"Aku bersedia menikahinya, tapi dengan satu syarat. Kakek harus merestui hubungan aku dan Jessica"
Bagaimana jadinya jika seorang pria bersedia menikah, tapi meminta restu dengan pasangan lain?
Akankah pernikahan itu bertahan lama? Atau justru berakhir dengan saling menyakiti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dj'Milano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps3. Berita Duka 1
...Gedung Emerald Group...
Di dalam ruangan kerjanya, Alex tampak terganggu dengan ucapan sang kakek pagi tadi. Apa maksud dari ucapan kakek tentang 'gadis itu tak bersalah?' Selama ini, yang Alex tau Viona adalah gadis liar yang memanfaatkan kakeknya hanya untuk mendapatkan uang.
Sejak awal sang kakek memintanya menikahi Viona, Alex telah mencari tahu tentang identitas Viona, tapi tidak ada satu pun informasi yang ia dapatkan. Alex semakin yakin, Viona adalah salah satu pemain kelas kakap alias pemain senior yang telah ahli dalam menyembunyikan identitasnya.
Alex melupakan satu kenyataan pasti bahwa, sang kakek adalah Tuan Volcan Emeraldi, orang yang lebih berpengaruh pada masanya. Perkara menyembunyikan identitas seseorang kakek lah senior sesungguhnya.
"David? Keruanganku sekarang." ucap Alex, dari sebuah telepon kabel di atas meja kerjanya.
Tak butuh waktu lama, pria yang bernama David itu pun tiba.
"Bagaimana pencarianmu?" tanya Alex.
"Sorry, Boss. Sampai saat ini, orang-orang saya belum mendapatkan info apapun" sahut David.
"Cihhh, urusan kecil begini saja kau tidak becus. Apa perlu saya yang harus turun tangan ?"
"Maaf." Hanya kata maaf yang bisa pria itu ucapkan, David hafal betul karakter atasannya, jika sudah ada kata-kata seperti itu keluar artinya Alex telah berada dipuncak kesabarannya.
"Kosongkan semua jadwal sore nanti, kakek sedang sakit, saya akan pulang lebih cepat." ucap Alex. Entah kenapa? Firasatnya tidak enak sejak melihat kakek pagi tadi.
"Baik, Boss." David berpamitan keluar, ia menyadari suasana hati bosnya yang sedang tak baik.
****************
"Vid, lebih cepat lagi" ucap Alex dengan nada gelisa. Sebelumnya Alex berencana akan pulang jam tiga sore nanti, namun siapa sangka, lima menit yang lalu, ia baru saja mendapat kabar dari orang rumah bahwa keadaan kakek semakin memburuk.
Davin menoleh sejenak pada Alex yang duduk disampingnya lalu kembali fokus pada kemudi, David berusaha menerobos macet, beberapa kali ia menyalakan klakson agar pengendara lain memberi mereka jalan.
David bisa merasakan kegelisahan bosnya, Alex pasti ingin berada didekat kakeknya saat-saat terakhir seperti ini.
Ciiittttt.
Angin menghembus dan berlalu begitu saja.
Sedan hitam milik Alex telah terparkir sempurna di depan mansionnya. Pria itu terburu-buru turun dan melangkah cepat menuju kamar sang kakek.
Semua keluarga telah berkumpul disana, tampak jelas raut sedih dan gelisah diwajah mereka. Terutama Nyonya Veronika. Wanita tua itu menggenggam erat tangan sang papa.
"Kakekmu, Lex" ucap Nyonya Veronika saat Alex mendekat keranjang kakek, ia menangis sesenggukan dalam pelukan putranya.
Alex menarik napas dalam-dalam berusaha menetralkan perasaannya, apapun yang terjadi, dirinya tidak boleh terlihat lemah. Alex mengelus lembut pundak mamanya.
"Gimana keadaan, Kakek?" tanya Alex pada Dokter Irwan.
"Maafin gua, Lex." sahut Dokter Irwan sambil menggeleng pelan seolah memberi tanda, kakek sudah tidak ada harapan lagi.
Alex terdiam, ia paham maksud dari jawaban Dokter Irwan. Pria itu menatap ke atas dengan kedua mata terpejam. Alex membuang nafas kasar berusaha mengeluarkan sesak di dadanya, rasanya Alex belum siap kehilangan sosok ayah untuk yang kedua kalinya. Namun, takdir berkata lain. Alex harus mengikhlaskan sang kakek.
Alex melangkah maju dan duduk disisi ranjang kakek, seketika pertahanannya runtuh saat menatap wajah keriput sang kakek sudah tak bernyawa lagi.
"Maafkan Alex, Kek" Tubuh pria itu bergetar sambil mencium tangan sang kakek.
Disisi lain, Viona tak kalah sedihnya atas kepergian Kakek Volcan, ingin sekali Viona mendekat, memeluk, mencium tangan dan mengucap kata-kata terakhirnya.
Namun, gadis itu tak punya kuasa. jangankan mendekat, menangis pun harus bersembunyi. Untunglah saat disaat-saat terakhit Nyonya Veronika yang menemani sang papa, jika Viona yang bersama kakek saat itu, mungkin saja gadis itu akan langsung jeblos ke dalam penjara karena dituduh telah membunuh Kakek Volcan.
Andai Viona tahu kakek akan pergi hari ini, Viona akan menemani kakek sepanjang hari. Gadis merasa menyesal karena tidak berada didekat sang kakek saat-saat terakhirnya.
"Tidak perlu sedih berlebihan, dia bukan kakekmu" ucap Jessica dengan suara pelan tepat ditelinga Viona. Rupanya wanita itu memperhatikan Viona sejak tadi.
"Apa maksud kamu berkata begitu? Tidak bisakah kamu bersimpati sedikit saja disaat seperti ini?" tanya Viona dengan wajah penuh air mata, ia merasa Jessica sungguh tak masuk akal.
"Menangislah sepuasmu karena sebentar lagi kamu akan ditendang dari rumah ini. Pembelamu sudah me-ning-gal." Jessica sengaja mengeja kata meninggal agar lebih jelas ditelinga Viona.
Viona menggeleng tak percaya, wanita berkelas seperti Jessica benar-benar minim empati untuk orang sekitarnya, apa mungkin semua urat rasa wanita itu telah mati?