Malam itu terdengar tangisan di tengah gelapnya malam. Seorang bayi terbungkus kain putih di letakkan begitu saja diantara tumpukan sampah yang berbau.
Keluarga Anggoro, keluarga yang di kelilingi orang-orang kejam tega membuang darah daging mereka demi sebuah gengsi.
Bayi malang Dewi yang lahir kembar dengan Bintang anggoto. Dewi memiliki sisik emas, sisik yang keluar saat dia marah atau sesuatu akan menimpa sedangkan adiknya bintang juga memiliki kekuatan yang luar biasa hebatnya.
akankah mereka bersatu ataukah mereka akan jadi musuh satu dengan yang lain?
ikuti terus kisahnya sampai tamat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4. DI USIR.
Wulan yang baru saja selesai membersihkan rumah peninggalan neneknya bersiap-siap kembali ke rumah, tempat dimana dia tinggal bersama suaminya.
Ada kegembiraan terpancar di wajah perempuan berparas cantik itu.
Di gendongnya tubuh kecil Dewi yang masih tertidur pulas.
Sebuah mobil taxi melintas dan berhenti di depan mereka.
"Jalan HARTINI NO. 07 pak."
"Baik Bu." baik Bu jawab pengemudi taxi.
Mobil mulai berjalan, tiba-tiba sebuah mobil box dari arah depan melaju dengan kecepatan tinggi.
Supir taxi merem mendadak, badan mobil oleng ke kiri dan ke kanan. Mobil box semakin mendekat dan....
"Pak, awas!"
Wulan berteriak sekencang mungkin sambil menunduk sementara pak supir hanya bisa pasrah dengan keadaan.
Di tengah kepanikan mereka, tubuh Dewi mengeluarkan sisik. Keluar sebuah cahaya berbentuk ular emas kehitaman menembus mobil dan melayang pas di tengah-tengah, antara mobil taxi dan mobil box.
Kedua mata ular menyala, mobil box yang hampir saja menabrak mobil mereka berbelok haluan menghantam pohon besar yang ada pinggir jalan.
Bruk......
Terdengar suara tabrakan di samping mobil. Pak supir dan Wulan keluar dari balik persembunyian.
"Apa yang terjadi? kenapa tiba-tiba mobil box itu berbelok dan menghantam pohon?" tanya pak supir kebingungan.
"Aku juga tidak tahu pak." balas Wulan.
Wulan baru teringat dengan perkataan perempuan semalam serta sisik ular emas yang ada ditubuh Dewi.
"Apa bayi ini yang menolong kami?"
Di tengah kebingungan mereka, mobil polisi datang dan mengamankan sang pengendara mobil box.
Menurut keterangan polisi, pengemudi mabuk berat.
Setelah memberi keterangan pada polisi, pak supir kembali melanjutkan perjalanan.
Tidak butuh waktu lama akhirnya mereka tiba juga di alamat yang di tuju. Jalan HARTINI NO. 07.
Setelah membayar argo, Wulan keluar dari dalam taxi. Wajahnya berseri ingin segera bertemu Bayu dan memperlihatkan bayi Dewi pada pria yang selama ini mendambakan bayi di keluarga mereka.
Dengan terburu-buru Wulan masuk kedalam rumah. Beberapa kali dia mencium pipih gembul Dewi yang ada dalam gendongannya.
"Mas, kamu dimana?" teriak Dewi sambir berlari kecil.
"Kenapa teriak-teriak, orang rumah tidak ada yang tuli selain kamu." balas Nani, ibu mertua Wulan dari arah ruang tamu.
Sudah ada Bayu dan seorang perempuan muda duduk manja di samping Bayu.
Bayu hanya diam dan tidak menoleh sedikit pun.
"Mas, Tuhan telah mengaruniakan kita bayi seperti yang mas idam-idamkan selama ini."
Wulan mendekat lalu duduk disamping Bayu. Berharap banyak jika Bayu melihat Dewi.
