Awalnya, aku kira dunia baruku, adalah tempat yang biasa-biasa saja. karena baik 15 tahun hidupku, tidak ada hal aneh yang terjadi dan aku hidup biasa-biasa saja.
Tapi, Setelah Keluarga baruku pindah ke Jepang. Entah kenapa, aku akhirnya bertemu pecinta oppai di samping rumahku, seorang berambut pirang mirip ninja tertentu, seorang pecinta coffe maxxx dengan mata ikan tertentu, dan seorang maniak SCP berkacamata tertentu.
Dan entah kenapa, aku merasa kehidupan damaiku selama 15 tahun ini akan hilang cepat atau lambat.
Karya dalam Crossover saat ini : [To Love Ru], [Highschool DXD], [Dandadan], [Oregairu], [Naruto], [Nisekoi]
Jika kalian ingin menambah karakter dari anime tertentu, silahkan beri komentar..
Terimakasih...
* Disclaimer *
[*] Selain OC, karakter dan gambar yang digunakan dalam Fanfic ini bukan milik saya, melainkan milik penulis asli, dan pihak yang bersangkutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aga A. Aditama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Takdir - Bagian 4
Aku, yang masih siswa baru di sekolah ini, sudah menjadi selebritas kecil. Sayangnya, popularitas ini bukan berasal dari hal-hal positif menurut sudut pandangku.
Jika ditarik garis besarnya, semua berawal di hari pertamaku. Pagi itu, aku bertemu dengan senior populer. Sore harinya, aku mendapat pengakuan dari seorang gadis yang—menurut rumor—sangat cantik jelita.
Akhirnya, keesokan harinya, giliran gadis paling populer di angkatanku yang tiba-tiba mendatangiku. Kesimpulannya jelas: popularitasku muncul karena kedekatan dengan lawan jenis. Hal seperti ini bisa membuatku jadi target kebencian jika terus berlanjut.
Mungkin karena itulah, aku dan Tohsaka Sakura—yang sedang berjalan bersamaku (atau lebih tepatnya, dia yang memimpin jalan)—menjadi sasaran tatapan ratusan mata di lorong sekolah. Tatapan yang tertuju padaku khususnya adalah sorotan tajam penuh dengki dari para siswa pria.
Aku menyeringai pahit, kontras dengan Sakura yang dengan santai membalas sapaan dan melambaikan tangan ke para gadis yang menyapanya. Dari sikapnya, jelas ini rutinitas biasa baginya. Tapi bagiku? Sebuah siksaan.
Mungkin menangkap kegelisahanku, Sakura tersenyum getir saat kami berbelok di lorong. "Maaf, Kirisaki-san. Sepertinya aku malah menambah masalah untukmu."
Gadis itu menoleh padaku. Senyumnya—yang semestinya menambah keanggunan sosoknya—justru membuatku waspada. Aku hanya tersenyum kaku sambil mengangkat bahu. “Aku sudah mulai terbiasa. Tapi, Tohsaka-san... Kita sebenarnya mau ke mana? Jam pertama hampir dimulai."
Niatnya memanggilku adalah satu-satunya alasan aku bertahan menghadapi tatapan panas ini. Jika ada kesempatan, aku harus menggali informasi darinya.
"Kita hampir sampai. Kau pasti penasaran, tapi sebelum itu..." Sakura kini berjalan sejajar denganku, "Boleh aku bertanya sesuatu?"
"Tanyakan saja." Aku mencoba terdengar santai meski jantung berdegup kencang. Saat jarak antara kami tiba-tiba menghilang, membuatku bisa mencium aroma musim semi darinya.
Seperti apa aroma musim semi? Entahlah, aku juga tidak tahu, tapi yang jelas itu harum.
“Semalam... di gereja tua. Kau ada di sana, bukan?"
Senyumku membeku saat mendengarnya. Tidak memiliki waktu untuk menjawab pertanyaannya.
Dan Sakura tak perlu jawaban verbal—perubahan ekspresiku sudah menjawab segalanya. Tapi aku tidak memiliki waktu untuk perduli dengan hal itu, yang kupikirkan hanya satu.
Bagaimana dia tahu?!
Aku menatapnya penuh tanya, tapi Sakura pura-pura tak mengerti. Dia terus melangkah dengan senyum tak tergoyahkan.
'Gadis ini... Senyumannya jelas tidak selembut dan sehangat milik Lala! Ini pasti senyuman penyihir!'
Sambil memendam keluhan dalam hati, aku memilih diam mengikuti langkahnya. Entah berapa lama kami berjalan dalam keheningan, tiba-tiba kami sudah berdiri di depan pintu kayu besar bergaya kuno.
“Kita sampai, Kirisaki-san. Ini ruang klubku. Ketua ingin bertemu denganmu."
Sebelum sempat menjawab, Sakura sudah mengetuk dan membuka pintu tanpa menunggu respons. "Silakan masuk."
Tindakannya membuatku menatap bolak-balik antara dirinya, dan pintu yang sekarang terbuka.
Merasa tidak punya pilihan lain untuk menghindari masalah, aku menggertakkan gigi dan melangkah masuk.
...****************...
Interior ruangan itu mengingatkanku pada ruang kerja bangsawan Eropa: kayu mahoni mengilap, sofa kulit mewah, lampu gantung kristal, dan rak buku antik yang penuh dengan jilid-jilid tebal. Lukisan-lukisan mahakarya menghiasi dinding, sementara tiga pintu lain di sudut ruangan yang membuatku bertanya-tanya akan mengarah ke mana.
Tapi saat aku sedang asyik mengamati ruangan, konsentrasiku buyar oleh dua sosok di tengah ruangan.
