NovelToon NovelToon
Cerita Dua Mata

Cerita Dua Mata

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Identitas Tersembunyi / Kaya Raya / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: R M Affandi

Sebelum Mekdi bertemu dengan seorang gadis bercadar yang bernama Aghnia Humaira, ada kasus pembunuhan yang membuat mereka akhirnya saling menemukan hingga saling jatuh cinta, namun ada hati yang harus dipatahkan,dan ada dilema yang harus diputuskan.

Mekdi saat itu bertugas menyelidiki kasus pembunuhan seorang pria kaya bernama Arfan Dinata. Ia menemukan sebuah buku lama di gudang rumah mewah tempat kediaman Bapak Arfan. Buku itu berisi tentang perjalanan kisah cinta pertama Bapak Arfan.

Semakin jauh Mekdi membaca buku yang ia temukan, semakin terasa kecocokan kisah di dalam buku itu dengan kejanggalan yang ia temukan di tempat kejadian perkara.

Mekdi mulai meyakini bahwa pembunuh Bapak Arfan Dinata ada kaitannya dengan masa lalu Pria kaya raya itu sendiri.

Penyelidikan di lakukan berdasarkan buku yang ditemukan hingga akhirnya Mekdi bertemu dengan Aghnia. Dan ternyata Aghnia ialah bagian dari...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter Ketiga Buku Itu

“Mata itu menipumu. Dia bisa menyimpan bayangan lain meskipun saat itu ia sedang memandangimu. Dan pupil gelap di kedua bola kaca itu, selalu memudarkan bayangan lain seakan-akan hanya kau yang ada di dalamnya.”

“Ini siapa ya?” Suara lembut itu bertanya.

Aku hanya diam, tidak berkata sepatahpun, hingga akhirnya suara itu lenyap. Ia telah mematikan handphonenya.

Semenjak detik itu, hati ini bergemuruh dengan ribuan kata tanya yang merasuki otakku. Siapakah pemilik suara indah itu? kenapa suara itu seakan-akan pernah kudengar sebelumnya? Kenapa jantungku berdegup kencang saat mendengar suara itu? Sepertinya suara itu menciptakan ruangan baru di jantungku. Suara itu telah mengubah gema jiwaku yang kosong menjadi sebuah nada. Dan suara itu juga menciptakan candu dalam diriku yang membuat aku selalu ingin dan harus mendengarnya lagi.

Kucoba menghubungi kembali pemilik suara itu. Dia mengangkatnya dan kembali mengatakan hal yang sama. Tapi entah mengapa aku masih tak sanggup bersuara, dan diapun kembali mematikan handphonenya.

Sesaat kemudian, sebuah pesan datang menghampiri handphoneku. Pesan itu ternyata dari nomor yang baru saja kuhubungi.

“Maaf, ini siapa ya? Kok diam aja?

Aku mulai menjawab pertanyaannya. Berkata lewat pesan rasanya lebih ringan bagiku di saat itu. Aku menjelaskan siapa diriku dan menceritakan bagaimana aku bisa mendapatkan nomornya. Namun yang sangat membuatku tidak menyangka sama sekali, dia mengembalikan pulsa yang masuk ke nomornya. Padahal aku tidak pernah meminta pulsa itu sepanjang percakapanku lewat pesan dengannya.

Hari itulah awal perkenalanku dengan pemilik nomor yang hanya beda satu angka dengan nomorku itu. Nama pemilik nomor itu ialah Rani Permata Sari. Ia sekolah di SMA yang berbeda denganku, dan saat itu ia masih duduk di bangku kelas dua.

Seiring waktu yang terus berganti, hubungan kami semakin akrab walaupun hanya lewat pesan di telpon genggam. Pesannya yang selalu datang sepanjang hari, selalu ku balas dengan cepat kembali. Ada banyak cerita yang kami lewati dalam perkenalan yang tidak disengaja ini. Namun yang paling mengesankan dari dirinya ialah, ia selalu memberi semangat dan bayangan masa depan. Cerita dengannya selalu melampui masa-masa yang jauh ke depannya. Pemikirannya, sangat berbeda dengan Vika.

