuat Anne tertawa terbahak-bahak. "Hahahaha.. kerja bagus, Yang mulia." ujarnya sambil mengacungkan kedua jempolnya kepada Clarisse.
Clarisse menaikkan alisnya mendengar pujian Anne. Ternyata benar, orang seperti Madeline harus diberi pelajaran supaya kesombongannya perlahan runtuh. Sudah tak terhitung jumlahnya orang menjadi korbannya, tentu saja termasuk dirinya sendiri.
Saat ini dia hanya memberinya pelajaran kecil, setelah itu mungkin saja dia akan memberinya pelajaran yang tidak akan dia lupakan nantinya.
Apakah kalian ingin tahu benda apa yang berada di dalam kotak itu?
Benda itu adalah bekas peninggalan salah satu pelayan yang di aniaya oleh Madeline sampai mati. Hanya karena dia secara tidak sengaja menumpahkan secangkir teh panas kepada Madeline, dia mencambuknya hingga pelayan malang itu meregang nyawa.
Kebetulan dia secara tidak sengaja menemukannya saat berjalan-jalan di taman di belakang istana. Kenapa dia tidak mengeluarkannya dari dulu? Tentu saja itu karena dia terlalu takut dengan kepala pelayan dan mengadukannya kepada Permaisuri.
Sekarang dia tidak takut lagi, buat apa dia memutar balik waktu hanya untuk menelan penghinaan semacam ini lagi. Dia tidak akan mau duduk diam seperti dulu dan akan membalas orang-orang yang telah menyakitinya.
Secepatnya dia juga akan memikirkan jalan keluar supaya ia bisa keluar dari istana ini. Puas, Clarisse menganggukkan kepalanya setelah membayangkan rencana masa depannya.
"Anne, kemarilah!" Dengan sekejap mata Anne berlari tergopoh-gopoh mendekati Clarisse, "Ada apa Yang mulia?" ujarnya sambil menunduk hormat.
"Mari kita menyelinap keluar hari ini!" kata Clarisse sambil tersenyum gembira. Wajahnya yang cantik bersinar terang menantikan pemandangan indah yang sudah lama tidak di lihatnya selama ini.
Karena dia terlalu sering di kurung di kehidupannya sebelumnya setelah melakukan debut, ia menjadi tidak bisa lagi menyelinap keluar.
Anne membelalakkan matanya ketakutan mendengar perkataan Clarisse, "Bagaimana jika kita ketahuan, Yang mulia?" ujarnya tidak dapat menyembunyikan perasaan cemasnya.
"Tenang saja, saat ini tidak akan ada orang yang mengunjungi kita, jadi kita bebas melakukan apa saja hari ini." Dia masih ingat sekitar minggu ini semua orang akan sangat sibuk mempersiapkan festival musim panas. Tentu saja hal itu berlaku kepada permaisuri dan pelayan-pelayan lainnya, jadi mereka tidak akan punya waktu untuk mengunjunginya.
"Tapi Yang mulia..." protes Anne enggan. Dia takut kalau ternyata permaisuri tiba-tiba mengunjungi mereka dan menghukum tuannya lagi.
Clarisse memutar bola matanya jengah melihat Anne yang masih belum mau menuruti keinginannya. Akhirnya dengan terpaksa dia mengeluarkan jurus andalannya, "Ya sudah, kalau kamu tidak mau menemaniku, biarkan aku saja yang pergi sendirian. Lagipula aku juga sudah terbiasa sendiri, jadi aku tidak butuh orang yang menemaniku." ujarnya sambil memasang tampang melakonis.
Benar saja tak lama setelah itu Anne langsung menyetujui permintaan Clarisse, "Jangan Yang mulia! Saya akan ikut dengan anda."
"Nah begitu." balas Clarisse tersenyum puas.
Anne hanya bisa pasrah melihat dirinya jatuh ke perangkap Clarisse sekali lagi. Mau bagaimana lagi, dia terlalu menyayangi tuannya sampai dia rela jika tuannya menyuruhnya melakukan apa saja. Baginya, dia adalah dermawannya sekaligus poros dunianya. Dialah, orang yang pertama kali mengulurkan tangannya saat dunia membalikkan badannya padanya.
