Di sebuah SMA ternama di kota kecil, siswa-siswi kelas 12 tengah bersiap menghadapi ujian akhir. Namun, rencana mereka terganggu ketika sekolah mengumumkan program perjodohan untuk menciptakan ikatan antar siswa. Setiap siswa akan dipasangkan dengan teman sekelasnya berdasarkan kesamaan minat dan nilai akademis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYANOKOUJI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 4
Aku menarik nafas dalam, "Kita akan baik-baik saja, Putri. Persahabatan kita tidak akan berubah hanya karena jarak. Kita bisa tetap berkomunikasi meskipun kamu jauh."
Putri menatapku dengan mata berkaca-kaca, "Kamu yakin?"
Aku mengangguk mantap, meski hatiku terasa berat. "Aku yakin. Lagipula, ini bukan perpisahan selamanya. Kamu pasti akan kembali setelah studimu selesai."
Putri memelukku erat, "Terima kasih, Andi. Kamu selalu tahu cara untuk membuatku merasa lebih baik."
Kami duduk di bangku taman, membicarakan rencana Putri ke depan. Dia akan berangkat dua bulan lagi ke Jerman untuk kuliah di bidang teknik lingkungan. Meski hatiku masih berat, aku berusaha untuk tetap tersenyum dan mendukungnya.
Dua bulan berlalu dengan cepat. Hari keberangkatan Putri pun tiba. Aku, bersama teman-teman dan keluarganya, mengantar Putri ke bandara.
"Jaga diri baik-baik ya, Put," pesanku saat kami berpelukan untuk terakhir kalinya sebelum dia masuk ke area imigrasi.
Putri mengangguk, air mata mengalir di pipinya. "Kamu juga, Andi. Terima kasih untuk segalanya."
Aku melepas pelukannya dengan berat hati. Putri melambai untuk terakhir kalinya sebelum menghilang di balik pintu keberangkatan.
Hari-hari berikutnya terasa berbeda tanpa Putri. Namun, aku berusaha untuk tetap fokus pada kuliahku. Kami tetap berkomunikasi melalui video call dan chat. Putri sering bercerita tentang pengalamannya di Jerman, dan aku selalu mendengarkannya dengan antusias.
Waktu berlalu, dan tanpa terasa sudah setahun sejak kepergian Putri. Aku mulai terbiasa dengan rutinitas baruku. Fokus pada kuliah dan kegiatan organisasi kampus membuatku sibuk dan sedikit mengalihkan pikiranku dari Putri.
Suatu malam, aku mendapat panggilan video dari Putri. Wajahnya terlihat cerah dan bersemangat.
"Andi! Aku punya kabar gembira!" serunya.
"Apa itu, Put?" tanyaku penasaran.
"Aku dapat kesempatan magang di sebuah perusahaan teknologi ramah lingkungan di sini. Dan... mereka menawariku untuk bekerja part-time sambil kuliah!"
Aku tersenyum lebar, "Wah, selamat Putri! Itu berita yang luar biasa!"
Putri mengangguk antusias, "Iya, Andi. Aku sangat senang. Oh ya, bagaimana kabarmu? Ada perkembangan baru?"
Aku terdiam sejenak. Ada banyak hal yang ingin kuceritakan, tapi entah mengapa lidahku terasa kelu.
"Andi? Kamu baik-baik saja?" tanya Putri, menyadari keheninganku.
Aku tersenyum tipis, "Iya, Put. Aku baik-baik saja. Hanya... kadang aku merindukanmu."
Putri terdiam, ekspresinya melembut. "Aku juga merindukanmu, Andi. Dan semua teman-teman di sana."
Kami terdiam sejenak, tenggelam dalam perasaan masing-masing. Aku ingin mengatakan lebih banyak, tapi aku tahu ini bukan saat yang tepat.
"Andi," Putri memecah keheningan, "Aku berencana pulang saat liburan semester depan. Mungkin kita bisa bertemu?"
Jantungku berdegup kencang mendengar kabar ini. "Tentu, Put! Aku akan sangat senang bisa bertemu denganmu lagi."
Putri tersenyum lebar, "Aku juga tidak sabar. Oh, sudah larut di sini. Aku harus tidur sekarang. Sampai jumpa, Andi!"
"Sampai jumpa, Putri. Jaga dirimu baik-baik," ucapku sebelum panggilan berakhir.
Setelah panggilan itu, hari-hariku kembali dipenuhi semangat. Aku menghitung hari menuju kedatangan Putri. Sementara itu, aku terus fokus pada kuliahku dan mulai magang di sebuah perusahaan IT.
Akhirnya, hari yang kutunggu-tunggu tiba. Aku menjemput Putri di bandara bersama keluarganya. Saat melihatnya keluar dari pintu kedatangan, jantungku seolah berhenti berdetak. Putri terlihat berbeda - lebih dewasa, lebih percaya diri, namun tetap Putri yang kukenal.
"Andi!" serunya sambil memelukku erat. Aku membalas pelukannya, merasakan kehangatan yang kurindukan selama ini.
Selama liburannya di Indonesia, kami menghabiskan banyak waktu bersama. Kami mengunjungi tempat-tempat favorit kami dulu, bertemu dengan teman-teman lama, dan berbagi cerita tentang pengalaman kami masing-masing.
Suatu malam, kami duduk di atap rumahku, memandangi bintang-bintang.
"Andi," Putri memulai, "Terima kasih ya, sudah mendukungku selama ini."
Aku menoleh ke arahnya, "Sama-sama, Put. Kamu juga selalu mendukungku."
Putri terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Kamu tahu, selama di Jerman, aku sering memikirkanmu."
Jantungku berdebar kencang mendengar kata-katanya. "Oh ya?" tanyaku, berusaha terdengar tenang.
Putri mengangguk, "Iya. Aku... aku sadar betapa pentingnya kamu dalam hidupku. Dan... aku menyesal tidak memberi kita kesempatan dulu."
Aku terkejut mendengar pengakuannya. "Putri, aku..."
"Andi," Putri memotong ucapanku, menatap mataku dalam-dalam, "Aku tahu mungkin sudah terlambat, tapi... apa kamu masih punya perasaan yang sama untukku?"
Aku terdiam sejenak, mencerna kata-katanya. Perasaanku untuk Putri memang tidak pernah benar-benar hilang, tapi aku juga sadar bahwa banyak hal telah berubah.
"Putri," aku mulai dengan hati-hati, "Perasaanku untukmu tidak pernah berubah. Tapi... kita berdua sudah banyak berubah. Aku tidak ingin terburu-buru."
Putri mengangguk pelan, "Aku mengerti, Andi.