Elina Raffaela Escobar, seorang gadis cantik dari keluarga broken home, terpaksa menanggung beban hidup yang berat. Setelah merasakan pengkhianatan dari orang-orang terdekatnya, ia menemukan dirinya terjebak dalam kekacauan emosi.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga, Elina bertemu dengan Adrian Volkov Salvatrucha, seorang CEO tampan dan misterius yang hidup di dunia gelap mafia.
Saat cinta mereka tumbuh, Elina terseret dalam intrik dan rahasia yang mengancam keselamatannya. Kehidupan mereka semakin rumit dengan kedatangan tunangan Adrian, yang menambah ketegangan dalam hubungan mereka.
Dengan berbagai konflik yang muncul, Elina harus memilih antara cinta dan keselamatan, sambil berhadapan dengan bayang-bayang masa lalu yang terus menghantuinya.
Di tengah semua ketegangan ini, siapa sebenarnya Adrian, dan apakah Elina mampu bertahan dalam cinta yang penuh risiko, atau justru terjebak dalam permainan berbahaya yang lebih besar dari dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lmeilan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Sesampainya di rumah sakit, Elina langsung bergegas ke ruang IGD dengan napas yang tersengal.
"Nenek saya... nenek saya dimana sus?" tanyanya terburu-buru pada perawat yang berada di meja depan.
Perawat itu menatapnya sejenak
"atas nama Ibu Amber Raffaela?" tanya perawat
"iya itu nenek saya" jawab Elina
Perawat tersebut menunjuk ke ruangan di ujung koridor. "Dia sudah di dalam, dokter sedang memeriksanya."
Tanpa berpikir panjang, Elina berlari ke arah yang ditunjukkan.
"Bu Sri, gimana keadaan nenek" tanya Elina pada Ibu Sri yang duduk di depan pintu tempat neneknya sedang ditanganai oleh dokter.
Sebelum menjawab pertanyaan Elina pintu ruang perawatan pun terbuka, dokter keluar dari ruangan tersebut.
"gimana dok keadaan nenek saya" tanya Elina cemas.
"huft.. Nenek Anda harus segera dioperasi karena terjadi Diseksi Aorta pada jantungnya" ucap dokter menjelaskan.
"Operasi dok?? Berapa biayanya dok?" tanya Elina dengan mata berkaca kaca
"sekitar 200-500 juta tergantung dengan separah apa kerusakan pada lapisan dinding aorta pada jantung nenek Anda" ucap dokter tersebut menjelaskan kepada Elina dan berlalu pergi
Mendengar hal itu seketika Elina terjatuh ke lantai merasa lemas, Bu Sri pengurus Panti Jompo segera membopong Elina untuk duduk di kursi.
"Bu, darimana Elina mendapatkan uang sebanyak itu" ucap Elina dengan nada bergetar tak bisa menahan kesedihan yang ia rasakan.
"sabar Nak, kita akan berusaha memikirkannya sama sama" ucap Bu Sri menenangkan Elina
Elina segera bangkit dan berjalan kedalam ruang tersebut. Ia melihat terbaring sosok neneknya dengan wajah pucat dan mata yang terpejam.
Elina merasa hatinya diremuk saat melihat neneknya dalam kondisi seperti itu. "Nenek..." suaranya nyaris tak terdengar.
Nenek Amber terbaring lemah dengan selang infus yang menancap di tangannya, serta banyaknya alat yang terpasang di tubuhnya. Elina mendekati ranjang, mencoba menggenggam tangan neneknya yang dingin. "Maafkan aku, Nek... Elina minta maaf," bisiknya dengan air mata yang mengalir deras di pipinya.
Pintu terbuka seketika perawat datang, memeriksa kondisi neneknya, lalu menatap Elina dengan wajah serius. Saat ini Kondisinya sedikit stabil, Namun beliau membutuhkan perawatan intensif. Dan pengawasan ketat. Kami harus memantau keadaannya dalam beberapa jam ke depan."
Elina hanya bisa mengangguk pelan. Kepalanya terasa berat dengan semua masalah yang menumpuk. Namun, ia berusaha keras untuk tetap kuat di depan neneknya. Nenek adalah satu-satunya yang membuatnya tetap berjuang.
Waktu berlalu, dan Elina tetap duduk di samping neneknya. Ia tidak peduli berapa lama ia harus menunggu, selama neneknya ada di sini bersamanya. Sesekali, ia mengusap wajahnya yang lelah, menatap ke luar jendela rumah sakit yang gelap. Ia tertidur dan tiba tiba ia merasakan tangan
“Lin...”
Elina tersentak ketika mendengar suara neneknya. Ia mendekat, menggenggam tangan nenek lebih erat lagi. “Nek, aku di sini. Elina nggak akan pergi ke mana-mana.”