Dengan cepat mereka berdua bersiap-siap dan menyamar menjadi pelayan. Clarisse menyembunyikan rambutnya serapat mungkin di dalam tudung jubahnya. Dia ingat rambut inilah yang menjadi penyebab tragedi di kehidupannya dahulu, karena itulah dia sebisa mungkin untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
"Yang mulia, saya sudah siap." Anne tersenyum sambil merapikan pakaiannya yang baru saja dia ganti. Walaupun mereka menyamar menjadi pelayan tetapi tetap saja dia adalah seorang pelayan putri. Seragamnya sangat berbeda dari pelayan pada umumnya, karena itulah dia menggantinya.
"Baik, mari kita pergi!" Clarisse menganggukkan kepalanya lalu memimpin langkah di depan.
Berbekal mengecoh prajurit dan menyuap pelayan, Clarisse dan Anne berhasil keluar dari pintu gerbang. Dia menarik nafas dalam-dalam menghirup udara yang sudah lama tidak di hirupnya selama ini.
Anne yang berada di sampingnya tertawa kecil melihat kelakuan Clarisse yang seperti pertama kali melihat dunia luar.
Cuaca panas, bau makanan jalanan, orang-orang yang berlalu lalang, menjadi pemandangan pertama saat Clarisse menginjakkan kaki di pasar ini. Dia tidak jengkel dan itu malah membuatnya semakin bersemangat.
"Anne, mari kita beli tusuk sate itu!" kata Clarisse sambil menunjuk salah satu pedagang yang berjualan makanan.
"Yang mulia, anda tidak bisa." jawab Anne sambil menghalangi langkah kaki Clarisse. "Ini tidak higienis, saya khawatir akan ada racun di dalamnya."
Racun? Makanan di dalam istana lebih beracun. Dia tertawa miris ketika memikirkan hal itu. "Kamu tenang saja, Anne. Saya jamin tidak akan ada racun di dalamnya."
"Tapi Yang mulia..."
"Sudahlah, aku tidak ingin mendengar alasanmu lagi. Yang pasti aku akan memakan ini." kekeuh Clarisse lalu berlari menghampiri pedagang.
Anne pasrah lalu ia juga ikut menyusul di belakangnya. "Aku pesan satenya lima tusuk, Nyonya." ujar Clarisse sambil menunjuk deretan daging yang sedang di bakar oleh pedagang.
"Baik Nona." jawabnya sambil mengemas satenya untuk Clarisse.
"Apa anda juga mau, Anne?" tawar Clarisse sambil menyodorkan sebungkus sate kepada Anne.
".........." Anne menggeleng-gelengkan kepalanya menolak tawaran Clarisse.
Baiklah, Clarisse tidak akan memaksa. Dengan senang hati dia melanjutkan makanannya kembali.
Tiba-tiba saja suasana menjadi sangat ramai daripada yang sebelumnya. Orang-orang otomatis menyingkir ke pinggir jalan yang membuat Clarisse juga terpaksa melakukannya.
"Apa yang terjadi?" tanya Clarisse penasaran. Ia memandang dengan bingung menatap jalanan yang sudah dikosongkan. Siapa yang akan lewat? Apakah Kaisar? Dia rasa itu tidak mungkin karena betapa malasnya laki-laki itu beranjak dari kursinya.
"Grand Duke Timothee." Anne mendekatkan mulutnya ke telinga Clarisse karena lingkungan yang sangat berisik.
"Grand Duke." Clarisse bergumam sambil menatap jalanan di depannnya dengan linglung. Dia ingat tepat ketika festival musim panas, Grand Duke juga kembali dari pertempuran setelah sekian lama berperang melawan suku bar-bar.
Rakyat Kekaisaran sangat gembira dengan hal itu sehingga membuat kaisar sampai meradang. Bagaimanapun dia sangat cemburu dengan kekuatan Grand Duke dan semakin marah melihat prestasinya yang gemilang.
Tak lama setelah itu muncullah orang-orang yang mengenakan baju Zirah dengan menunggang kuda di atasnya. Bintang utamanya berada di barisan depan sambil memimpin para prajurit menuju istana. Tercengang, Clarisse tidak dapat mengalihkan pandangannya dari pemandangan itu.