Walaupun aku belum pernah menjumpainya, kian hari hatiku kian membutuhkannya. Hatiku berkata, “aku harus memilikinya apapun keadaanya!” Aku telah menemukan ketenangan dalam dirinya. Rasanya apa yang kucari selama ini memang ada pada dirinya. Aku telah bisa menyukainya meski belum pernah melihat seperti apa wujud rupanya. Akalku telah dirasuki kegilaan, menyukai seseorang hanya karena nyaman membaca pesan.

Kegilaan itu juga membuatku mulai mengabaikan Vika. Setiap dia mengirimiku pesan, aku selalu membalasnya dengan alasan sibuk dengan pekerjaan rumah. Begitupun jika bertemu dengannya di sekolah, aku hanya sekedar menemaninya, dan terkadang sibuk diam-diam membalas pesan dari Rani.

Di suatu siang sehabis pulang sekolah, aku pergi menemui Razis. Saat itu, aku melihatnya sedang duduk di sebuah kursi rotan yang ada di teras rumahnya, sambil mengalunkan nada-nada indah dengan sebuah gitar yang ada di pangkuannya. Aku menghampirinya dengan maksud ingin berbagi cerita yang sedangku alami.

Kuparkirkan sepeda motor astrea milik ayahku di depan rumah Razis, lalu memasuki teras rumah itu. Terasnya tampak sederhana. Lantainya yang tercetak dari ubin mulai tampak sedikit usang namun tetap kokoh. Pilar-pilar penyangga beranda rumah itu terbuat dari kayu bulat. Di sekelilingnya terdapat kursi-kursi rotan untuk bersantai. Dan atap genteng diatasnya memberikan kesejukan rumah itu.

Razis menghentikan petikan gitarnya. “Tumben kamu kesini?” tanyanya padaku yang duduk di sebelahnya. “Ada angin apa?” sambungnya.

“Nggak ada angin apa-apa. Cuma angin-anginan dan cari angin aja,” jawabku datar.

“Kulihat hubunganmu dengan Vika makin dekat aja! Mulai suka ya?

“Nggak seperti apa yang kamu pikirkan Zis! Sampai sekarang perasaanku padanya masih sama seperti dulu. Sebaiknya, aku akhiri saja hubungan ini.

“Jangan buru-buru lah Fan! Jalani aja dulu! Baru juga satu bulan. Jadi jomblo itu nggak enak Fan! Nanti kalau kamu udah ketemu orang yang kamu suka, baru akhiri hubunganmu itu.” Razis kembali memetik sinar gitarnya, menggumamkan sebuah lagu.

“Aku udah nemuin orang itu Zis!

“Benarkah?” Razis segera menahan suara gitarnya. Entah apa yang ia rasakan saat itu. Wajahnya tampak tegang, namun bibirnya merekah dengan sebuah senyuman. “Siapa orangnya?” tanyanya lagi.

“Rani,” jelasku.

Razis berpikir, mencoba mencari-cari sosok Rani diingatannya. Pandangannya terarah ke kejauhan, alisnya sedikit berkerut dengan tangan menopang dagu, sementara jari-jarinya perlahan mengetuk-ngetuk pipi. “ Setahuku, hanya ada dua orang yang namanya Rani disekolah kita, dan keduanya di bawah rata-rata,” ucapnya mengingat-ingat.

“Dia bukan murid sekolah kita. Dia sekolah di SMA 2 Lengayang.

“SMA 2? Kok bisa?” Razis menggeser kursinya lebih dekat ke sampingku. “Kenal dimana?

“Lewat hp!

“Cantik nggak?

“Nggak tahu?” jawabku menggeleng sambil senyum. “Belum pernah ketemu sih!

“Adduuhh… Fan… belum pernah ketemu udah main suka gitu aja!

“Tapi aku nyaman sama dia Zis! Walaupun kami belum pernah ketemu, tapi kami telah merasakan kecocokan satu sama lain. Pemikirannya selalu searah dengan pemikiranku!

“Aku heran dengan caramu menyukai seseorang. Ada yang jelas, kamu nggak suka! Giliran yang nggak jelas kamu malah suka! Cinta itu biasanya dari mata turun ke hati, tapi cintamu malah dari hati naik ke mata. Iya kalau dia cantik, kalau nggak?

“Aku nggak peduli dengan mata. Aku akan menerima apapun keadaannya. Hatiku benar-benar nyaman bersamanya,” jawabku dengan yakin.