Nenek Amber membuka matanya perlahan, menatap cucunya dengan tatapan lemah. “kamu harus kuat, sayang... Jangan pernah menyerah. Elina... harus lanjutkan hidupmu. Jangan pikirkan yang lain. Fokuslah pada kebahagiaanmu.”
Elina menahan isakan tangisnya. “Elina nggak tahu harus mulai dari mana, Nek. Elina cuma merasa semuanya... berantakan.”
Neneknya tersenyum lemah. “Itulah hidup, Lin. Tidak pernah mudah, tapi Elina punya kekuatan untuk menghadapinya. Jangan biarkan orang lain menentukan kebahagiaan Elina.”
Kata-kata neneknya membuat Elina tersadar bahwa dia harus tetap kuat, meskipun hidupnya kini penuh dengan kekacauan. Ia tak bisa terus-menerus membiarkan keluarganya atau pengkhianatan dari sahabat dan kekasihnya menghancurkan dirinya. Ada bagian dari hidupnya yang harus ia perjuangkan, terutama demi neneknya yang selalu memberikan cinta tanpa syarat.
Tiba-tiba handphone berdering keras, sontak Elina terkaget dan terbangun, Elina baru menyadari ternyata dia hanya bermimpi.
Elina kembali mengeluarkan air matanya, ia tidak bisa membayangkan betapa hancurnya perasaan dan pikirannya saat ini.
tepat saat Elina ingin menenangkan pikirannya, suara handphone-nya kembali berdering. Kali ini bukan lah dari panti jompo atau ibunya atau bahkan sahabatnya, melainkan dari tempat kerjanya.
"Lin, kamu harus cepat balik ke hotel. Ada masalah di hotel!" suara Desi terdengar panik di seberang telepon.
Elina menarik napas panjang, mencoba untuk tetap tenang. "Kenapa Des, ala yang terjadi?"
"Insiden di kamar 101, tamu VIP Lin, CEO itu marah besar. Aku nggak tahu pasti kenapa, katanya karena barang yang pecah itu."
Darah Elina terasa membeku. "Itu... aku," gumamnya pelan.
"Lin?!" suara Desi meninggi di telepon. " Lin, ini bisa jadi masalah besar! kamu tau kan tamu itu bukan orang sembarangan. Dia CEO terbesar di negara ini Lin!" ucap Desi merasa panik.
Elina menutup matanya sejenak, berusaha meredakan rasa panik yang mendadak muncul lagi. Neneknya terbaring lemah di bangsal, dan sekarang dia harus menghadapi masalah di tempat kerja.
“huhf.. Nggak apa-apa, Des. Aku akan segera kembali,” katanya pelan sambil menghembuskan nafas.
Setelah menutup telepon, Elina memandang neneknya sekali lagi. "Nek, Leina harus pergi sebentar. Elina janji akan segera kembali. Dan mencari uang itu, Elina mohon, bertahanlah."
Dengan berat hati, Elina beranjak dari sisi neneknya dan bergegas kembali ke hotel.
Dalam perjalanan, pikiran Elina kembali bercabang. Apakah ini akhir dari pekerjaannya? Bagaimana kalau dia dipecat? CEO itu jelas bukan orang sembarangan. Nama besar dan kekayaan yang mengitarinya membuatnya semakin menakutkan. Elina mencoba menguatkan hatinya, tetapi rasa takut terus menggerogoti pikirannya.
Setibanya di hotel, Desi sudah menunggunya di depan pintu kamar 101. Wajahnya penuh kekhawatiran.
"Lin, kamu yakin nggak apa-apa?" tanya Desi
Elina mengangguk pelan, meskipun jauh di dalam hatinya, dia sama sekali tidak yakin. Dengan langkah berat, dia masuk ke dalam kamar. Di sana, berdiri pria yang tadi dilihatnya di dalam kamar. Pria itu memandang Elina dengan tatapan tajam, seolah-olah bisa melihat langsung ke dalam hatinya.
“Kau punya mata? Apa kau tidak melihat apa yang kau lakukan?” Pria itu mengucapkan kalimatnya dengan nada yang datar namun menusuk.
Elina tak bisa berkata apa-apa. Dia tahu dia bersalah, tetapi saat ini pikirannya hanya tertuju pada neneknya.
"Maafkan saya Tuan, saya tidak sengaja.." ucap Elina menahan tangis
Tanpa berpikir panjang, dia hanya menundukkan kepala dan berbalik untuk pergi.
Pria itu menghela napas panjang, tetapi tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya melihat Elina dengan mata yang berkaca-kaca.
Elina meninggalkan ruangan dengan tangis yang tidak bisa terbendung lagi,hati yang tidak berhenti hentinya semakin terasa sakit.
Apa yang harus Elina lakukan??...
Hai Readerss! Semoga kalian menyukai karya ku, hufht gimana ya jadi Elina yang penuh dengan problematika hidup, kalo Author sih ga kuat ya ges ya🥺😓