Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14: Jejak Victor
Pagi itu, suasana di rumah Nichole terasa lebih tegang dari biasanya. Setelah percakapan intens semalam, Elle tidak bisa tidur dengan nyenyak. Bayangan tentang Victor, ancaman yang belum terlihat jelas, dan rasa takut yang ia rasakan setiap kali memikirkan Leon yang melihatnya dari balik pintu membuatnya gelisah.
Namun, satu hal yang ia yakini adalah keputusannya untuk tetap berada di sisi Nichole, apa pun yang terjadi.
Nichole duduk di ruang kerjanya dengan ekspresi serius. Di depan layar komputernya, beberapa dokumen dan foto terlihat terpampang jelas. Sebagian besar adalah laporan tentang pergerakan musuh, termasuk catatan terbaru tentang Leon. Tetapi ada satu foto yang menarik perhatian Elle: foto seorang pria dengan wajah tirus dan mata yang tajam, seperti elang yang mengintai mangsanya.
“Dia Victor?” Elle bertanya sambil mendekat.
Nichole mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Ya. Ini foto lama, tapi aku yakin dia masih terlihat mirip dengan ini. Dia tidak akan muncul sendiri. Itu bukan gayanya. Dia selalu bergerak melalui orang lain.”
“Lalu, apa rencanamu?” Elle duduk di sampingnya, mencoba memahami situasi yang lebih besar.
Nichole menghela napas panjang. “Aku harus menemukan tempat persembunyiannya sebelum dia bisa mendekat lebih jauh. Katherine dan Selene mungkin sudah mundur untuk sementara, tapi itu hanya berarti Victor sedang menyiapkan langkah berikutnya.”
Tiba-tiba, suara notifikasi dari laptop membuat keduanya terdiam. Nichole membuka email yang baru masuk, dan ekspresi wajahnya berubah menjadi dingin seketika.
“Dia mengirimkan pesan,” gumam Nichole.
Elle mencondongkan tubuh untuk melihat layar. Pesan itu singkat, hanya beberapa kata:
> *“Kau tahu di mana mencariku. Jangan buat aku menunggu terlalu lama.”*
Nichole membaca pesan itu berulang kali, mencoba mencari arti yang lebih dalam. “Ini jebakan,” katanya akhirnya. “Dia ingin aku datang kepadanya. Tapi dia tahu aku tidak akan pergi tanpa persiapan.”
Elle menggigit bibirnya. “Bagaimana kalau kau tidak pergi? Bagaimana kalau kita mencoba mencari cara lain?”
Nichole menoleh padanya, menatapnya dengan lembut namun serius. “Victor tidak akan berhenti, Elle. Jika aku tidak pergi, dia akan mengirimkan seseorang yang lebih berbahaya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Semakin lama aku menunda, semakin besar risikonya bagi kita.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Beberapa jam kemudian, Nichole mempersiapkan segala sesuatu untuk bertemu Victor. Ia memanggil beberapa anak buah kepercayaannya untuk memastikan bahwa ia tidak akan pergi sendirian. Sementara itu, Elle merasa dirinya terjebak dalam dilema.
Ia tidak ingin Nichole pergi ke tempat yang jelas-jelas berbahaya. Tetapi, ia juga tahu bahwa Nichole tidak akan mundur dari tanggung jawabnya.
Saat Nichole sedang memeriksa senjata di ruang bawah tanah, Elle masuk dengan langkah tegas. “Aku ikut,” katanya tanpa ragu.
Nichole menoleh dengan ekspresi terkejut. “Elle, ini bukan sesuatu yang bisa kau ikuti. Ini terlalu berbahaya.”
“Aku tidak peduli. Kau bilang aku harus tahu segalanya. Jadi, jika ini bagian dari segalanya, aku ingin ikut. Aku tidak mau hanya menunggu di sini sambil terus-menerus bertanya-tanya apakah kau akan kembali dengan selamat atau tidak.”
