Gara, cowok dengan semangat ugal-ugalan, jatuh cinta mati pada Anya. Sayangnya, cintanya bertepuk sebelah tangan. Dengan segala cara konyol, mulai dari memanjat atap hingga menabrak tiang lampu, Gara berusaha mendapatkan hati pujaannya.
Tetapi setiap upayanya selalu berakhir dengan kegagalan yang kocak. Ketika saingan cintanya semakin kuat, Gara pun semakin nekat, bahkan terlibat dalam taruhan konyol.
Bagaimana kekocakan Gara dalam mengejar cinta dan menyingkirkan saingan cintanya? Akankah Gara mendapatkan pujaan hatinya? Saksikan kisah cinta ugal-ugalan yang penuh tawa, kejutan, dan kekonyolan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Saran dari Ahli Cinta (yang Salah Kaprah)
Yoyok menghentikan kalimatnya sejenak, memikirkan sesuatu yang lebih dramatis, "...atap rumah Anya!"
Gara hampir tersedak kopinya. "Gue manjat atap rumah Anya?!"
Yoyok mengangguk pasti penuh keyakinan. "Yakin, bro! Bayangin aja, lo berdiri di atas atap, teriak, ‘Anyaaaa, gue cinta kamu!’. Kalau lo nekat gini, pasti Anya kagum sama keberanian lo!" Yoyok tersenyum lebar, merasa sudah memberikan saran terbaik dalam sejarah pertemanan mereka.
Tapi Gara hanya bisa mengusap wajahnya, merasa rencana ini seperti ide yang buruk. "Gue enggak yakin ini bakal berhasil, Yok."
Di sudut lain warung, Darto, barista yang sudah mendengar seluruh percakapan, tertawa kecil. "Eh, Gara, kalau gue boleh ngasih saran, mending lo pelan-pelan aja deh. Enggak semua cewek suka yang lebay kayak di film. Kadang cewek lebih suka kalau cowoknya santai, enggak maksain."
Gara menatap Darto dengan ekspresi penuh harapan. "Maksud lo, santai gimana?"
Darto meletakkan cangkir kopi yang baru selesai dia seduh, lalu berjalan mendekat. "Lo tau, 'kan, Anya tuh cewek yang kalem? Mungkin yang dia suka bukan yang heboh-heboh. Coba lo ajak ngobrol aja dulu, enggak usah pake drama. Tunjukin kalau lo bisa jadi diri sendiri tanpa harus bikin kegaduhan."
Yoyok langsung memotong, "Ah, itu mah terlalu biasa, Dart. Cewek tuh butuh kejutan!"
Tapi Gara merasa ada sesuatu di balik kata-kata Darto. "Mungkin bener juga, ya. Gue selama ini terlalu maksain drama ..."
Yoyok langsung tertawa keras. "Drama itu seru, Gar! Lo lihat aja besok! Gue jamin, kalau lo manjat atap rumah Anya, dia bakal langsung klepek-klepek!"
Darto geleng-geleng kepala mendengar ide Yoyok yang menyarankan Gara untuk manjat atap agar Anya terkesan. Karena peduli pada Gara, ia pun memutuskan untuk bicara kembali dengannya.
"Gar, lo yakin mau manjat atap kayak ide Yoyok? Bahaya, loh! Itu tinggi. Lo bisa aja jatuh kalau kagak hati-hati. Belum lagi kalau genteng rumah Anya rusak gara-gara elu panjat. Jangan yang ekstrem deh!"
Yoyok langsung menimpali, tak setuju dengan kekhawatiran Darto. "Gar, semua hal juga ada risikonya. Elu laki, jadi kagak usah takut!" Yoyok tetap kekeh kalau idenya adalah yang paling bagus.
Gara menghela napas panjang. Kepalanya mulai pening mendengar dua sahabatnya yang tak henti berdebat.
"Ide, Lo itu terlalu lebay, Yok!" tukas Darto.
"Justru, lo yang lebay, Dart," sanggah Yoyok. Lalu ia menatap Gara, dengan nada meyakinkan ia berkata, "Kalau lo takut risiko, kapan lo maju? Ini soal ngasih kesan ke Anya! Lo pikir dia bakal inget kalau lo cuma ngajak ngobrol di tempat biasa? Nggak bakal!"
Darto mengangkat alis, tak mau kalah. "Yok, ngasih kesan gak harus nekat, apalagi kalau ngorbanin keselamatan. Gue ngerti lo mau bantu Gara, tapi ini ... keterlaluan! Lo mau dia jatuh dari atap biar Anya tertarik? Gila apa?"
Yoyok menyeringai, "Biar ekstrim dikit, seru! Dia bakal inget itu seumur hidup, Dart." Yoyok beralih menatap Gara. "Ini aksi, bukan sekadar basa-basi, Bro! Ntar elu juga bakal paham."
Gara akhirnya angkat bicara, kedua tangan terangkat untuk menenangkan. "Gue pusing banget denger kalian berdua. Yoyok, gue gak yakin manjat atap ide yang bijak. Darto, gue ngerti kekhawatiran lo. Tapi gue cuma pengen bikin sesuatu yang beda buat Anya, tanpa jadi masalah besar."
Keduanya terdiam sejenak, tatapan mereka masih tegang. Gara hanya bisa menggeleng. "Ya ampun, kalian bikin keputusan kecil jadi drama hidup ...."
Setelah mendengar kata-kata Gara, Yoyok dan Darto saling melirik. Suasana menjadi sedikit canggung.
