Perjalanan cinta Mat dan Cali, dibumbui konflik ringan di antara mereka berdua.
Tentu cerita ini tidak sesederhana itu, sebab Mat harus berurusan dengan Drake.
Bagaimana kisah lengkapnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riaaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
"Ayo, Cali!" Sorakan teman-teman sekelasnya menggema di sekitar kolam renang setiap kali Calista muncul ke permukaan untuk menghirup udara.
"Cali! Cali! Cali!" teriak penonton serempak, memenuhi udara dengan semangat yang membara.
Hari itu adalah musim panas di bulan Maret, saat kompetisi renang antaruniversitas tahunan digelar. Tahun ini, giliran universitasnya menjadi tuan rumah acara besar itu, dan Cali menjadi salah satu perwakilan kebanggaan kampusnya.
Kompetisi renang ini adalah salah satu acara bergengsi yang dinantikan semua orang. Bukan hanya karena semangat olahraga, tetapi juga karena kemeriahan dan interaksi antaruniversitas. Kampus ramai oleh kehadiran mahasiswa asing dari universitas peserta. Para pria biasanya sibuk mencari “prospek” baru, sementara para wanita kerap tertarik pada siswa dari St. Vincent, universitas khusus laki-laki yang terkenal dengan mahasiswa-mahasiswa tampannya.
Cali menanamkan kedua kakinya kuat-kuat di dinding kolam, mendorong tubuhnya untuk melesat ke ujung yang lain. Gaya renangnya cepat, mulus, dan seakan tanpa usaha. Dia dengan mudah melewati lawan-lawannya, sementara sorak-sorai dan tepuk tangan dari teman-teman sekelasnya semakin membahana.
Sejak kecil, Cali selalu mencintai air. Tumbuh di San Antonio, sebuah kota kecil di tepi laut, ayahnya, Arnaldo, adalah orang pertama yang mengajarinya berenang. Rumah sederhana mereka berada tepat di sebelah pantai, menjadikan laut taman bermainnya. Bagi Cali, laut adalah bagian dari dirinya, sesuatu yang tak pernah ingin dia tinggalkan. Tapi cita-cita besar orang tuanya untuk melihatnya kuliah di Manila telah membawanya jauh dari rumah tercinta.
Keluarga mereka memang sederhana. Ayahnya seorang nelayan, sedangkan ibunya, Lilian, adalah guru sekolah dasar di San Antonio. Meskipun hidup pas-pasan, Cali tumbuh dengan limpahan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Karena itu, dia bertekad tidak mengecewakan mereka.
Beruntung, sahabat ibunya, Tiya Lupe, membantu mewujudkan impian mereka. Cali tinggal di rumah Tiya Lupe selama kuliah, yang meringankan beban biaya tempat tinggal. Namun, biaya sekolah dan kebutuhan lainnya tetap menjadi tantangan besar. Untuk itu, Cali bekerja keras mendapatkan beasiswa melalui renang. Selama tiga tahun terakhir, beasiswa inilah yang membuatnya bisa melanjutkan studi di Saint Bernadette.
"Cali! Cali! Cali!" Teriakan itu terus berlanjut, mengiringi setiap gerakannya.
Cali semakin mempercepat kayuhan tangannya. Dia meregangkan tungkai dan kakinya untuk mencapai ujung kolam lebih cepat. Tapi tiba-tiba, rasa sakit menusuk kaki kirinya.
Panik menyeruak di hatinya. *Oh, tidak... Ya Tuhan, tolong!* Dia berusaha keras menggerakkan kakinya lagi, tetapi rasa sakit itu begitu hebat hingga dia hampir tidak bisa menggerakkannya.
Penonton terkejut. Suara keterkejutan dan kecemasan mulai terdengar di sana-sini. Cali seperti kehilangan kendali, perlahan tubuhnya tenggelam ke dalam air.
Dia mencoba bertahan, menggunakan lengan dan kaki kanannya. Namun, rasa sakit di kakinya begitu parah hingga usahanya sia-sia. Tubuhnya mulai menelan air, dan setiap detik yang berlalu membuatnya semakin tenggelam.
