Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Sumbu pendek.
Prada Decky dan Prada Jubair di perintahkan untuk menemani baby Letnan berjemur di halaman depan rumah. Keduanya kegirangan menjaga baby kecil yang baru terlahir ke dunia kemarin siang.
Sebab keadaan baby Letnan yang 'khusus', menjaga putra Danton pun harus lebih ekstra waspada. Mereka berdua ikhlas menjaga bayi Letnan. Bukan karena 'Papanya' enggan menjaga namun keadaan Ibu Danton pun masih belum pulih.
Sesuai perintah Letnan Rama, mereka pun sering memberikan 'lotion' agar baby Letnan tetap hangat.
//
"Abang temani saja ya, dek..!!" Pinta Bang Rama lumayan cemas.
Kini Baby Letnan sudah terlahir namun Dilan seakan masih memberi jarak padanya. Semalam pun sejak Dilan terbangun, istrinya itu juga menolaknya untuk memberinya 'perawatan'.
"Sebentar lagi Dilan selesai, Abang tunggu saja di luar..!!" Kata Dilan.
"Apalagi sih yang mau kamu sembunyikan??? Abang juga sudah melihatmu kemarin." Jawab Bang Rama dari luar pintu kamar mandi. "Dari kemarin kamu juga menahan untuk tidak ke kamar mandi, kan?"
Tidak ada jawaban dari Dilan dan Bang Rama semakin cemas di buatnya.
tok.. tok.. tok..
Bang Rama mencoba membuka pintu namun ternyata Dilan menguncinya rapat.
"Kenapa pintunya di kunci?? Dek.. Abang masuk ya..!!" Kata Bang Rama lagi.
Tak sabar menunggu jawaban Dilan, Bang. Rama pun mendobrak pintu kamar mandi tersebut.
braaaaakk..
Terlihat Dilan sedang berpegangan pada dinding dengan handuk terlilit menutup dada. Baru satu langkah Bang Rama berjalan, Dilan sudah terhuyung menimpanya.
Bang Rama pun segera membawa Dilan ke kamar.
:
Dilan menangis usai Bang Rama memakaikan pakaian untuknya. Dilan hanya bisa meremas pakaiannya menahan rasa malu.
"Kamu selalu menghindari Abang. Selama Abang masih punya batas kesabaran, katakan terus terang. Apa di dalam hatimu masih ada Juan?" Tanya Bang Rama.
Dilan hanya menggeleng sebagai responnya. Ia sungguh tidak berani menatap wajah Bang Rama. Suaminya itu memang tampak tenang tapi Dilan tau suaminya itu sedang merasa marah.
"Lalu kenapa kamu selalu menghindari Abang???"
Dilan terdiam seakan tidak bisa menjawabnya. Bibirnya terasa kelu untuk mengungkapkan isi hatinya.
braaaaaakkk..
Bang Rama menepis segala yang ada di atas nakas hingga pecah berhamburan. Pikiran dan perasaan sudah kacau berantakan memikirkan Dilan dan Om Juan.
Sejauh ini Bang Rama sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menahan diri dari panasnya bara dalam dirinya namun entah kenapa kali ini dirinya sulit untuk menahan amarahnya.
"Apa Juan lebih baik??? Apa dia lebih segalanya??? Abang memang tidak bisa di bandingkan dengan dia yang punya kuasa. Pria matang dengan segala pesona nya, dia yang menyelamatkan hidupmu, dia lebih mapan dan dia juga yang sudah memberimu satu anak. Abang ini apa??? Hanya bujang nekat yang tidak punya pengalaman dan mencoba untuk mendekatimu." Ucap Bang Rama mulai melantur tak tentu arah.
"Baang..!!" Dilan mencoba meraih tangan Bang Rama tapi pria itu menepisnya kasar.
"Temui saja dia, ikutlah bersamanya..!!!! Bukankah kamu sudah tau kenyataannya bahwa apapun yang terjadi pada kalian semua hanyalah salah paham." Bang Rama berjalan meninggalkan Dilan, tangannya sempat menghantam pintu lemari dengan kuat.
braaaakk..