Pertama tatapanku jatuh pada seorang gadis berambut hitam sepanjang punggung dengan mata merah delima. Posturnya proporsional—lengan ramping, kaki jenjang, dan lekuk tubuh yang membuatnya terlihat dewasa meski tingginya rata-rata. Aura elegan dan misteriusnya memancar kuat.
Di sebelahnya, gadis kedua berdiri dengan tangan bersilang. Rambut cokelat bergelombangnya diikat twin tail dengan pita hitam, matanya biru pucat seperti es. Meski wajahnya mirip Sakura, sikapnya lebih tegas dan... sedikit arogan?
Deja vu.
Perasaan aneh menyergapku—seperti bertemu seseorang yang pernah kukenal, tapi dibalut rasa sedih, penyesalan, dan... Kebahagiaan? Aku menghela napas dalam, berusaha menenangkan diri. Saat kubuka mata lagi, perasaan itu lenyap.
Sakura dan si twin tail berbisik-bisik.
"Ehem."
Suara batuk pelan memecah kesunyian. Gadis berambut hitam itu maju selangkah.
"Maaf mengganggumu tiba-tiba, Kirisaki Kenma-san." Suaranya semanis madu, membuatku terpesona saat mendengarnya. "Perkenalkan, aku Saegusa Mayumi, murid tahun kedua, juga wakil ketua OSIS dan ketua klub seni."
Gadis itu tersenyum saat memperkenalkan dirinya, membuatku hampir kehilangan akal untuk sementara.
‘Pesonanya benar-benar musuh untuk perawan, sial!'
Mengabaikan reaksiku, gadis—Mayumi, menoleh ke gadis twin tail di sampingnya mencoba memperkenalkannya padaku, namun momennya disela saat gadis twin tail tiba-tiba melangkah maju. "Aku Tohsaka Rin! Tahun kedua, wakil ketua klub seni sekaligus kakak Sakura. Senang bertemu denganmu, Kirisaki-kun!"
Rin menyeringai bangga. Sakura hanya mengangguk kecil.
Saegusa mengangkat alis, tidak marah karena telah disela, dia hanya melanjutkan dengan senyum diplomatis. "Kami ingin membicarakam sesuatu yang... penting."
Dari balik bahu kakak perempuannya, Sakura mengedipkan mata dan tersenyum manis padaku.
Aku tahu ini bukan sekadar pertemuan biasa.
......................
Aku dipandu untuk duduk dan mengobrol(interogasi) bersama mereka bertiga. Jika ini kasus normal, atau terjadi pada laki-laki normal pada umumnya. Aku jamin mereka akan menangis bahagia, karena bisa mengobrol dengan tiga gadis cantik dengan pesona berbeda diantara ketiganya.
Masalahnya kasus tersebut tidak berlaku padaku, daripada merasa bahagia dan mengeluarkan air mata sukacita. Aku malah merasa tidak nyaman, dan benar-benar ingin kabur dari mereka bertiga.
Aku malah berpikir lebih baik untuk melakukan wawancara pernikahan dengan ayah Lala, daripada harus berakhir bersama dengan ketiganya.
Tentu saja itu melebih-lebihkan, tidak mungkin aku mau mengobrol, dan membahas prospek pernikahan dengan Putri Kaisar Galaksi, kan?
Mungkin karena membayangkan skenario tersebut, perasaan tidak senang dan tertekan menghilang begitu saja. Membuatku lebih terbuka dengan sesi mengobrol(interogasi) kami.
Sakura yang sebelumnya pergi sebentar, kembali dengan nampan berisi cangkir dan teko teh. Setelah meletakkan cangkir dan teko teh di meja, ia dengan terampil menyeduh teh dan memberikannya kepada kami bertiga.
“Terimakasih."
Sebagai etika dasar, aku mengucapkan terimakasih padanya atas keramahtamahannya.
Dan Sakura hanya tersenyum ramah padaku, sebelum meletakkan toples camilan ke atas meja. “Sama-sama, Kirisaki-kun. Jangan sungkan, dan silahkan dinikmati."
Walaupun aku mengangguk mengiyakan, aku tidak mencoba untuk menyentuh teh atau cemilan di atas meja.
Aku lebih tertarik dengan topik yang ingin mereka bahas denganku.
Mungkin merasakan niatku, Mayumi yang sudah meminum teh buatan Sakura segera meletakkannya kembali. Bahkan Rin yang tinggal sejengkal lagi memasukkan camilan kue ke mulutnya, mengembalikan kue tersebut ke wadahnya dengan ekspresi penuh penyesalan.
‘Jika kamu sangat ingin memakannya, kenapa kamu mengembalikannya?!'
Pertanyaan itu sepertinya tidak akan terjawab untuk sementara waktu, karena para gadis kembali ke postur tegak dan anggunnya serta senyum diplomatisnya.
“Baik, sepertinya Kirisaki-kun sudah tidak sabar, jadi aku akan langsung ke intinya."
Aku tidak mencoba membantah, karena memang aku cukup penasaran dengan niat mereka.
Jadi, sambil membetulkan postur duduk dan menajamkan telingaku. Aku dengan sungguh-sungguh menunggu penjelasan dari mereka.
“Sepertinya Kirisaki-kun punya tamu Alien di rumahnya, bukan?"
Topiknya tiba-tiba langsung menjadi berat setelah Mayumi bertanya, membuatku tidak bisa merespon untuk sementara.
Serius nona-nona, apakah kalian tidak mengenal basa-basi untuk mengawali pembicaraan? Kenapa kalian langsung membahas topik paling berat di awal? Gayanya seperti kapitalis Barat, sumpah!
gk sabar liat semua makhluk terkuat nya saling muncul, mulai dari hantu yang skala planet, orang tua nya Lala , sama dewa nya dxd 🤣
jadi kayak lucy