Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 - Bersyukur
Selesai sarapan, Ryan mengajak Ajeng dan Sean untuk pergi ke taman yang ada di komplek perumahan mewah ini. Taman itu berada cukup jauh jadi mereka pergi menggunakan mobil.
Sean berlari keluar dengan ceria, tak sabar rasanya untuk tiba di taman itu, dia juga membawa Malvin sekaligus. Ajeng jadi tersenyum lebar melihat keceriaan Sean.
Gadis cantik itu seolah sudah lupa dengan kesedihannya gara-gara dimarah papa Reza beberapa saat lalu.
Sementara itu di meja makan, Oma Putri menahan Reza yang hendak pergi. Masih ada yang ingin Oma Putri bicarakan pada anak pertamanya itu.
"Jangan pergi dulu Rez, Oma ingin bicara dengan mu."
Saat ini hanya ada mereka berdua di meja makan.
Reza hanya diam, tapi dia menurut dan tidak beranjak dari kursinya.
"Oma sudah perhatikan ini sejak lama, tentang Sean," ucap Oma Putri, memulai pembicaraan mereka saat itu.
"Dia hanya ingin memiliki banyak waktu bersama kamu dan Mona. Tapi kita sama-sama tahu jika Mona tidak pernah menginginkan Sean, jadi yang bisa melakukannya Hanya kamu Rez." tutur Oma Putri lagi.
Sedangkan Reza masih terdiam.
"Proyek pembukaan lahan baru kan sudah beres, cobalah untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama Sean," pinta Oma Putri. Dia tahu jika sebenarnya Reza memiliki banyak pekerjaan mengingat statusnya yang sebagai CEO. Meski memiliki banyak anak buah yang bisa diperintah sesuka hati, tapi tetap saja Reza selalu memantau secara langsung.
Sementara kakek Agung sudah tidak bisa menduduki posisi itu semenjak mendapatkan serangan gejala stroke.
Sementara perkembangan Sean pun tidak bisa mereka abaikan begitu saja, terlebih Sean jauh lebih berharga dibandingkan itu semua.
"Nanti Oma juga akan bicarakan hal ini pada Ryan, jadi dia bisa membantumu lebih banyak di perusahaan." terang Oma Putri, sejak tadi dia terus bicara, sementara Reza tetap betah pada diamnya.
*
*
Di taman.
Sean langsung berlari ketika melihat lapangan hijau berbentang luas di hadapan. Di sana telah banyak anak kecil bermain gelembung sabun menggunakan bubble stick.
Ajeng juga ingin berlari mengejar Sean namun kemudian tangannya malah di tahan oleh Ryan.
"Biar dia sendiri, biar dia cari teman. Kita cukup mengamati dari jauh," ucap Ryan, dengan wajah yang selalu terlihat teduh.
Ajeng tidak keberatan dengan hal itu, tapi jantungnya terasa tak aman saat Ryan terus menggenggam tangannya.
Kedua pipi Ajeng yang seketika berubah jadi merah merona, membuat Ryan akhirnya sadar jika dia telah menggenggam tangan gadis ini.
"Maaf," ucap Ryan, dengan perlahan dia pun melepaskan genggaman tangan itu. Menciptakan sebuah gelayar aneh yang masuk ke dalam hati Ajeng.
Gadis cantik itu tersenyum kikuk, dia menunduk dan membuat rambutnya pun jatuh. Ajeng lantas menyelipkan rambut itu ke belakang telinga.
Hanya pergerakan sederhana, namun berhasil membuat Ryan tersenyum.
"Dimana Sean?" tanya Reza, yang entah sejak kapan sudah ada di taman itu, namun tiba-tiba berada di belakang Ajeng dan Ryan.
Suara dingin pria itu, seketika membuat Ajeng tersentak. Hatinya yang berbunga-bunga seketika hampir copot saat itu juga.
Deg!
"Itu Sean." Ryan yang menjawab, menunjuk ke arah Sean yang sedang berlari riang di ujung sana.
Reza lantas segera berjalan menghampiri anaknya, meninggalkan Ajeng dan Ryan kembali berdua.
Sementara Ajeng, terus melihat punggung yang semakin berjalan menjauh itu. Dalam hatinya dia bersyukur, jika papa Reza mulai berusaha dekat dengan sang anak.