Elea Inglebert putri semata wayang Delia Djiwandono dan Jarvas Inglebert yang memiliki segalanya namun kurang beruntung dalam hal percintaan. Cintanya habis pada cinta pertamanya yang bernama Alan Taraka. Alan Taraka merupakan seorang CEO Perusahaan Taraka Group yang didalamnya berkecimpung dalam bidang pangan, hotel dan perbankan. Tak hanya itu, Alan Taraka juga berkecimpung dalam dunia bawah yang dimana ia memperjual-belikan senjata api serta bom rakitan dan menjualnya kepada negara-negara yang membutuhkannya. Hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui Alan di dunia bawahnya, dan ia lebih dikenal di dunia bawah dengan sebutan “TUAN AL”. Akankah Elea Inglebert bersatu dengan cinta pertamanya yang merupakan seorang CEO sekaligus MAFIA terkejam di Negeri ini? Lets read!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Endah Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3
El tampak tersenyum melihat Alan dan Elea. Bagaimana pun ia sangat menyayangi Elea melebihi Denis yang merupakan adik kandungnya sendiri. Dan Alan. Ya, El menyayangi Alan juga bagaimana pun mereka hidup bersama sedari kecil walaupun terpaut umur hanya 1 tahun, tapi baginya Alan adalah sahabatnya.
Denis melirik sang kakak, tatapan mata penuh arti tak terasa sudut bibir tertarik ke atas dengan sendirinya dan El menyadari arti tatapan Denis.
“Ekhhmm…” suara Alan membuyarkan mereka yang tengah tersenyum sendiri.
“Ahh Kakak lupa Dek. Apa kau sudah memiliki kekasih? Kalau iya, kau wajib memberikannya pada kami berdua untuk kami tes mental dan fisiknya” cecar El sengaja memancing obrolan ini.
Sambil melirik Alan, El menghembuskan nafas kasarnya “Kak, aku ingin fokus sekolah dulu! Aku masih terlalu kecil Kak! KTP pun aku tak punya jadi nikmati mumpung masih muda”, jawab Elea yang tak sengaja air matanya sudah menggunung. Langsung ia membuang muka dan mengusapnya. Entah mengapa Elea selalu lemah kepada kedua Kakaknya soal hati yang sebenarnya mereka tahu pasti hal ini karna menyangkut Alan, Alan dan Alan lagi.
“Ckk… Ah sudahlah! Kau cantik Dek. Dan kau pintar dan kau beruntung memiliki keluarga yang selalu melimpahkan kasih sayang tiada henti serta kami yang selalu menjagamu. Jangan memikirkan hal itu oke sampai suatu saat nanti kau bertemu jodohmu, kami selalu ada untukmu dan ya kakak banyak dengar bahwa dimana pun kau berada selalu dikerubungin oleh pria-pria? Benar?” Ucap panjang El.
“Ah sudahlah Kak. Ini kok jadi bahas aku sih hahaha” jawab Elea cepat yang mengerti kondisi saat ini semua teman-teman Kakaknya tanpa sengaja menikmati obrolan itu dan senang melirik Elea yang ternyata masih jomblo.
“Lanjuuttt!!” Kompak ketiga teman El tersebut.
Tiba-tiba Alan melirik tajam ke arah mereka bertiga dan mereka menjadi tak karuan dengan tatapan tajam siap menerkam Alan.
“Kau sudah punya sosok pria yang disukai Dek?” Tanya Denis sengaja memancing reaksi Alan.
“Ya!”, jawab singkat Lea. El melihat Alan ketika Denis bertanya hal itu dan sudut bibir Alan terangkat sebelah menandakan ia tersenyum tipis.
Tiba-tiba terdengar suara alunan musik dari aula itu yang disengaja oleh El agar Elea mau bernyanyi menumpahkan rasa di hatinya. Ia sangat paham betul bagaimana kecintaan adiknya pada musik. Namun tak pernah didukung oleh orang tuanya. Mereka menganggap kecerdasan otaklah yang utama bukan hobinya. Dan Elea yang pada dasarnya anak baik, selalu mengikuti apapun alur masa depannya sesuai orang tuanya.
