Miko seorang Psikiater menangani seorang pasien wanita dengan gangguan mental depresi. Tetapi dibalik itu ternyata ada seorang Psikopat yang membuatnya menjadi depresi.
Ketika pasien tersebut ternyata bunuh diri, sang Psikopat justru mengejar Miko.
Hari-hari Miko menjadi berubah mencekam, karena ternyata psikopat tersebut menyukainya.
Setelah menghadapi si psikopat ternyata ada sisi lain dari pria ini.
Bagaimana Miko menghadapi hari selanjutnya dengan sang Psikopat?
Yuk simak kisahnya di cerita Othor. Ada beberapa plot twist-nya juga loh..yang bikin penasaran...
Jangan lupa dukungannya ya man teman...
Oiya, di cerita ini ada adegan mengerikan, ****** ****** dan kata2 'agak gimana yah'
Jadi buat dek adek yg rada bocil mending skip dulu yah....maap ya dek...
Mohon bijak dalam membaca...
*Salam hangat dari othor*
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23 - Belum siap
Morino hanya mengangguk. Nafas Morino kini perlahan stabil dan tenang.
Setelah Miko memberikan minuman untuk Morino, pria itu berangsur jauh lebih tenang.
Miko diam disamping pria itu.
“Aku akan coba memberi obat penenang untuk sementara”
Morino menoleh kearah Miko. “Terimakasih” ucapnya. “Miko, kau tidak perlu takut lagi denganku. Tidak ada sedikitpun niatku untuk membuatmu menjadi seperti Anabella. Dari awal aku membenci Anabella, karena itu aku membuatnya seperti itu. Tapi berbeda denganmu. Aku, menyukaimu. Aku tidak akan menyakitmu”
“Se-sebenarnya, kau membuatku agak takut selama ini. Tapi setelah aku mendengar semua masa lalumu. Aku tergerak ingin membantumu keluar dari masalahmu. Aku ingin menyembuhkanmu”
“Ya, itulah salah satu alasanku kenapa aku memilihmu dan memutuskan untuk menikahimu”
“Karena aku Psikiater? Atau karena kemarin-kemarin aku belum memiliki pasangan?”
Miko tersenyum dan tatapannya membuat Morino tergoda.
“Mungkin keduanya” jawab Morino.
“Miko, Kau membuatku nyaman” ucap Morino lagi.
“Itu sudah bagian dari tugas- …”
Tiba-tiba saja Morino mendekat kearah Miko. Ia menatap Miko lekat. Kemudian bibirnya mulai menekan bibir Miko. Miko yang sempat terperanjat kaget, namun tidak berani melepaskan serangan mendadak Morino.
Wanita itu khawatir emosi Morino belum terlau stabil. Miko membiarkan Morino sesaat menikmati momen itu.
Morino agak memaksa merebahkan tubuh Miko di sofa. Tetapi Miko sedikit menolak tindakan pria itu.
“T-tunggu, Morino. Ini tidak seperti yang ku harapkan. Aku tidak-” tukas Miko menolak ajakan bercumbu Morino selanjutnya.
“Miko, kau berjanji akan menyembuhkanku. Barangkali dengan cara ini aku bisa lebih tenang” Jemari Morino mulai bermain di celana kulot Miko.
“Maaf, tapi bukan dengan cara ini” Miko semakin menghindar dan menepis tangan pria itu.
Morino memaksa Miko agar masih merebah di sofa. Kemudian lagi-lagi ia merapatkan bibirnya ke bibir Miko, hingga wanita itu tidak lagi bersuara.
Miko cepat-cepat mendorong dada Morino agar tidak melakukan sesuatu di luar batas.
“Hentikan!”
“Ayolah, Miko. Kita suami istri dan belum pernah melakukannya, kan?” ujar Morino sambil membuka pakaian atasnya.
Tetapi tiba-tiba suara dering ponsel Morino mengganggu kesunyian itu. Morino menoleh sesaat ke saku celananya, tapi ia tidak memperdulikannya. Pria itu masih ingin menuangkan hasratnya pada Miko.
Walaupun Miko sesekali menghindar, tapi Morino terus menelusuri bagian yang diinginkannya.
“Morino, ugh! Hentikan! Aku belum siap!” ucap Miko ketika tangan pria itu menyusup ke bagian dalam blouse Miko.
“Diamlah dulu” bisik Morino seolah mabuk dengan gairahnya. Pria itu terus menyusuri leher Miko.
“CUKUP MORINO!” pekik Miko agar pria itu menghentikan gerakan liarnya.
“Kenapa?” tanya Morino.
“Tidak. Maaf, tapi aku- aku hanya belum siap untuk itu. Tolong beri aku waktu lagi. Kukira kita hanya konsultasi”
“Ya, tapi sesi konsultasi sudah berakhir beberapa menit yang lalu”
Wajah pria itu sangat dekat dengan Miko. Tatapannya dalam menuju manik Miko.
Miko yang akan beranjak berdiri, terhenti spontan karena lengannya di genggam Morino.
“Mau kemana?! kenapa menghidariku lagi?”
