Dina, seorang janda muda, mencoba bangkit setelah kehilangan suaminya. Pertemuan tak terduga dengan Arga, pria yang juga menyimpan luka masa lalu, perlahan membuka hatinya yang tertutup. Lewat momen-momen manis dan ujian kepercayaan, keduanya menemukan keberanian untuk mencintai lagi. "Janda Muda Memikat Hatiku" adalah kisah tentang cinta kedua yang hadir di saat tak terduga, membuktikan bahwa hati yang terluka pun bisa kembali bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Peluang Kedua
Beberapa bulan setelah percakapan terakhir mereka, kehidupan Dina dan Arga terus berjalan di jalur masing-masing. Dina kembali sibuk dengan kariernya, sementara Arga mulai menjajaki peluang bisnis baru di kota. Meski hubungan mereka telah berakhir, bayangan satu sama lain masih kerap muncul dalam benak masing-masing, terutama saat momen-momen tenang di malam hari.
Bagi Dina, melupakan Arga bukanlah hal yang mudah. Setiap kali ia melihat foto-foto lama di ponselnya, ia tak bisa menahan senyuman kecil yang bercampur dengan rasa rindu. Ia sering bertanya-tanya, apakah keputusan mereka untuk berpisah adalah yang terbaik.
Di sisi lain, Arga juga merasakan hal serupa. Meski ia telah mencoba membuka diri pada orang baru, tidak ada yang mampu menggantikan tempat Dina di hatinya. Setiap sudut kota yang mereka jelajahi bersama seolah menjadi pengingat akan cinta mereka yang kini hanya menjadi kenangan.
---
Suatu hari, Dina menerima undangan untuk menghadiri sebuah seminar besar di kota tempat ia dan Arga tinggal. Seminar itu diadakan oleh perusahaan teknologi lokal yang sedang berkembang pesat, dan Dina diminta menjadi salah satu pembicara utama.
Tanpa ia sadari, perusahaan itu adalah salah satu klien baru dari bisnis Arga. Ketika nama Dina muncul di daftar pembicara, Arga merasa hatinya berdebar. Ia tidak pernah membayangkan akan bertemu Dina lagi setelah perpisahan mereka yang begitu emosional.
“Aku harus pergi ke acara ini,” gumam Arga pada dirinya sendiri. Meskipun ada keraguan di hatinya, ia tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk melihat Dina lagi.
---
Hari seminar tiba, dan suasana gedung penuh dengan keramaian. Dina mengenakan setelan formal berwarna putih gading, yang membuatnya terlihat anggun dan profesional. Ia berbicara dengan penuh percaya diri di atas panggung, mempresentasikan ide-ide inovatif yang ia kembangkan selama bekerja di luar negeri.
Dari barisan belakang, Arga duduk diam, memperhatikan setiap kata yang diucapkan Dina. Ada rasa bangga yang membuncah di dadanya, tetapi juga perasaan rindu yang begitu mendalam.
Setelah presentasi selesai, Dina turun dari panggung dan bergabung dengan peserta lain di area networking. Ia berbicara dengan beberapa profesional muda yang mengagumi pekerjaannya, hingga tiba-tiba matanya menangkap sosok yang begitu familiar.
Arga berdiri di sudut ruangan, mengenakan kemeja biru gelap yang membuatnya terlihat dewasa dan karismatik. Hati Dina berdegup kencang, tetapi ia mencoba menenangkan dirinya sebelum mendekati Arga.
“Arga?” Dina memanggilnya dengan nada lembut.
Arga menoleh dan tersenyum tipis. “Dina. Lama tidak bertemu.”
Percakapan awal mereka terasa canggung, tetapi seiring berjalannya waktu, suasana menjadi lebih santai. Mereka berbicara tentang kehidupan masing-masing, perjalanan karier, dan hal-hal ringan lainnya. Namun, di balik semua itu, ada perasaan yang tak terucap, seolah-olah ada sesuatu yang masih belum selesai di antara mereka.
---
Setelah acara selesai, Arga memberanikan diri untuk mengajak Dina makan malam. Dina awalnya ragu, tetapi akhirnya setuju. Mereka pergi ke restoran kecil di dekat gedung seminar, tempat yang penuh kenangan bagi mereka berdua.
