Kael Draxon, penguasa dunia bawah yang ditakuti dan dihormati pada masa nya. Namun, di puncak kekuasaan nya, Kael Draxon di khianati oleh teman kepercayaan nya sendiri, Lucien.
Di ujung kematian nya, Kael bersumpah akan kembali untuk balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon asep sigma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekutu?
Suasana di ruangan itu terasa semakin menekan. Pria berbadan besar dengan wajah penuh bekas luka berdiri di hadapan Kael, Taron, dan Elira, memancarkan aura mengintimidasi.
Pria berbadan kekar itu memandang mereka satu per satu sebelum akhirnya melangkah maju. Sepatu hitamnya menjejak lantai kayu yang berderit, menciptakan suara yang menggema di ruangan kosong itu.
"Kalian tadi bertanya kepadaku kan? Siapa aku? Baiklah akan kujawab bocah, aku Edgar." katanya, suaranya dalam dan berwibawa. "Sekarang jawab pertanyaanku, ada hubungan apa kalian dengan Cobra Zone?"
Kael menyipitkan matanya, masih tetap dalam posisi bertahan. "Kau dari tadi menuduh kami sebagai sekutu Cobra Zone," katanya dengan nada tajam. "Apa yang membuatmu berpikir begitu?"
Edgar menatap mereka dengan ekspresi serius, lalu menghela napas sejenak sebelum menjawab. “Aku mengincar perempuan itu sejak awal.” jawab Edgar sambil menunjuk Elira
Elira tersentak, hatinya mencelos mendengar itu. “A-Apa?”
Edgar menatapnya dingin. “Bukan karena alasan pribadi. Kami mencurigai bahwa kau adalah bagian dari Cobra Zone.”
Kael dan Taron saling berpandangan, bingung dengan tuduhan tersebut.
“Kenapa kau bisa berpikir begitu?” tanya Kael, ekspresinya masih penuh kewaspadaan.
Edgar menaruh tangannya di dalam saku celana. “Beberapa waktu lalu, kami mendapat laporan bahwa seseorang dari Cobra Zone sedang bergerak di wilayah ini. Kami tidak tahu siapa, tapi yang pasti targetnya adalah seseorang yang sering berkeliaran di sekitar distrik ini.”
Elira menelan ludah, mulai memahami arah pembicaraan Edgar.
Edgar melanjutkan, “Saat anak buahku mencoba menakuti dan menggoda wanita itu, kami hanya berniat membawanya dan menginterogasinya. Kami perlu tahu apakah dia benar-benar bagian dari mereka atau tidak.”
Kael teringat kejadian di mana Elira hampir dibawa oleh preman-preman di jalan sebelum mereka menyelamatkannya. Wajahnya mengeras. “Jadi itu sebabnya kalian mengirim preman-preman itu?”
Edgar mengangguk. “Kami ingin mengonfirmasi identitasnya. Tapi kalian ikut campur.”
Taron mendengus sinis. “Jadi karena kami menyelamatkannya, kau berpikir kami bagian dari Cobra Zone?”
Edgar menatap mereka tajam. “Itu bukan sekadar penyelamatan biasa. Kami juga berasumsi. Jika benar wanita itu bagian dari Cobra Zone, pasti akan ada orang yang menjaganya. Dan pada saat itu kalian muncul melawan anak buahku. Pada saat itu aku menyimpulkan, kalau kalian adalah sekutu Cobra Zone. Selain itu, setelah kulihat kau bertarung bocah." katanya sambil menatap Kael. "Gerakan kamu bukan seperti gerakan seorang amatir.”
Kael diam sejenak, mulai mengerti bagaimana Edgar bisa sampai pada kesimpulan itu. Dari sudut pandangnya, mereka memang terlihat seperti sekutu Elira, yang ia duga adalah anggota Cobra Zone.
“Jadi, semua ini hanya kesalahpahaman?” tanya Kael dengan nada lebih tenang, meskipun tubuhnya masih waspada.
Edgar mengangkat alisnya.”Kesalahpahaman? Apa maksudmu? Kau berniat mengecohku, bocah?" tanya Edgar dengan nada sinis.
Kael membenarkan posturnya, berdiri tegak dan memandang Edgar dengan tajam.
“Aku juga memusuhi Cobra Zone,” ulang Kael, suaranya dingin dan penuh tekad. “Mereka telah menghancurkan hidupku. Mereka mengambil segalanya dariku. Jika kau berpikir aku adalah bagian dari mereka, maka kau salah besar.”
Edgar menyipitkan matanya, masih mencoba mencari kebohongan dalam sorot mata Kael. “Jangan coba mengelabuiku bocah, aku tidak mudah percaya begitu saja.”
Kael menaruh tangannya di saku celana dan berjalan menghampiri Edgar. “Aku tidak peduli kau percaya atau tidak, tapi aku tidak akan berhenti sampai mereka hancur. Jika kau benar-benar memburu mereka, kita bisa bekerja sama.”
Edgar tetap diam beberapa saat sebelum akhirnya menghela napas panjang. “Kalau begitu, sepertinya kita memang memiliki musuh yang sama…”
Elira menghela napas lega, merasa ketegangan mulai mereda. Tapi sebelum ia bisa bersantai sepenuhnya, Edgar melanjutkan, “Namun, ini belum selesai.”
Kael mengangkat alis. “Maksudmu?”
Edgar menarik jaketnya ke bekalang dan mengencangkan sarung tangannya. “Lihatlah keadaan di sekelilingmu. Anak buahku terkapar, lalu bagaimana kau akan bertanggung jawab atas semua ini?"
