Andrian, seorang pria sukses dengan karir cemerlang, telah menikah selama tujuh tahun dengan seorang wanita yang penuh pengertian namun kurang menarik baginya. Kehidupan pernikahannya terasa monoton dan hambar, hingga kehadiran Karina, sekretaris barunya, membangkitkan kembali api gairah dalam dirinya.
Karina, wanita cantik dengan kecerdasan tajam dan aura menggoda yang tak terbantahkan, langsung memikat perhatian Andrian. Setiap pertemuan mereka di kantor terasa seperti sebuah permainan yang mengasyikkan. Tatapan mata mereka yang bertemu, sentuhan tangan yang tak disengaja, dan godaan halus yang tersirat dalam setiap perkataan mereka perlahan-lahan membangun api cinta yang terlarang.
Andrian terjebak dalam dilema. Di satu sisi, dia masih mencintai istrinya dan menyadari bahwa perselingkuhan adalah kesalahan besar. Di sisi lain, dia terpesona oleh Karina dan merasakan hasrat yang tidak terkonfirmasi untuk memiliki wanita itu. Perasaan bersalah dan keinginan yang saling bertentangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sorekelabu [A], isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Bab 4: Kirana menggoda Pak Andrian
Kirana memandang ke luar jendela ruang kerjanya, angin sore yang berhembus lembut memantulkan cahaya matahari terbenam. Dia menghela napas panjang, menata pikirannya sebelum kembali fokus pada laptopnya. Sebagai sekretaris utama di perusahaan besar itu, pekerjaan bukanlah hal yang sulit bagi Kirana, tetapi ada satu hal yang selalu membuatnya berdebar: Pak Andrian, atasannya.
Pak Andrian bukan hanya seorang bos, dia adalah sosok yang karismatik. Dengan wajah tampan dan suara yang tegas, ia mampu membuat siapapun terpesona. Namun, di balik maskulinitas itu, Kirana merasakan perasaan yang lebih mendalam. Ada ketertarikan yang selalu menghantuinya, membuatnya ingin mendekat, tetapi dia tahu posisinya sebagai sekretaris itu berisiko. Apalagi Pak Andrian sudah memiliki istri.
Suatu hari, saat Kirana sedang mengorganisir berkas-berkas di meja kerjanya, datanglah Pak Andrian.
"Kirana, bisa kamu datang ke ruang rapat sebentar?" tanya Pak Andrian, memperlihatkan senyumnya yang memikat. Kirana hanya mengangguk, berusaha menahan detak jantungnya yang semakin cepat.
Di ruang rapat, Pak Andrian sedang menyiapkan presentasi untuk klien penting. Kirana membantu menyiapkan peralatan yang diperlukan, namun pikirannya melayang ke hal-hal lain. Saat ia mengatur projector, dia tak sengaja menjatuhkan beberapa kertas, dan tanpa sadar, tubuhnya mendekati Pak Andrian.
"Eh, maaf, Pak," kata Kirana, berusaha menghindari tatapan Pak Andrian yang tajam. Namun, dia bisa merasakan aliran listrik di antara mereka ketika tangan mereka hampir bersentuhan saat mengambil kertas yang berantakan.
"Tak apa, Kirana. Santai saja, jangan terburu-buru." jawab Pak Andrian dengan nada menggoda. Kirana tertegun, suaranya seolah bergetar di dalam hati. Dia merasakan ada sebuah ketegangan yang manis di udara.
Selanjutnya, Kirana tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk memanfaatkan situasi. Dia berusaha terlihat lebih percaya diri. "Bisa saya bantu, Pak? Saya bisa mencari data yang Anda butuhkan untuk presentasi," katanya dengan nada ringan.
"Baiklah, Kirana. Kamu sudah lama bekerja di sini, aku tahu kamu punya banyak ide," ucap Pak Andrian menatapnya intens.
Kirana merasa dirinya bergetar. Dia tahu ini adalah momen. "Mungkin kita bisa berdiskusi lebih jauh tentang ide-ide itu, Pak. Mungkin di luar kantor?" ujarnya, sambil menyenggol meja dengan jari telunjuknya, seolah menggoda.
Ada keheningan sejenak. Kirana bisa melihat keraguan di wajah Pak Andrian, tetapi kemudian senyuman lebar muncul di wajahnya. "Baiklah, Kirana. Aku suka semangatmu. Bagaimana kalau kita makan siang bersama besok? Aku rasa kita bisa meraih banyak ide baru di meja makan," jawabnya.
Mendengar itu, Kirana merasa seolah menang. Dia tidak pernah berpikir bahwa keberaniannya akan membuahkan hasil. Keesokan harinya, saat mereka berdua duduk di sebuah restoran yang nyaman, Kirana tahu dia harus memanfaatkan momen ini.
Pertukaran cerita dan tawa mengalir dengan alami. Kirana berusaha menunjukkan sisi lain dari dirinya, sisi yang tidak hanya sebagai sekretaris yang profesional, tetapi juga sebagai seorang wanita yang penuh semangat.
Di antara seruput kopi dan hidangan lezat, mereka bercerita tentang mimpi dan harapan masing-masing.
Namun, ketika percakapan mulai mengarah ke topik yang lebih pribadi, Kirana bisa merasakan ketegangan yang kembali muncul. Dia berani meletakkan tangannya di atas tangan Pak Andrian.
"Pak, kita bisa jadi lebih dari sekadar atasan dan bawahan, bukan?" pertanyaannya menantang.
Pak Andrian menatap bola mata Kirana, Kirana bisa melihat perjuangan dalam matanya, antara profesionalisme dan ketertarikan yang tak terelakkan. Kirana berdoa dalam hati, berharap agar malam itu bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih.
Dia tersenyum, menunggu jawabannya. Keputusan ada di tangan Pak Andrian, dan Kirana merasa dunia di sekeliling mereka menghilang, meninggalkan hanya mereka berdua dalam ketegangan yang manis dan menggoda
heheheh mF cmn sekedar.....
asli sakit aku baca nya nasib melindaaa
dn Adrian buta