“K-kau membuatku takut lagi, Morino”
“Takut apanya? Ini kan hal yang wajar untuk pasangan suami istri?”
Tapi lagi-lagi ponsel di saku celana Morino berdering. Morino sudah tampak kesal dengan gangguan kecil itu.
“Arrh! Sialan!” pekik Morino kemudian melepaskan genggamannya dari lengan Miko.
Morino kemudian mengambil ponsel yang masih berdering dari saku celananya dengan geram.
“Siapa si brengsek yang menggangguku!” pekiknya geram saat melihat nama di layar ponselnya.
“Ya! Ada apa!” jawabnya hampir membentak.
Setelah mendengar suara pria di sebrang telepon Morino mendengarkan sebentar tanpa balas menjawab.
Tetapi tanpa di duga, Miko berhasil melarikan diri ketika Morino lengah. Wanita itu cepat berlari keluar ruangan dan berhasil keluar Cottage.
Morino mematikan sambungan telepon, kemudian mengambil kemeja dan jas panjangnya. Morino yang sudah menyadari kepergian Miko, buru-buru keluar dan menelpon seseorang.
“Tangkap dia dan bawa ke rumahku! Aku ada urusan sebentar” perintah Morino.
“Baik, Boss!” jawab seorang pria bersama dua orang lainnya yang berada di luar Cottage. Mereka yang mengenakan jas hitam buru-buru mengejar Miko yang sangat mudah untuk mereka tangkap.
Sesampainya di rumah Morino. Miko di perintahkan masuk ke kamar Morino. Kemudian anak buah Morino menguncinya dari luar.
“Maaf, Nyonya. Tapi kami terpaksa melakukan ini” ucap salah satu anak buah Morino.
“Hey! Keluarkan aku!” teriak Miko, sia-sia saja. Karena mereka tidak akan membukanya.
Miko hanya bisa berdiam di atas ranjang, merebahkan kepalanya di atas kasur tanpa bantal. Ia menatap langit-langit kamar. Mengulang semua kejadian yang dialaminya, termasuk beberapa jam yang lalu. Ketika pria itu mencium bibirnya. Miko menyentuh bibirnya sendiri. ‘Bibirnya agak dingin dan …Ah sial. Kenapa aku jadi mengingatnya’ gumamnya pada diri sendiri.
Malam menanjak naik, dingin dan semakin pekat.
Paginya,
Miko yang tertidur di ranjang Morino tidak sadar jika dirinya tengah diperhatikan Morino dari beberapa saat yang lalu.
Morino sedari tadi duduk di kursi di depan ranjang sambil mengepulkan asap rokok di sela bibirnya. Matanya terus memandangi Miko.
Miko membuka matanya perlahan, kemudian wanita itu terperanjat kaget.
“M-Morino? Sejak kapan kau disini?” tanyanya penuh ke-terkejutan. Wanita itu langsung duduk di ranjang, merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan.
“Jangan pernah lari lagi dariku, kau mengerti!” tandas Morino.
Miko menghela nafas.
“Tapi kau juga jangan membuatku takut lagi” pinta Miko.
“Aku tidak membuatmu takut. Kaulah yang lari dariku”
“Aku takut untuk melakukan, itu”
Morino juga menghela nafas dan menurunkan pundaknya.
“Miko, Miko. Kau sudah dewasa, tapi kelakuanmu masih seperti remaja baru tumbuh”
”Um, Morino, sebentar lagi masa cutiku habis. Aku harus kembali ke Rumah sakit dan kembali bekerja. Biarkan aku menjalani pekerjaanku, ya?” pinta Miko.
“Untuk apa kau bekerja? mencari uang? Kau tinggal menyebutkan padaku apa yang kau butuhkan. Kau tidak perlu bekerja lagi” balas Morino.
“Ini bukan cuma masalah uang. Rumah sakit membutuhkanku”
“Mereka pasti akan mencari Dokter ahli jiwa yang lain jika kau berhenti bekerja”
“Tapi itu akan berbeda. Kepala rumah sakit beberapa kali menghubungiku. Katanya aku sangat dibutuhkan disana”
“Tidak! Aku tidak mengizinkanmu bekerja lagi!” tolak pria itu.
“Morino, tolonglah! Ck, akh!” decak Miko kesal sambil menurunkan pundaknya.
Miko menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Morino beranjak dari duduknya. Pria itu mendekati Miko dan membungkuk.
Isak tangis kecil terdengar dari sela jemari Miko yang menutup wajahnya.
“Hey, kau menangis?” tanya Morino sambil membuka jemari Miko dari wajahnya.
Miko langsung tertunduk.
“Ini adalah duniaku. Kenapa kau merampas semua yang sudah kuraih!” Miko tak kuasa menahan tangisnya.
“Aku tidak merampasnya. Tapi aku menawarkan sesuatu yang semua wanita inginkan” tukas Morino.
Miko hanya diam menelan kekesalannya.
“Hey, apa kau mau berjanji sesuatu padaku? Jika kau berjanji, aku mengizinkanmu kembali bekerja” tawar Morino.
Miko mendelik menatap Morino. “Berjanji apa?”