Kael sudah bisa menebak arah pembicaraan ini. "Yaa, lagi pula kau juga harus bertanggu jawab karena sudah menculik bibiku." kata Kael sambil bersiap.
“Aku tidak bisa menerima seseorang sebagai sekutu hanya karena kata-katanya saja,” lanjut Edgar, matanya menyala dengan semangat bertarung. “Jika kau benar-benar layak untuk bekerja sama denganku, buktikan itu di atas pertarungan.”
Taron menggaruk kepalanya. “Astaga… aku sudah menduga ini akan terjadi.”
Kael tidak gentar. Justru, dia menyeringai tipis. “Kau ingin duel?”
Edgar menatapnya tajam. “Duel penentuan. Tanpa senjata. Satu lawan satu.”
Kael melangkah maju, merenggangkan ototnya. “Baiklah, aku menerima tantanganmu.”
Mereka berdua berdiri di tengah ruangan yang kini dipenuhi sisa-sisa pertarungan sebelumnya. Taron dan Elira mundur, memberi ruang. Anak buah Edgar yang masih sadar juga bergerak ke belakang, menyaksikan dengan diam.
Edgar mengambil posisi bertarung. Otot-ototnya menegang, posturnya kokoh seperti gunung. Kael, di sisi lain, tetap tenang. Tubuhnya masih belum sepenuhnya menyesuaikan dengan kecepatan dan kekuatan aslinya, apalagi dia baru saja selesai bertarung dengan anak buah Edgar. Entah menang atau kalah, Kael akan menunjukkan seluruh kekuatannya.
Edgar menyerang lebih dulu, melemparkan pukulan berat ke arah Kael.
Kael menghindar dengan cepat, merunduk dan berputar ke samping. Edgar memang kuat, tapi gerakannya lebih lambat dibanding Kael.
Kael melancarkan serangan balik dengan tendangan rendah ke kaki Edgar. Tapi Edgar tidak mudah dijatuhkan. Dia mundur selangkah dan membalas dengan pukulan straight yang hampir mengenai wajah Kael.
Kael mengayunkan tubuhnya ke belakang, menghindari pukulan itu dengan jarak yang sangat tipis. Lalu, dia meluncur ke depan, mencoba menyarangkan pukulan ke perut Edgar.
Namun, Edgar menangkap lengannya di udara!
Kael merasakan tekanan luar biasa saat Edgar menariknya dan mencoba membantingnya ke lantai. Tapi Kael tidak panik. Dengan gerakan cepat, dia menggunakan momentumnya sendiri untuk membalikkan posisi, memutar tubuhnya dan melepaskan diri sebelum tubuhnya menghantam lantai.
Taron bersiul kagum. “Whoa, itu hampir saja.”
Elira menggigit bibirnya, cemas melihat pertarungan yang semakin sengit.
Edgar tersenyum tipis. “Tidak buruk, bocah.”
Kael tidak menjawab. Dia hanya fokus pada pertarungan.
Mereka kembali berhadapan. Kali ini, Kael yang menyerang lebih dulu. Dia menipu gerakan dengan berpura-pura menyerang ke atas, tetapi justru melayangkan tendangan cepat ke tulang rusuk Edgar.
Dukk!
Edgar mundur sedikit, tapi dia tidak terjatuh. Kael mendekat lagi, mencoba melanjutkan serangan. Tapi tiba-tiba, Edgar melesat ke depan dengan kecepatan yang mengejutkan.
Bugh!
Sebuah pukulan kuat menghantam wajah Kael, membuatnya terdorong mundur.
Taron mengernyit. “Sial, pria itu kuat…”
Kael merasakan nyeri di hidungnya, tidak terasa darah mengalir dari dalam hidungnya. Tapi dia tidak boleh kehilangan fokus. Edgar memang kuat dan tangguh, tapi dia belum cukup cepat untuk mengejar kecepatan Kael.
Kael menarik napas dalam, menyesuaikan strategi. Dia tidak bisa menang dengan kekuatan brute force. Dia harus menggunakan teknik.
Edgar menyerang lagi, mencoba menebas Kael dengan pukulan hook yang mematikan. Kael melihat celahnya.
Dia menunduk di detik terakhir, meluncur ke belakang Edgar, lalu dengan cepat melayangkan pukulan keras ke belakang lutut Edgar!
Edgar kehilangan keseimbangannya!
Kael memanfaatkan momentum itu. Dengan satu gerakan cepat, dia melompat dan menghantamkan sikutnya ke tengkuk Edgar sebelum pria itu bisa bangkit kembali.
Bugh!
Edgar tersungkur ke lantai, kedua tangannya menahan tubuhnya agar tidak jatuh sepenuhnya.
Hening.
Semua orang menahan napas.
Edgar berlutut di lantai, napasnya berat. Dia menunduk sejenak, lalu mengangkat kepalanya dan menatap Kael.
Kael berdiri di depannya, juga terengah-engah. Keduanya kelelahan setelah pertarungan sengit itu.
Lalu… Edgar tersenyum.
“Bagus…” katanya sambil bangkit berdiri. “Aku mengakui kemampuanmu.”
Taron bersorak kecil. “Hah! Aku sudah tahu hasilnya.”
Elira menutup mulutnya, lega melihat pertarungan berakhir tanpa luka fatal.
Edgar mengulurkan tangannya ke Kael. “Mulai sekarang, kita sekutu.”
Kael menatap tangan itu selama beberapa detik, lalu menyambutnya dengan tegas. Dan mereka resmi bekerja sama.