“Tuan, Nyonya mengajukan gugatan cerai pada, Anda!”
“Hah! Apa dia seberani itu?! Biarkan dia melakukan apa yang ingin dia lakukan, kita lihat, pada akhirnya dia akan kembali meminta maaf dan memohon.”
Pada akhir yang sesungguhnya! si Tuan Muda, benar-benar ditinggal pergi tanpa jejak apapun hingga membuatnya menggila dan frustasi. Dan, empat tahun kemudian, di sebuah klub malam Kota Froz, ia di pertemuan dengan seorang wartawan yang sedang menjalankan misi penyamaran, untuk menguak kasus penculikan bayi empat tahun yang lalu, dan wartawan itu adalah wanita yang membuatnya frustasi.
“Dengan kamu pergi begitu saja apa kamu pikir bisa lepas begitu saja! Urusan kita di masa lalu belum selesai, istriku.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon acih Ningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Keyakinan Abraham
Di kediaman Orang Tua Alea. Vika yang baru pulang dari luar negeri setelah melarikan diri dari kejaran hutang, seketika Shock saat mendengar kabar kecelakaan Alea yang menewaskan anak perempuannya itu. Setelah berminggu-minggu lamanya Nyonya Kim baru mengetahui kabar ini, Axel yang saat ini ada di penjara tidak bisa menghubungi ibunya dan karena berita kecelakaan itu diredam Sekretaris Lee, tidak sampai tersebar luas.
“Nyonya, kedatangan saya hanya untuk menyampaikan kabar ini. Saya permisi,” ucap Pengacara Andreas orang yang membawa kabar kematian Alea pada Nyonya Kim.
Wanita paruh baya ini diam, begitu juga segala saraf yang ada di tubuhnya seolah mendadak ikut tidak berfungsi, tidak kuat menahan tubuhnya, Vika menjatuhkan dirinya di lantai hatinya sakit teramat sakit.
Alea kecelakaan…..Alea mati…..dia tidak akan pernah kembali….
Kata-kata yang tadi diucapkan pengacara Andreas terngiang-ngiang di kepala Nyonya Kim.
“Tidak! Ini tidak benar, bagaimana mungkin dia bisa mati begitu saja,” racau Nyonya Kim, bersamaan dengan hatinya yang kacau dan sakit, Vika menangis. Alea tidak mungkin mati! dia tidak boleh mati! anak itu tidak boleh matiiii…..setelah meracau tiada henti, Nyonya Kim berteriak histeris.
Belum sempat berganti pakaian setelah melakukan perjalanan jauh, Vika mendatangi Villa Mars, kekacauan terlihat kentara di wajah wanita itu, entah karena sedih kesal atau kecewa, yang jelas Vika sama seperti Abraham, tidak terima dengan kematian Alea.
“Maaf Nyonya, tapi Tuan Abraham tidak bisa diganggu,” kata kepala pelayan yang menghentikan Vika, saat ini menerobos masuk ke Villa.
“Saya tidak peduli dia tidak bisa diganggu atau tidak, saya tetap ingin bertemu dengannya meminta pertanggung jawaban lelaki itu,” sahut Vika penuh dengan amarah.
Pertanggung jawaban…
Vika mendorong badan kepala pelayan yang menghalanginya dan berlari masuk ke dalam Villa. “ABRAHAM!” Teriak wanita ini.
Lelaki yang diteriaki ternyata tengah duduk di ruang keluarga, “Ada apa!” tanya Abraham, lelaki ini terlihat begitu sangat tenang tapi aura kegelapan tetap masih terlihat dan sangat mengerikan.
Sudah berminggu-minggu lelaki ini tidak beranjak dari Villa, ia menghabiskan hari-harinya disana menunggu kabar kepulangan Alea.
Dengan menghentakkan kakinya sampai menimbulkan suara berisik dari sepatu hak tinggi yang beradu di lantai, Nyonya Kim menghampiri Abraham, “Katakan padaku apa yang telah kamu lakukan pada, Alea?!”
Abraham tidak bergeming, masih duduk tenang.
“Abraham, katakan apa yang telah kamu lakukan pada, Alea?!” Vika mengulangi pertanyaan dengan nada tinggi.
PRANK….! Abraham menggebrak meja kaca sampai membuat benda itu hancur berkeping-keping.
Seketika Vika ketakutan, akhirnya dia sadar dengan apa yang ia lakukan saat ini sudah menyinggung Tuan Abraham. Badannya gemetar tambah gemetar saat melihat sorot mata lelaki itu.
“Kau bertanya apa?” Kini Abraham yang bertanya dengan penuh penekanan.
“A….Alea! Apa benar Alea mati?”
BRAK…!
