Aillard Cielo Van Timothee adalah seorang Grand Duke yang sangat dikagumi. Dia sangat banyak memenangkan perang yang tak terhitung jumlahnya hingga semua rakyat memujanya. Namun hal yang tak disangka-sangka, dia tiba-tiba ditemukan tewas di kamarnya.
Clarisse Edith Van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Keberadaannya bagaikan sebuah noda dalam keluarganya hingga ia di kucilkan dan di aniaya. Sampai suatu hari ia di paksa bunuh diri dan membuat nyawanya melayang seketika. Tiba-tiba saja ia terbangun kembali ke dua tahun yang lalu dan ia bertekad untuk mengubah takdirnya dan memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Apakah kamu tidak punya alternatif lain untuk mati?"
"Aku disini bukan untuk mencari mati." jawab Clarisse tenang.
"Lalu untuk apa kamu kesini, menyodorkan dirimu sendiri ke dalam kamp musuh?" Aillard mengangkat alisnya sambil memandang Clarisse dengan sinis.
"Aku disini berniat membuat kesepakatan denganmu. Mari kita menikah!"
➡️ Dilarang memplagiat ❌❌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 4 - GRAND DUKE TIMOTHEE
Benar saja tak lama setelah itu ia mendengar teriakan Kepala pelayan. Ternyata dia masih saja sama seperti dulu. Sudah ia katakan untuk melihatnya nanti saja, tetapi dia masih kekeuh melihatnya sekarang. Biarlah, dia sendiri yang menanggung konsekuensinya.
Anne yang sedari tadi memperhatikan tidak dapat membendung rasa penasarannya lagi. Dengan cepat dia berlari mendekati Clarisse dengan bersemangat, "Benda apa itu, Yang mulia?"
Clarisse membisikkannya di telinga Anne dan langsung membuat Anne tertawa terbahak-bahak. "Hahahaha.. kerja bagus, Yang mulia." ujarnya sambil mengacungkan kedua jempolnya kepada Clarisse.
Clarisse menaikkan alisnya mendengar pujian Anne lalu setelah itu dia juga ikut tertawa. Benar saja, orang seperti Madeline harus diberi pelajaran supaya kesombongannya itu runtuh. Sudah tak terhitung jumlahnya orang yang menjadi korban perilaku kotornya termasuk dirinya sendiri. Saat ini dia hanya memberinya pelajaran kecil, mungkin nanti saja dia akan memberikan pelajaran yang sebenarnya.
Apakah kalian ingin tahu benda apa yang berada di dalam kotak itu? Benda itu adalah peninggalan salah satu pelayan yang tidak sengaja dianiaya oleh Madeline sampai mati. Hanya karena dia secara tidak sengaja menumpahkan secangkir teh kepada Madeline, dia mencambuknya hingga pelayan malang itu meregang nyawa.
Kebetulan dia secara tidak sengaja menemukannya saat berjalan-jalan di taman di belakang istana. Kenapa dia tidak mengeluarkannya dari dulu? Tentu saja itu karena dia terlalu takut dengan kepala pelayan dan mengadukannya kepada permaisuri.
Sekarang dia tidak takut lagi. Buat apa dia memutar balik waktu hanya untuk menelan penghinaan semacam ini lagi. Dia tidak akan mau duduk diam seperti dulu dan akan membalas orang-orang yang sudah menyakitinya. Secepatnya dia juga akan memikirkan bagaimana keluar dari istana ini dan menyelamatkan masa depannya. Puas, Clarisse menganggukkan kepalanya setelah membayangkan rencana masa depannya.
"Anne, kemarilah!" Dengan sekejap mata Anne berlari tergopoh-gopoh mendekati Clarisse, "Ada apa Yang mulia?" ujarnya sambil menunduk hormat.
"Mari kita menyelinap keluar hari ini!" kata Clarisse sambil tersenyum gembira. Wajahnya yang cantik bersinar dengan antisipasi menantikan pemandangan yang sudah lama tidak di lihatnya. Karena dia sering di kurung di kehidupannya sebelumnya setelah melakukan debut, ia menjadi tidak bisa menyelinap keluar lagi.
Anne membelalakkan matanya ketakutan mendengar perkataan Clarisse, "Bagaimana jika kita ketahuan, Yang mulia?" ujarnya tidak dapat menyembunyikan perasaan cemasnya.
"Tenang saja, saat ini tidak akan ada orang yang mengunjungi kita, jadi kita bebas pergi hari ini." Dia masih ingat sekitar minggu ini semua orang akan sangat sibuk mempersiapkan festival musim panas. Tentu saja termasuk permaisuri dan pelayan-pelayan lainnya, jadi dia yakin mereka tidak akan memperhatikannya.
"Tapi Yang mulia..." protes Anne enggan. Dia takut kalau ternyata tiba-tiba permaisuri mengunjungi mereka dan menghukum tuannya lagi.