Yoyok, yang biasanya keras kepala, akhirnya menghela napas panjang, meskipun wajahnya masih menunjukkan tanda-tanda kesal. "Oke, Gar. Kalau lo merasa ide gue terlalu ekstrem, ya udah. Gue cuma pengen bantu lo bikin momen yang nggak bakal dia lupain. Tapi, terserah lo, deh," katanya, menyerah setengah hati, namun masih terlihat jengkel.
Darto, sebaliknya, merasa sedikit lega. "Akhirnya, ada yang mikir waras di sini," ujarnya sambil melipat tangan di dada. "Gue cuma nggak mau lo kenapa-kenapa, Gar. Ada banyak cara buat bikin Anya terkesan tanpa harus berisiko. Gue dukung lo, asal nggak nekat."
Gara mengangguk, senang karena perdebatan mulai mereda, tapi tetap merasa lelah dengan cara dua sahabatnya itu memaksakan pendapat. "Gue ngerti, Yok. Gue tau lo cuma pengen bantu. Tapi, santai aja, ya? Kita cari cara yang lebih aman."
Yoyok akhirnya tersenyum tipis, walau masih dengan rasa gemas. "Iya deh, bos. Tapi kalau lo butuh ide gila lagi, gue siap!"
***
Setelah pulang dari warung kopi, Gara duduk di kursi kamarnya, pikirannya kembali melayang ke perdebatan antara Yoyok dan Darto. Ia teringat lagi bagaimana Darto sangat khawatir, tapi juga bagaimana Yoyok terus meyakinkannya dengan ide gila itu. Semakin dipikirkan, ia mulai merasa tertarik dengan ide tersebut.
"Kalau dipikir-pikir, bener juga, sih. Kalau gue bikin yang ekstrem, Anya pasti kagak bakal lupa seumur hidup," gumam Gara sambil membayangkan skenario di kepalanya. Mungkin, justru tindakan berani seperti itu yang bisa benar-benar membuat Anya melihatnya dengan cara yang berbeda. Itulah yang ada di benaknya.
Namun, ada sedikit keraguan yang masih mengintip di pikirannya. "Tapi, kalau gue jatuh gimana? Gimana kalau beneran ada yang salah?" pikirnya, tetapi segera ditepis. "Ah, enggak usah mikir yang jelek-jelek. Gue harus positif thinking. Yang penting gue hati-hati."
Akhirnya, Gara mulai merasa lebih condong ke ide gila Yoyok. Adrenalin membayangkan bagaimana reaksi Anya jika ia menyatakan cinta dari atas atap mulai memompa semangatnya. "Gue cuma perlu rencana matang biar semua berjalan lancar." gumamnya penuh keyakinan.
***
Malam itu, rumah Anya sedang sunyi. Namun mungkin akan berubah menjadi malam penuh drama ketika Gara memutuskan untuk melakukan "misi nekat"-nya.
Di dalam rumah Anya, orang tua Anya duduk santai di ruang tamu. Ibu Anya sedang menonton televisi dan ayah Anya sedang membaca koran. Sementara di luar rumah Anya, meski malam sudah larut, Gara berdiri dengan tatapan penuh tekad ke arah jendela kamar gadis yang diam-diam ia taksir. Tangga lipat kecil yang dipinjam dari Pak RT sudah siap, helm motor masih nangkring di kepalanya.
"Oke, Gara, ini adalah momen besar lo. Yoyok bilang ini bakal berhasil. Semua cewek suka cowok nekat. Semua bakal berjalan mulus," gumamnya, mencoba meyakinkan diri sendiri meski perutnya bergejolak saat memandang ke arah atap rumah Anya yang tampak lebih tinggi dari yang dia bayangkan.
Dia mulai menaiki tangga dengan hati-hati, berusaha tidak membuat suara. Semua berjalan mulus sampai ...
*Greeek!*
*Brakk*
Mata Gara terbelalak. Tiba-tiba saja tangga ambruk, meninggalkan Gara terombang-ambing di sisi rumah Anya, bergelantungan di jendela kamar seperti atlet panjat tebing amatir yang kehabisan stamina. Satu-satunya yang menahan berat badannya sekarang adalah jendela kamar Anya ini yang kebetulan terbuka, kini menjadi penyelamatnya, namun mungkin juga akan menjadi sumber malapetaka baru dan mimpi buruk baginya. Wajah Gara seketika pias. "Ya ampun .... Tangganya licin banget. Kagak setia banget, sih, ninggalin gue? Mana gue nyangkut lagi!" gumamnya panik.
Di dalam rumah.
"Apa itu?” tanya ibu Anya yang sedang asyik menonton TV terhenti. Ayah Anya memasang telinga lebih seksama. Suara *Greeek!* dan *Brakk* itu terdengar keras, disusul suara gesekan aneh dari luar jendela. Ibu Anya menajamkan pendengarannya, sementara Ayah Anya menurunkan koran yang ia baca. Mereka kembali mendengar suara aneh dari arah luar jendela, disusul dengan napas berat seseorang yang jelas bukan napas seekor kucing.
"Kucing kali, ya?" kata Ayah Anya, setengah menduga.
Namun, Ibu Anya curiga. Ketika mereka mendekati sumber suara, suara napas berat itu disertai gumaman, "Ya Tuhan, ini kalau jatuh gimana?"
"Kucing?!" Ibu Anya melotot ke arah suaminya. "Kucing mana yang bisa ngomong begitu?!"
...🌸❤️🌸...
To be continued
Ditunggu launching novel terbarunya ya smg sehat sll dan sukses sll dan semangat sll terus berkarya.....