Dengan sekali tatapan El pada Elea, ia mengangguk mengerti dan langsung bangkit menuju panggung kecil yang tak terlalu tinggi itu. Elea memang sangat suka bernyanyi, jadi ia merasa baik-baik saja setelah bernyanyi dalam kondisi apapun.
“Apa kau tak nyaman duduk di sampingku?” Tiba-tiba Alan bersuara.
“Ehh Kak bukan begitu. Ak.. Ak.. Akuu mau bernyanyi Kak. Maaf, kalau begitu aku duduk lagi ya” Jawab Elea cepat.
“Silahkan bernyanyi” Ucap Alan datar.
“Ya?” Elea tak mendengar Alan.
“Kau tak dengar? Apa perlu aku belikan cotton bud?” Kata ketusnya Alan.
“Bu… Buk.. Bukaan begitu Kak. Maaf, aku hanya ingin memperjelas saja”, ucap Lea sambil menunduk.
“Dek, come on” Ajak Denis yang dibalas dengan anggukan Elea.
…..kenapa Kak Alan begitu sih! Awas kau ya! Ku buat kau terlena dengan suaraku!” Batin Elea.
Elea berbicara pada orang yang akan memulai lagunya. Elea meminta untuk memainkan musik sesuai lagu yang Elea mau. Dengan sekali anggukan, musik mengalun indah dan Elea siap menunjukkan bakatnya.
Dia…
Memang hanya dia
Ku s'lalu memikirkannya
Tak pernah ada habisnya
Benar dia….
Benar hanya dia
Ku s'lalu menginginkannya
Belaian dari tangannya…
Mungkin hanya dia…
Harta yang paling terindah
Di perjalanan hidupku
Sejak derap denyut nadiku
Mungkin hanya dia…..
Indahnya sangat berbeda
Ku haus merindukannya…
Ku ingin kau tahu isi hatiku….
Kaulah yang terakhir dalam hidupku….
Tak ada yang lain hanya kamu….
Tak pernah ada….
Takkan pernah ada……..
Elea bernyanyi tanpa sadar telah menitikan air matanya yang seperti kristal. Perlahan-lahan jatuh membasahi pipinya. Elea sangat menyukai lagu tersebut. Seolah liriknya sudah mewakili seluruh perasaan untuk Alan. Elea pun tak tahu mengapa ia akan memilih lagu ini.
Entah mengapa Alan merasa hatinya menghangat melihat dan mendengarkan Elea bernyanyi. Suara yang sangat menenangkan dan seperti memberi tekanan hingga hatinya menghangat.
Denis dan El melirik kompak pada Alan yang tak berkedip sedikit pun menatap Elea. Di bawah meja tanpa semua menyadarinya El dan Denis ber-tos ria akan hal ini.
Selesai Elea bernyanyi, ia kembali menghampiri kedua kakaknya dan memeluk keduanya. El dan Denis sangat menyayangi Elea murni sebagai adik kecilnya. Pelukan El dan Denis seolah memberikan kata {semua akan baik-baik saja selama masih ada kami berdua. Tenanglah, kami akan berusaha untuk membuatmu selalu bahagia}.
Tiba-tiba Alan membuka jas serta dasinya dan menarik kemeja sebatas sikunya. Kemudian ia berjalan ke panggung. Tanpa di sangka, si kulkas 12 pintu itu untuk pertama kalinya akan bernyanyi.
Penampilan seperti itu yang baru pertama kali Elea lihat yang membuatnya semakin tampan. Elea tersenyum pada Alan dan Alan melihat itu hanya menggelengkan kepalanya ke bawah tentu dengan bibir terangkat sebelah.
“WOOAAAH!!! DEMI APA SI KULKAS 12 PINTU MENCAIR?!” Ejek Denis.
“Kau makanlah yang banyak. Setelah ini kau siap jadi makanan penutup jaguarku!” Ancam Alan pada Denis.
Sambil mengangkat 2 jarinya Denis tersenyum kaku pada Alan. Dan semua tertawa melihat hal itu.
Saat musik mulai, semua terdiam dan memandang takjub seorang Alan akan mengeluarkan bakat menyanyi untuk pertama kalinya.
