Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
Ia hidup menyedihkan dalam kemiskinan bersama sepasang anak kembarnya, padahal ayah dari anak-anaknya adalah orang terkaya di kotanya.
Semua bermula dari suatu malam yang nahas. Bermaksud menolong seorang pria dari sebuah penjebakan, Hanna justru menjadi korban pelampiasan hingga membuahkan benih kehidupan baru dalam rahimnya.
Fitnah dan ancaman dari ibu dan kakak tirinya membuat Hanna memutuskan untuk pergi tanpa mengungkap keadaan dirinya yang tengah berbadan dua dan menyembunyikan fakta tentang anak kembarnya.
"Kenapa kau sembunyikan mereka dariku selama ini?" ~ Evan
"Kau tidak akan menginginkan seorang anak dari wanita murahan sepertiku, karena itulah aku menyembunyikan mereka." ~ Hanna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15
Sore itu beberapa orang karyawan kafe sedang berkumpul di depan sebuah meja mengadili seorang anak laki-laki baru saja kedapatan mencuri. Satu-persatu mereka bertanya dengan ketus dan menuntut jawaban.
Sky gemetar di hadapan lima karyawan kafe yang terdiri dari dua pria dan tiga wanita yang sejak tadi menatapnya sinis. Jemarinya saling meremas di balik punggung.
"Lihat, wajahnya sangat polos tapi ternyata seorang pencuri!" ucap salah satu di antara mereka.
"Hey anak kecil, siapa yang menyuruhmu mencuri di sini?"
"Coba periksa tubuhnya, jangan-jangan dia habis mencuri sesuatu yang lain."
"Ayo, kita laporkan saja pada polisi. Pencuri itu, tempatnya di penjara. Dia juga sering mencuri di toko ibuku," tambah Eliya.
Sky sudah hampir menangis mendengar ancaman menakutkan itu. Sejak tadi ia hanya menundukkan pandangannya, tanpa berani menatap mereka.
"Ada apa ini?" Suara berat seorang pria menciptakan suasana senyap selama beberapa detik, yang mana membuat Sky semakin ketakutan. Evan baru saja tiba setelah seharian berada di rumah sakit.
"Tuan, anak kecil ini kedapatan mencuri roti," jawab seorang karyawan pria.
"Kedapatan mencuri?" tanya Evan dengan alis berkerut. Sorot matanya seolah menuntut agar segera dijawab.
"Iya, Tuan. Kami menemukan beberapa potong roti di dalam sakunya," jawabnya menunjuk beberapa potong roti di atas meja yang tadi dimasukkan Sky ke dalam saku jaketnya.
Evan mengalihkan pandangannya pada anak laki-laki yang sedang menunduk ketakutan, sehingga tak dapat melihat wajahnya dengan jelas.
"Kalian boleh kembali bekerja. Biar aku saja yang bicara dengan anak ini."
"Baik, Tuan."
Rombongan pria dan wanita itu pun membubarkan diri dan kembali ke tempat masing-masing. Evan lantas berjongkok di hadapan Sky yang sedang duduk di sebuah kursi.
"Siapa namamu, Nak!"
Hening!
Sky terus menunduk dan tak berani menjawab. Tubuhnya semakin gemetar. Keringat mulai membasahi keningnya.
"Dan kenapa kau mencuri? Apa kau sedang merasa lapar?"
Air mata Sky mulai menetes. Hanya isak tangis yang terdengar di sana.
"Jangan menangis, tidak apa-apa. Kau boleh meminta menu apapun yang kau suka. Tapi tidak boleh mencuri ya, lebih baik meminta."
Sky mengusap air matanya. Tetapi ia belum berani mengangkat kepala.
"Adikku sedang sakit dan ingin makan roti dari kafe ini. Tapi mommy tidak punya uang untuk membelinya."
"Apa mommy-mu yang menyuruhmu mencuri?"