Abraham kembali membuat gebrakan dengan melemparkan vas bunga didepan Vika, hampir saja mengenai kaki Ibu Mertuanya. Kata yang paling Abraham benci akhir-akhir ini adalah! ‘Alea sudah mati’ itu kata terkutuk dan tidak boleh disebut.
Nyonya Kim mundur beberapa langkah ia benar-benar ketakutan setengah mati.
“Apa yang kamu inginkan, Nyonya Kim? bukankah anakmu itu sudah memberimu uang atas jasamu yang telah melahirkannya! Seharusnya dia bukan lagi anakmu, kan!”
Vika tersentak. Bagaimana Abraham bisa tau akan hal ini?
“Kamu yang terlalu banyak menipu anakmu itu, memanfaatkan kebodohannya tapi kamu juga tetep mengambil keuntungan dariku.”
Vika menelan ludahnya, ia tidak bisa lebih tepatnya tidak berani menimpali ucapan Abraham, walau hanya untuk membela diri dari tuduhan nyata lelaki itu.
"Lee!" panggil Abraham pada lelaki yang ternyata ada di sana juga, namun tidak terlihat oleh Vika.
"Iya Tuan!" sahut Lee, yang kini sudah berdiri disebelah Abraham.
"Berikan wanita ini uang dengan jumlah 5 kali lipat dari jumlah yang sudah diberikan, anaknya."
Nyonya Kim terkejut! Semudah inikah dia mendapatkan uang dari Abraham yang sebelumnya menghentikan semua fasilitas termasuk biayanya hidupnya!
Berbeda dengan Vika, Sekretaris Lee terlihat santai dengan menganggukan kepalanya lalu segera mentransfer uang ke rekening Nyonya Kim.
"Kamu sudah mendapatkan apa yang kamu inginkan Nyonya Kim, segeralah keluar dari sini sebelum saya muak melihat wajahmu," ucap Abraham, mengusir Vika, "Tapi ingat! Jangan sekalipun kamu datang dan bertanya tentang wanita yang sepenuhnya sudah kamu berikan pada saya," ucap Abraham kembali, tidak main-main memberi peringatan pada Ibu Mertuanya.
****
Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun pun ikut berganti. Seiring berjalannya waktu sudah tidak ada lagi yang membicarakan kematian Alea ditengah-tengah Keluarga Liam. Mereka bahkan lupa jika Alea pernah menjadi menantu di Keluarga itu, melupakannya begitu saja. Bahkan tidak sedikit ada yang bersyukur atas kematian Alea, diantaranya Jessika dan Ameera.
Hanya Nenek Rossela yang setiap malam mendoakan wanita malang itu, ia tetep menyayangi Alea meskipun raganya sudah tidak terlihat.
Abraham! Lelaki ini masih terus mencari Alea, sekalipun sudah menjadi tulang belulang. Ia harus tetap menemukannya. Meskipun wanita itu dinyatakan mati tidak ada hari berkabung di keluarga Liam, tidak ada juga pemakaman secara simbolis karena Abraham tidak memberi izin, bahkan sampai saat ini dia tidak pernah menandatangani berkas kematian Alea.
Hari-hari Abraham menjadi kacau dia tidak seperti Tuan Muda yang dulu, yang gila dengan pekerjaan bahkan jarang pulang karena sibuk. Lelaki ini selalu menghabiskan waktu di Villa.
Abraham yang tidak pernah menyentuh alkohol bahkan hanya untuk satu tetes, kini menjadi pencandu minuman haram itu. Tidak ada hari tanpa minuman, tidak ada hari tanpa marah-marah, tidak ada hari tanpa mengajar orang-orang yang tidak bersalah. Abraham benar-benar Frustrasi.
Dia juga jadi sering sakit-sakitan, kesehatan fisiknya mulai melemah.
Sekretaris Lee dan kepala pelayan yang selalu setia mendampingi Abraham, mereka yang merawat lelaki itu.
Dibalik rasa frustasinya, Abraham menyimpan kemarahan didalam hatinya.
Entah ini semua karena Alea yang mati tiba-tiba, dia jadi sedih atau karena dia marah pada wanita itu lantaran belum puas membuatnya menderita.
Hingga lima tahun kemudian.
"Abraham, minggu depan Istri dari Mr Jose, berulang tahun. Kamu gantikan papa menghadiri pestanya, lusa papa berangkat ke Negara Rush, akhir bulan baru kembali," kata Tuan besar Liam, pada Abraham yang sejak tadi diam membisu padahal mereka sedang kumpul Keluarga.
"Ah.... kebetulan sekali, bagaimana kalau kamu pergi bersama Jessika, dia juga tamu di pesta Mr Jose," usul Nyonya Liam dengan senang.
Lima tahun lamanya, Nyonya Liam terus berusaha mempersatukan Abraham dan Jessika. Bahkan ia sudah merencanakan pesta pertunangan untuk lelaki itu dan Jessika.