Nichole mendekat, meletakkan tangannya di bahu Elle. “Elle, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri jika sesuatu terjadi padamu.”
“Dan aku juga tidak akan memaafkan diriku jika sesuatu terjadi padamu, sementara aku hanya duduk diam di sini.”
Nichole terdiam sejenak. Ia tahu bahwa Elle adalah orang yang keras kepala, dan tidak ada yang bisa mengubah pendiriannya. Akhirnya, ia menghela napas panjang dan berkata, “Baik. Tapi kau tetap di belakangku, dan kau tidak boleh melakukan apa pun tanpa persetujuanku. Mengerti?”
Elle mengangguk tegas. “Mengerti.”
Malam itu, mereka pergi ke lokasi yang disebutkan dalam pesan Victor: sebuah gedung kosong di pinggiran kota. Gedung itu tampak seperti bekas pabrik, dengan dinding yang penuh dengan graffiti dan jendela-jendela yang pecah.
Nichole dan Elle masuk dengan hati-hati, diikuti oleh beberapa anak buah Nichole yang bersenjata lengkap. Suasana di dalam gedung terasa mencekam, dengan cahaya redup yang hanya berasal dari lampu-lampu neon yang berkedip di beberapa sudut.
“Dia ada di sini,” bisik Nichole.
Mereka melangkah lebih dalam ke dalam gedung, melewati lorong-lorong panjang yang penuh dengan puing-puing. Akhirnya, mereka sampai di sebuah ruangan besar yang tampak seperti bekas ruang pertemuan.
Di tengah ruangan, berdiri seorang pria yang tampak persis seperti di foto: Victor. Ia tersenyum dingin ketika melihat Nichole dan rombongannya masuk.
“Nichole,” katanya dengan suara rendah namun penuh otoritas. “Kau akhirnya datang.”
Nichole berhenti beberapa meter darinya, matanya tajam seperti elang. “Aku tidak punya waktu untuk permainanmu, Victor. Katakan apa yang kau inginkan.”
Victor tertawa pelan, suaranya bergema di ruangan kosong itu. “Kau tahu apa yang aku inginkan, Nichole. Aku ingin semua ini berakhir. Aku ingin kekuasaan yang seharusnya menjadi milikku. Dan kau... kau hanya penghalang.”
“Kalau begitu, kenapa kau tidak menyelesaikannya sekarang?” tantang Nichole.
Victor menggeleng pelan. “Tidak secepat itu. Aku ingin kau menderita terlebih dahulu. Aku ingin kau kehilangan segala sesuatu yang kau cintai, sedikit demi sedikit.”
Tatapan Victor beralih ke Elle, yang berdiri di belakang Nichole. “Dan kau sudah memulai langkah itu dengan membawa gadis ini ke dalam duniamu. Kau tahu dia adalah kelemahanmu, bukan?”
Nichole langsung berdiri di depan Elle, melindunginya dari tatapan Victor. “Jangan berani-berani menyentuhnya.”
Victor hanya tersenyum. “Kita lihat saja nanti.”
Tiba-tiba, suara tembakan menggema di ruangan itu, membuat semua orang bereaksi. Anak buah Victor keluar dari bayang-bayang, membawa senjata dan menyerang rombongan Nichole.
Nichole menarik Elle ke belakang dan melindunginya dengan tubuhnya. “Tetap di sini!” katanya tegas sebelum bergabung dengan anak buahnya untuk melawan musuh.
Elle hanya bisa menyaksikan dengan napas tertahan, jantungnya berdebar kencang. Ia tahu bahwa ini adalah awal dari pertempuran besar, dan ia hanya bisa berharap bahwa mereka semua keluar dari tempat ini dengan selamat.
Namun, jauh di dalam hatinya, ia sadar bahwa pertemuan ini hanya permulaan. Victor tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan apa yang diinginkannya. Dan sekarang, Elle tahu bahwa ia benar-benar berada di tengah-tengah perang yang lebih besar dari yang pernah ia bayangkan.
...To be Continued...
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