Dilan menangis terisak-isak. Pintu terbuka lebar dan disana sudah terlihat Papa Hanggar berdiri dan melihat putranya tengah mengamuk.
"Penyesalan terbesar Papa adalah kasar dengan istri." Kata Papa Hanggar "Tarik kata-katamu..!! Tidak baik seorang kepala keluarga mengucapkannya..!!"
Bang Rama meneruskan langkah tapi Papa Hanggar menahan lengannya.
"Itulah sebabnya laki-laki tidak boleh menahan emosi. Sekali meledak, maka amarahmu akan menyambar semua. Tuduhanmu untuk istrimu sangat tidak beralasan..!!" Tegur Papa Hanggar.
"Aku mendengar Om Juan membujuknya dan Dilan hanya menangis. Sedangkan saat aku mendekatinya, Dilan selalu menghindar. Apakah terlalu nyaman seorang Juan sehingga Dilan menolak ku????? Dia mantan yang sudah melihat apa yang ada, sedangkan aku ini suaminya tapi dia selalu menolak ku."
Papa Hanggar menggeleng gemas. Beliau yang sudah lebih banyak pengalaman tentu paham dengan apa yang di rasakan putranya.
"Tak ada malunya kau yaa..!!! Apa sulit sekali jujur kalau kamu sedang cemburu berat??" Tanya Papa Hanggar.
"Aku tidak cemburu, untuk apa cemburu???" Jawab Bang Rama kemudian menghindar.
Dilan hendak beranjak namun untuk melangkah saja membutuhkan waktu yang lumayan lama.
Papa Hanggar memberi kode mata pada Mama Arlian untuk menemani menantunya sedangkan beliau sendiri menemani putranya yang punya pendirian sekeras batu.
Mama Arlian segera masuk ke dalam kamar dan membantu Dilan untuk merebahkan diri.
"Maaa.. Abang marah sekali."
"Biar Papa yang mengurusnya. Papa sudah paham bagaimana menangani batu sebab dulu pun Papa juga batu." Kata Mama Arlian.
"Tapi Dilan sudah tidak cinta lagi sama Bang Juan." Ucap Dilan pelan.
Mama Arlian tersenyum lembut sembari memeriksa kondisi Dilan pasca persalinan. "Mama tau."
//
"Teruslah buat Dilan stress, nyatanya ASI nya tidak keluar karena ulahmu."
"Ulahku??? Memangnya aku buat apa???? Aku sudah menangani semua, aku mengubur ari-ari dengan benar, aku juga yang menyiapkan segala sesuatunya untuk istriku. Mana ada ulahku yang buat Dilan stress. Malah Dilan yang buat hatiku sakit. Sejak kemarin dia tidak ingin bersamaku dan terus menangisi Om Juan." Oceh Bang Rama yang masih meradang.
"Kau yakin Dilan menangisi Juan??" Balas Papa Hanggar.
Bang Rama melirik Papa Hanggar kemudian mengambil sebatang rokok dari wadahnya. Nafasnya masih berhembus kencang dan panas.
"Apalagi?? Berjam-jam mereka ngobrol." Nada suara Bang Rama kini merendah pelan, perlahan perasaannya pun mulai tidak yakin.
Papa Hanggar membuang nafas berat. "Di banding Panggih, kau memang anak yang paling buat orang tua sakit kepala."
"Sudahlah, aku mau berangkat kerja..!!" Kata Bang Rama. "Minta istrimu cek dalam istriku..!! Tadi istriku masih mengeluh kesakitan."
"Sepertinya istriku sibuk mengurus cucunya. Lebih baik aku panggil Juan saja." Jawab Papa Hanggar santai dan seketika itu juga lirikan tajam Bang Rama kembali mengarah padanya.
Bang Rama tidak menjawabnya tapi segera melangkah masuk ke dalam kamar.
"Keluarlah.. biar aku yang selesaikan..!!"
Mama Arlian pun bingung tapi Papa Hanggar meminta Mama Arlian untuk segera keluar dari kamar.
"Jangan kasar ya Ram, Dilan masih luka." Pesan Mama Arlian.
"Memangnya aku suamimu??" Jawab ketus Bang Rama.
.
.
.
.