“Aku sering datang ke sini,” kata Arga sambil tersenyum. “Rasanya seperti caraku tetap terhubung denganmu.”
Dina terdiam, hatinya tersentuh oleh pengakuan Arga. “Aku juga sering memikirkanmu, Arga. Mungkin lebih dari yang seharusnya.”
Percakapan mereka malam itu menjadi lebih mendalam. Mereka membicarakan perpisahan mereka, rasa sakit yang mereka rasakan, dan bagaimana mereka berusaha melanjutkan hidup.
“Aku selalu bertanya-tanya,” kata Arga pelan, “apa yang akan terjadi jika kita tetap mencoba? Jika kita tidak menyerah begitu saja?”
Dina menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Aku juga sering berpikir seperti itu. Tapi saat itu, aku merasa bahwa menyerah adalah satu-satunya pilihan.”
“Aku tidak pernah berhenti mencintaimu, Dina,” kata Arga tiba-tiba, membuat Dina terkejut. “Mungkin itu egois, tapi aku merasa seperti ada bagian dari hatiku yang selalu milikmu.”
Dina tidak tahu harus menjawab apa. Kata-kata Arga membangkitkan kembali perasaan yang selama ini ia coba kubur.
---
Malam itu berakhir dengan pelukan erat di depan apartemen Dina. Meskipun tidak ada janji atau keputusan yang dibuat, keduanya merasa bahwa pertemuan ini membuka peluang untuk sesuatu yang baru.
Selama beberapa minggu berikutnya, mereka mulai bertemu lebih sering. Arga menemani Dina menjelajahi kembali sudut-sudut kota yang pernah mereka kunjungi bersama, sementara Dina membantu Arga dengan ide-ide baru untuk bisnisnya.
Namun, di tengah kebahagiaan itu, Dina mulai merasa ragu. Ia tahu bahwa bekerja di luar negeri adalah bagian penting dari mimpinya, dan ia tidak ingin mengorbankan itu hanya demi cinta.
“Arga, bagaimana jika kita kembali ke situasi yang sama seperti dulu?” tanya Dina suatu malam ketika mereka berjalan di taman.
“Apa maksudmu?”
“Jarak. Waktu. Semua itu. Bagaimana jika kita mencoba lagi, tetapi akhirnya harus berpisah lagi?”
Arga terdiam sejenak. “Aku tidak punya jawaban pasti, Dina. Tapi aku tahu satu hal. Aku tidak ingin menghabiskan sisa hidupku dengan penyesalan karena tidak mencoba lagi.”
Dina terharu mendengar jawaban Arga. Ia tahu bahwa cinta mereka tidak sempurna, tetapi ia juga tahu bahwa cinta seperti ini tidak mudah ditemukan.
---
Keputusan untuk mencoba lagi bukanlah hal yang mudah. Mereka berdua sadar bahwa hubungan mereka membutuhkan komunikasi yang lebih baik dan komitmen yang lebih kuat. Dina mulai merencanakan untuk membagi waktunya antara karier dan kehidupan pribadinya, sementara Arga belajar untuk lebih sabar dan mendukung.
Hubungan mereka berkembang perlahan, tetapi dengan fondasi yang lebih kokoh. Mereka mulai merencanakan masa depan bersama, membicarakan kemungkinan tinggal di kota yang sama, dan bagaimana mereka bisa saling mendukung tanpa harus mengorbankan mimpi masing-masing.
Suatu malam, di tepi danau tempat mereka pernah menghabiskan waktu bersama, Arga menggenggam tangan Dina dan berkata, “Dina, aku tahu perjalanan kita tidak akan mudah. Tapi aku yakin bahwa bersama-sama, kita bisa melewati apa pun.”
Dina tersenyum, air mata kebahagiaan mengalir di pipinya. “Aku juga yakin, Arga. Selama kita saling percaya, aku tahu kita bisa.”
---
Hubungan mereka tidak sempurna, tetapi itu adalah hubungan yang mereka pilih dengan sepenuh hati. Dina dan Arga belajar bahwa cinta bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang komitmen untuk terus berjuang bersama, meski menghadapi banyak rintangan.
Dan kali ini, mereka yakin bahwa mereka akan berhasil. Karena cinta mereka adalah cinta yang telah diuji oleh waktu, jarak, dan tantangan, tetapi tetap bertahan.