Arabella harus menelan kekecewaan dan pahitnya kenyataan saat dirinya mengetahui jika pria yang selama dua tahun ini menjadi kekasihnya akan bertunangan dan menikah dengan wanita yang sudah dijodohkan dengan pria itu.
Arabella pikir dirinyalah wanita satu-satunya yang dicintai pria itu, tapi ternyata dirinya hanyalah sebagai pelampiasan selama wanita yang dijodohkan berada di luar negeri.
"Bagaimana jika aku hamil? apa kau memilih ku dan membatalkan perjodohan mu?"
"Aku tidak mungkin mengecewakan kelaurga ku Ara."
Jawaban Maher cukup membuat hati Arabella seperti ditikam benda tajam tak kasat mata. Sakit, terlalu sakit sampai dirinya lupa bagaimana melupakan rasa sakit itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di larikan kerumah sakit
Setelah melakukan perjalanan yang cukup lama, akhirnya Arabella dan Samuel sampai dirumah kediaman orang tuanya malam hari.
"Hiks...Hiks... Mama," Suara tangisan Amara membuat hati Arabella langsung perih, anaknya terlihat pucat dengan mata terpejam namun merengek.
"Ara, sayang." Arabella langsung meraih tubuh putrinya untuk dia peluk, sejak seharian Amara tidak berhenti merengek dan panasnya tidak kunjung turun, bahkan pak Hisyam dan Bu Hani bergantian untuk mengendong dan menangkan.
"Sudah diperiksa dokter, kalau panasnya tidak turun Amara harus dibawa kerumah sakit." Tutur pak Hisyam.
Samuel ikut mendekat, mengusap lengan kecil yang terasa hangat.
"Amara sayang, sama Om papa yuk. Om papa punya oleh-oleh untuk Ara," Bujuk Samuel yang tidak tega melihat keponakannya yang biasa ceria kini terlihat kuyu dan pucat.
"Mama," Rengekan Amara kembali terdengar begitu lemah.
"Iya sayang, ini mama," Arabella ikut menangis, ini kali pertama Amara mengalami demam sampai mengigau seperti ini.
"Kita bawa kerumah sakit saja, supaya dapat penanganan." Samuel beranjak pergi untuk menyiapkan mobil.
Bu Hani mendekati keduanya mengelus kepala Arabella, "Jangan kahawatir, Amara hanya demam." Hibur Bu Hani.
Melihat Arabella begitu sedih dan mendengar isakan tangisnya membuat Bu Hani ikut sedih, ibu mana yang tidak akan ikut sakit melihat putrinya sedang tidak baik-baik saja.
"Ara, maafkan Mama." Bisik Arabella sambil mengecup pucuk kepala putrinya berulang kali, wanita itu merasakan jantungnya seperti diremas melihat keadaan putrinya.
Samuel kembali ke dalam kamar dan mengendong Amara untuk masuk ke mobil, mereka semua ikut kerumah sakit untuk mengantar Amara.
Di sepanjang jalan Amara terus saja mengigau, tubuhnya terasa sangat panas sampai Arabella pun merasa lemas.
"Tuhan biarkan aku saja yang menggantikan sakit putriku." Pintanya membatin.
"Sabar sayang sebentar lagi sampai." Arabella mengusap wajah putrinya yang pucat, kepanikan jelas terlihat diwajahnya tanpa bisa ia tutupi.
"Sabar sayang," Gumamnya lagi.
Sampainya di parkiran rumah sakit, mereka segara keluar, Samuel langsung menggendong Amara sampai petugas rumah sakit membawakan brankar.
"Biar dokter yang menangani, kalian tunggu diluar." Cegah suster saat Arabella hendak ikut masuk.
"Tapi sus-"
"Ara," Samuel langsung menarik Arabella yang hendak menerobos, wanita itu pasti kahawatir dan panik untuk pertama kali Amara harus masuk rumah sakit setelah kelahirannya.
"Kak Amara, hiks.." Tangisnya langsung pecah yang sejak tadi ia tahan, Arabella merasakan sakit melihat putrinya lemah tak berdaya.
"Amara hanya demam, dokter akan melakukan yang terbaik." Samuel memeluk Arabella yang menangis tersedu-sedu. Wanita itu akan lemah jika menyangkut dengan putrinya.
Bu Hani ikut menangis memeluk suaminya, hatinya ikut sakit melihat cucunya yang sedang tidak baik-baik saja.
Di rumah sakit Husada kota, Maher memegangi dadanya yang tiba-tiba nyeri, pria itu meringis merasakan sakit yang amat sangat membuat dirinya sesak.
"Maher kamu kenapa?" Disya yang melihat putranya kesakitan mendekat dengan wajah panik.
"Arrghh... sakit Mah." Ucap Maher dengan suara menahan sakit.
"Maher kamu kenapa!" Disya langsung menekan tombol nurse call agar dokter datang.
"Maher, jangan buat mama khawatir!"
Tak lama dokter pun masuk bersama suster dengan tergesa, "Nyonya sebaiknya menunggu di luar." Perintah suster pada Disya.
"Tapi sus anak saya kesakitan." Disya enggan untuk meninggalkan ruangan Maher, apalagi melihat Maher yang terus mengerang kesakitan.
"Biarkan dokter memeriksanya."
Disya tak bisa lagi menolak saat pintu ruangan Maher tertutup, wanita itu hanya bisa terus berdoa untuk kesehatan Maher.
"Maher kamu harus bertahan demi putrimu."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Tinggalkan jejak kalian sayang 😘💗...