Beberapa saat kemudian, sepasang lengan kokoh melingkar di pinggangnya, menariknya ke permukaan. Dalam sekejap, Cali merasakan tubuhnya dibawa ke tepi kolam.
"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya orang yang menyelamatkannya dengan suara cemas.
Cali membuka matanya perlahan, mencoba fokus pada wajah di depannya. Dia melihat seorang pria muda dengan rambut basah dan sorot mata penuh kekhawatiran. Namun, sebelum dia sempat menjawab, rasa malu dan lemas menyelimuti tubuhnya.
Cali mengeluarkan serangkaian batuk sebelum akhirnya berhasil menjawab. Dia mengangguk pelan sambil mengangkat pandangannya, langsung bertemu dengan mata pria yang baru saja menyelamatkannya.
"T-terima kasih," gumamnya, tapi kalimat itu terputus ketika matanya menangkap sosok pria di depannya.
Dia membeku. *Astaga,* pikirnya, *ini seperti melihat model yang langsung keluar dari majalah!*
Pria itu berdiri dengan percaya diri, tubuhnya menjulang tinggi di hadapannya. Rambutnya yang basah disisir ke belakang dengan gerakan santai, membuatnya terlihat semakin tampan. Cali hanya bisa menatap, merasa seperti pohon kaku yang tak mampu bergerak. Rasa malu mulai menyeruak, tetapi dia tak bisa memalingkan pandangannya.
"Apakah kamu baik-baik saja?" pria itu bertanya lagi, nadanya penuh perhatian. Tapi kali ini, ada sedikit senyum geli di wajahnya, seolah menyadari kebingungan yang masih menyelimuti Cali.
"Y-ya," jawabnya tergagap. Wajahnya terasa panas, dan dia yakin pipinya sudah memerah.
Dia buru-buru menundukkan kepala, mencoba menyembunyikan rasa malunya. *Apa yang salah denganku?* pikirnya. Dia pernah bertemu pria tampan sebelumnya, tapi kenapa yang satu ini membuatnya seperti kehilangan kendali atas dirinya sendiri?
Saat dia masih tenggelam dalam kebingungannya, pria itu tiba-tiba berjongkok dan meraih kakinya tanpa peringatan. Cali terkesiap, ingin protes, tapi lidahnya terasa kelu. Alih-alih berkata apa-apa, dia hanya menatap pria itu dengan ekspresi bingung.
Pria itu memijat lembut kakinya, seolah-olah mencoba mengurangi rasa sakit yang baru saja dia alami. "Kamu sudah melakukan pemanasan sebelum berenang?" tanyanya sambil melirik sekilas ke arahnya.
Cali hampir lupa bernapas. Suaranya rendah dan tenang, tapi cukup membuat wajahnya semakin memerah. "T-tentu saja..." jawabnya pelan, hampir seperti bisikan.
"Sayang sekali," pria itu melanjutkan sambil tersenyum kecil. "Kalau tidak ada cedera tadi, kamu pasti bisa mengalahkan kami semua di sana."
Baru saat itu Cali menyadari seragam renang yang dikenakan pria itu. *Tunggu... apa dia salah satu kontestannya?* pikirnya. Jika iya, kenapa dia meninggalkan kompetisi untuk menyelamatkannya? Bukankah itu kesempatan besar untuk menang?
"Kamu salah satu kontestannya?" tanyanya ragu.
Pria itu tersenyum lebih lebar, pipinya menonjol sedikit saat senyum itu mengembang. Kali ini, tampaknya kehadirannya menjadi sepuluh kali lebih memikat di mata Cali.
Dia mengangguk ringan sambil mengulurkan tangan. "Drake. Drake Lustre," katanya memperkenalkan diri.
Cali menatap tangan itu sejenak sebelum akhirnya menyambutnya dengan ragu. "C-Cali... aku maksudnya Calista. Calista Rodriguez."
"Senang bertemu denganmu, Calista Rodriguez," ucapnya dengan senyum yang begitu menawan, seolah membuat waktu di sekitarnya berhenti sejenak.