"Tidak! Kalau mommy tahu aku mencuri, aku akan dikurung semalaman di gudang kotor tanpa diberi makan malam."
"Mommy-mu sadis juga. Oh, ya ... Boleh aku tahu siapa nama mommy-mu?"
Sky membungkam tanpa berani menyebutkan nama mommy-nya. Jika ia menyebut nama Hanna, mungkin mereka akan langsung melaporkan pada polisi. Begitu isi pikiran polos Sky.
"Siapa nama mommy-mu?" Evan mengulang pertanyaan yang sama.
"Ha-Hanna Ca-bre-ra," cicit Sky penuh ketakutan.
Evan seketika membeku, detak jantungnya kian berpacu. Tangannya reflek mengulur menyentuh dagu anak itu hingga kepalanya mendongak. Pandangan pun saling bertemu.
Deg!
Deg!
Deg!
Debaran yang sama berulang seperti saat bertemu dengan Star. Evan dibuat terhenyak hingga tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun. Pertama kali menatap wajah Sky, Evan seperti bercermin pada masa kecilnya.
Ini tidak mungkin! Aku pasti salah! Ini benar-benar tidak mungkin!
Seketika cairan bening menggenangi bola matanya. Bagaimana anak ini bisa semirip dirinya?
Evan mulai menduga-duga dalam hati, meskipun tak berani menyimpulkan. Ia meneliti tubuh Sky dan menatap iba hingga rasanya ingin menangis. Tangannya gemetar membelai wajah mungil itu.
"Kau adalah kakaknya Star?"
Detik itu juga isak tangis Sky terhenti. Ia memberanikan diri menatap manik pria di hadapannya. "Iya, Paman."
"Adikmu sedang sakit?" Tiba-tiba rasa khawatir mulai menjalar di hati Evan.
"Iya. Tadi Star bilang mau makan roti yang ada di kafe ini. Aku sudah bilang kakak-kakak tadi mau bertemu paman pemilik kafe untuk meminta rotinya. Tapi mereka tidak percaya dan mengusirku. Jadi aku diam-diam mengambilnya. Maafkan aku, Paman!"
Ucapan polos itu seakan mendorong Evan untuk memeluknya. Memikirkan Sky yang rela mencuri demi adiknya benar-benar membuat hatinya bagai disayat.
"Tidak apa-apa, Nak. Aku akan memarahi mereka yang sudah berani berbuat kasar padamu. Tunjukkan saja yang mana orangnya."
Sky pun melirik beberapa karyawan kafe yang tadi memarahinya, tetapi tak lantas mengadukan pada paman baik hati itu.
"Paman, apa aku boleh minta roti untuk adikku?"
"Tentu saja boleh, Nak. Bahkan kau boleh membawa pulang semua roti yang ada di kafe ini kalau mau."
"Aku minta satu untuk adikku saja, Paman."
Dengan menahan air mata, Evan kembali memeluknya erat. Tampak beberapa karyawan menatap heran. Hingga beberapa saat berlalu ....
"Boleh aku tanya sesuatu?" tanya Evan melepas pelukan.
Sky pun menganggukkan kepala.
"Apa kau tahu di mana daddy-mu?"
"Tidak tahu," jawab bocah itu polos dengan gelengan kepala.
"Kenapa tidak tahu?" tanya Evan semakin penasaran.
"Aku pernah menguping pembicaraan mommy dengan Nenek Laura ... Mommy bilang, daddy adalah orang yang sangat kaya dan punya banyak uang. Tapi daddy tidak akan menginginkan kami karena sangat membenci mommy."
Evan menarik napas dalam demi memenuhi kebutuhan udara dalam rongga paru-parunya. Memikirkan betapa menyedihkan kehidupan Hanna dan anak kembar ini membuat dadanya terasa sesak.
Dan bagaimana jika dugaan konyol yang sempat terbesit dalam benaknya ternyata benar?
❤️
kalo zian dah hbs tu ayael