Pagi…
Telah pergi
Mentari tak bersinar lagi
Entah…
Sampai kapan ku mengingat tentang dirimu
Ku hanya diam…
Menggenggam menahan
Sgala kerindu…an…
Memanggil namamu
Disetiap malam
Ingin engkau datang dan ha…di…r
Dimimpiku…. Rindu….
Dan waktu…
Kan menjawab….
Pertemuan ku dan dirimu
Hingga….
Sampai kini aku masih…. Ada disini…
Selama bernyanyi, tatapan Alan tertuju pada Elea. Seolah lagu itu sengaja ditujukan untuk dirinya. Namun Elea tak ada fikiran sampai kesana. Ia hanya berpikir apakah Alan benar sudah mempunyai seseorang dalam hidupnya hingga ia bernyanyi begitu dalam namun membuat dada Elea sesak apabila memang Alan sudah memiliki seseorang pengisi hatinya.
“Mmm… Kak, aku kebelet”, ucap Elea sengaja tak menunjukkan wajahnya pada El.
“Tunggu Dek, lagunya belum selesai. Sabar sebentar lagi”, pinta El.
“Mana bisa kebelet ditahan-tahan” jawab cepat Lea.
Elea berlari cepat menuju toilet. Ia tak ingin terlihat menangis di aula. Secepat mungkin ia berlali dan tak peduli bahwa kakinya sedikit lecet akibat memakai heels dan berlari. Lecet di kaki tak seberapa ia hiraukan. Ia hanya ingin menangis sejenak menenangkan hatinya.
“Ya Tuhan…. Kenapa ini terasa sangat sesak. Apakah benar Alan sudah memiliki kekasih? Apakah tidak ada celah untukku memasuki kehidupannya? Apa aku kurang pantas dengan Alan yang sesempurna itu? Aku harus apa? Tuhan… Bantu aku yang lemah ini.” Ucap Elea mengeluarkan sedikit rasa sesaknya.
“Aku harus pulang. Tidak mungkin dengan kondisi seperti ini kembali menemui mereka lagi, bisa habis aku di tangan kakak-kakakku”, gumamnya.
Tanpa pamit, Elea langsung pulang ke rumahnya. Ia hanya mengirimi orang tua dan Kakak-kakaknya pesan singkat dan mengatakan dia pulang karena sepertinya akan flu.
——————————————————————————————————————————
Elea langsung berlari menuju kamarnya dan membanting tubuhnya ke ranjang empuknya. Untungnya kamar Elea di desain kedal suara karna ia suka bernyanyi dan tak ingin menganggu seisi rumah alhasil Muttinya menuruti permintaan kamar Elea kedap suara.
Ia meraung-raung menangis sambil memeluk handphonenya yang terlihat jelas ada foto Alan.
Setelah setengah jam ia mulai sedikit tenang. Ia segera membersihkan diri dan langsung memakai mukena untuk melaksanakan ibadahnya. Setelah rakaat terakhir, ia kembali menangis sejadinya sambil meminta pada Tuhan untuk menguatkan hatinya.
“Ya Tuhan… Hiks.. Hiks… mengapa Engkau menguji hatiku seperti ini. Aku selalu tepat waktu dalam melaksanakan perintah-Mu. Tak pernah sedikitpun aku lalai bahkan tidak ada pikiran untuk berpaling dari-Mu. Aku pasrahkan semuanya kepada-Mu tapi mengapa Engkau menguji hal seperti ini saja sudah membuatku jatuh sejatuh-jatuhnya Tuhan. Jujur, aku tidak bisa bangkit secepat itu Tuhan apabila kenyataannya memang seperti itu. Aku harus apa Tuhan? Apa harus pergi dari sini? Tapi aku tak ingin membuat orang tuaku mencemaskanku! Aku harus apa Tuhan dengan hatiku?! Tolong bantu kuatkan aku Tuhan… Karna hanya Engkaulah Sang Maha pembolak-balik hati manusia… Hiks… Hiks… Hiks…” teriak Elea di atas sajadahnya.
Mohon maaf yaa readers, apabila tulisan ini banyak typonya. Maafkan, karnaku baru mulai menulis novel. Terimakasih!!!