Clarisse memutar bola matanya jengah melihat Anne yang masih belum mau menuruti keinginannya. Akhirnya dengan terpaksa dia mengeluarkan jurus andalannya, "Ya sudah, kalau kamu tidak mau menemani saya, biar saya saja yang pergi sendirian. Lagipula saya sudah terbiasa sendiri." ujarnya sambil memasang tampang melakonis.
Benar saja tak lama setelah itu Anne langsung menyetujui permintaan Clarisse, "Jangan Yang mulia! Saya akan ikut dengan anda."
"Nah begitu." balas Clarisse tersenyum puas. Anne hanya bisa pasrah melihat dirinya jatuh ke perangkap Clarisse sekali lagi. Mau bagaimana lagi, dia terlalu menyayangi tuannya sampai dia rela jika tuannya menyuruhnya mati untuknya. Baginya, dia adalah dermawannya sekaligus poros dunianya. Dialah orang yang pertama kali mengulurkan tangannya saat dunia membalikkan badannya padanya.
Dengan cepat mereka berdua bersiap-siap dan menyamar menjadi pelayan. Clarisse menyembunyikan rambutnya serapat mungkin di dalam tudung jubahnya. Dia ingat rambut inilah yang menjadi penyebab tragedi di kehidupannya dulu, karena itulah dia sebisa mungkin untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
"Yang mulia, saya sudah siap." Anne tersenyum sambil merapikan pakaiannya yang baru saja dia ganti. Walaupun mereka menyamar menjadi pelayan tetapi nyatanya dia adalah pelayan seorang putri, jadi tentu saja seragamnya sangat berbeda, karena itulah dia menggantinya dengan seragam pelayan biasa.
"Baik, mari kita pergi!" Clarisse menganggukkan kepalanya lalu memimpin langkah di depan.
Berbekal mengecoh prajurit dan menyuap pelayan, Clarisse dan Anne berhasil keluar dari pintu gerbang. Dia menarik nafas dalam-dalam menghirup udara yang terasa segar. Anne yang berada di sampingnya tertawa melihat kelakuan Clarisse yang seperti pertama kali melihat dunia luar.
Cuaca panas, bau makanan yang bermacam-macam, orang-orang yang berlalu lalang menjadi pemandangan pertama saat Clarisse menginjakkan kaki di pasar ini. Dia tidak jengkel dan itu malah membuatnya semakin bersemangat.
"Anne, mari kita beli tusuk sate itu!" kata Clarisse sambil menunjuk salah satu pedagang yang berjualan makanan.
"Yang mulia, anda tidak bisa." jawab Anne sambil menghalangi langkah kaki Clarisse. "Ini tidak higienis, saya khawatir akan ada racun di dalamnya."
Racun? Makanan di dalam istana lebih beracun. Dia tertawa miris ketika memikirkan hal itu. "Kamu tenang saja, Anne. Saya jamin tidak akan ada racun di dalamnya."
"Tapi Yang mulia..."
"Sudah, aku tidak mau mendengar alasanmu lagi. Yang pasti aku akan makan ini." kekeuh Clarisse lalu berlari menghampiri pedagang.
Anne pasrah lalu ia juga ikut menyusul Clarisse di belakangnya. "Aku pesan satenya 10 tusuk Nyonya." ujar Clarisse sambil menunjuk daging yang sedang di bakar oleh pedagang.
"Baik Nona." jawabnya sambil mengemas satenya untuk Clarisse.
"Apa kamu juga mau, Anne?" tawar Clarisse sambil menyodorkan sebungkus sate kepada Anne.
".........." Anne menggeleng-gelengkan kepalanya menolak tawaran Clarisse.
Baiklah, Clarisse tidak memaksa. Dengan senang hati dia melanjutkan makanannya kembali.
Tiba-tiba saja suasana tiba-tiba sangat ramai daripada yang sebelumnya. Orang-orang menyingkir ke pinggir jalan membuat Clarisse otomatis juga menjauhkan badannya dari sana.
"Ada apa?" tanya Clarisse penasaran. Ia memandang dengan heran menatap jalan yang sudah dikosongkan. Siapa yang akan lewat? Apakah Kaisar? Dia rasa itu tidak mungkin karena betapa malasnya laki-laki itu beranjak dari kesenangannya.
"Grand Duke Timothee." Anne mendekatkan mulutnya ke telinga Clarisse karena lingkungan yang sangat berisik.
"Grand Duke." Clarisse bergumam sambil menatap jalanan di depannnya. Dia ingat tepat ketika festival musim panas, Grand Duke juga kembali dari pertempuran setelah berperang sekian lama. Rakyat Kekaisaran sangat gembira dengan hal itu hingga membuat kaisar sampai meradang. Bagaimanapun dia cemburu dengan kekuatan Grand Duke dan semakin marah melihat prestasinya yang semakin gemilang.
Tak lama setelah itu muncullah orang orang yang memakai baju Zirah dengan menunggang kuda di atasnya. Orang itu ada di depan sambil memimpin para prajurit menuju istana. Tercengang, Clarisse tidak dapat mengalihkan pandangannya dari pemandangan itu.