Razis meletakkan gitarnya di atas meja rotan. “Sebaiknya kamu hati-hati dengan perasaanmu Fan! Jangan terlalu mudah memasukan hubungan yang belum jelas ke dalam hati. Iya kalau dia juga menyukaimu, kalau nggak? Hatimu akan hancur. Awali hubungan itu dari mata dulu, kalau memungkinkan, baru masukan ke hati. Karena hubungan yang diawali dari mata tidak akan sesakit hubungan yang diawali dengan hati. Mata akan mudah berpaling pada yang lain, namun hati akan sangat sulit untuk berpindah.”sambung Razis memberikan nasehat. Pengalamannya dalam percintaan memang lebih dari yang lainnya.

“Maksudmu, Rani menolakku gitu?

“Bisa saja kan? Walaupun kamu bisa menerima dia apa adanya, tapi dia belum tentu seperti itu? Cara berpikir seseorang berbeda-beda. Bisa aja dia cuma menganggapmu sebagai teman biasa! Sebaiknya kamu pastikan dulu hubungan ini. Jangan korbankan hubungan yang telah pasti demi hubungan yang belum pasti!

Kata-kata Razis kembali mengaduk pikiranku. Setiap ucapannya tentang perasaan selalu menyinggahkan pemikiran baru di benakku. “Bagaimana jika Rani menolakku? Selama ini, aku memang nggak pernah membahas masalah perasaan dengannya,” pikirku saat itu.

Aku mengambil handphone dari saku celanaku, lalu menulis sebuah pesan, mengajak Rani untuk bertemu nanti malam, karena kebetulan hari itu adalah hari sabtu. Tidak lama, balasan masuk ke handphoneku.

Rani mengatakan, kalau dia tidak bisa keluar malam. Orang tuanya tidak akan mengizinkannya. Kalau ingin bertemu dengannya, datang saja ke rumahnya. Begitu bunyi pesannya waktu itu. Akupun menyanggupi bunyi pesan itu, dan Rani mengirimkan alamat rumahnya.

“Kamu temenin aku nemuin Rani ya?” pintaku pada Razis setelah membaca pesan yang berisikan alamat rumah Rani.

“Aduh Fan! Aku ada acara malam ini sama Dini," Razis menyebutkan nama kekasihnya.

"Aku nggak bisa. Maaf ya!” Razis tersenyum hambar sambil merapi-rapikan rambutnya yang ikal. “Kamu ajak aja Zadi! Mungkin dia nggak ada acara malam ini?” ulasnya sambil melihat ke rumah Zadi yang ada di depan rumahnya.

“Nggak lah! Mulutnya sering keceplosan!” ujarku menolak.

“Iya juga sih!” timpal Razis meringis, mengerti apa yang aku maksud.

“Aku bawa Andra aja,” putusku teringat pada teman seusiaku yang tinggal di samping rumahku.

Malamnya, aku menuju ke rumah Rani dengan temanku yang bernama Andra itu. Dengan menunggangi kembali sepeda motor ayahku, aku menuju rumah Rani yang berjarak sepuluh kilometer dari rumahku. Beruntung, saat aku ceritakan alamat rumah Rani, Andra langsung tahu daerah itu, karena dia memang sekolah di SMK yang berdekatan dengan komplek rumah Rani.

Lima belas menit perjalanan, aku dan Andra sampai di depan rumah yang Rani ceritakan. Halaman rumah tersebut hanya berpagarkan kayu yang dicat dengan warna putih. Namun di balik pagar rumah itu ada bermacam-macam bunga yang tertata rapi. Dan di sepanjang jalan setapak menuju teras rumah itu, tumbuh bunga bougenville berwarna merah dan jingga.

Lantai teras rumah itu terbuat dari marmer berwarna putih dengan serat hitam yang menghiasi permukaannya. Kursi dan meja plastik berwarna biru, tersusun rapi di atas lantai itu. Di salah satu kursi plastik yang tersedia, seorang gadis berjilbab ungu terlihat sedang termangu memandang layar handphone di tangannya.

Bersambung.

1
Riani
lebih ke perasaan
wekki
semangat thor
Marissa
Rata-rata baca buku harian, tapi penasaran juga
Robi Muhammad Affandi: Terimakasihh dukungannyaa😁
total 1 replies
Marissa
ini cerita misteri apa cinta? /Grin/
Hietriech Ladislav
dah mampir nih 🫡 next mampir baca novel saya & beri komen
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!