Jangankan menoleh pada istrinya, melirik pun tidak.
"Mas lihatlah, ini putri kita, dia begitu cantik sesuai dengan namanya, Dewi."
Wulan terus saja mendesak Bayu, menggoyang-goyangkan lengan pria itu.
"Wulan cukup, itu bukan anakku, singkirkan dia dariku."
Bayu mendorong Wulan hingga tersungkur membuat kain penutup tubuh Dewi tersingkap. Sisik emas di tubuh Dewi kembali muncul, menyadari hal itu dengan cepat Wulan menutupnya kembali.
"Sekarang pergilah, kamu sudah tidak ada hak tinggal disini."
Nani membuang koper dan tas tepat di depan Wulan.
Bibirnya menyungging sambil melipat tangan di depan dada. Dia benar-benar puas melihat penderitaan Wulan.
Dulu Neni masih segan mengusir Wulan karena Bayu masih membela, tapi sekarang Bayu ada di pihaknya, jadi muda bagi Neni menyingkirkan Wulan dari rumah itu.
" Apa salahku hingga kalian tega mengusirku seperti ini."
Wulan menangis terseduh sambil duduk bersimpuh di depan Bayu. Wulan tak menyangka kalau pengorbanannya selama ini sia-sia. Membuang masa depan untuk mengabdi pada kedua manusia yang tidak pernah menganggapnya ada.
"Kamu masih mempertanyakan salahmu? Wulan, kamu itu mandul, coba kamu pikir mana ada pria di dunia ini yang mau hidup dengan perempuan sepertimu, tidak bisa punya anak. Sekarang pergilah, surat cerai ada di dalam kopermu, silahkan tanda tangan karena aku sudah menemukan penggantimu yang kelak akan melahirkan keturunanku."
Mencoba untuk tegar walau hati teriris. Wulan menunduk menahan air mata. Pernikahan sekuat hati dan pikiran dia pertahankan akhirnya kandas juga, janjinya pada almarhum orang tuanya cukup sampai disitu.
Wulan berdiri, tidak ada gunanya dia bertahan hanya untuk mendapat caci maki dari Bayu dan mertuanya.
"Aku akan pergi tapi suatu hari aku akan kembali, bersenang- senanglah sebelum hari naas itu tiba."
Dengan satu tangannya Wulan mengambil tas lalu menarik koper keluar dari dalam rumah.
"Apa maksudnya?" tanya Neni pada Bayu. Bayu mengangkat bahu tanda tak paham.
Dewi terus berjalan, tidak ada pilihan selain kembali ke rumah tua milik neneknya.
Owe...owe.....
Di tengah perjalanan tiba-tiba Dewi menangis. Mungkin dia lapar.
Dengan tergesa-gesa, Wulan menuju halte yang jaraknya sudah sangat dekat.
Sungguh repot perempuan itu dengan beban yang dibawanya.
"Bayi ini pasti sudah sangat kelaparan, aku harus cari susu dimana? Kalau aku pergi terus siapa yang menjaga tas dan koper ini?"
Ditengah kebingungannya sebuah mobil mewah berhenti di depan.
Seorang pria tampan, brewok panjang memakai kacamata membuka jendela mobil.
Wulan mengernyitkan dahinya dan mencoba mengingat siapa pria itu.
"Maaf aku tidak mengenalmu."
Pria itu keluar dari dalam mobil lalu menghampiri Wulan. Membuka kacamata lalu memasukkan kedalam saku.
"Tuan Bram?" jawab Wulan kaget.
Pria yang bernama lengkap Abraham mengangguk lalu tertawa kecil, dua lesung tergambar jelas di pipinya.
Bram adalah anak tuan Reynold dan nyonya Yunita tempat ayah Wulan dulunya bekerja sebagai sopir.
Wulan sering sekali ikut ayahnya kesana saat liburan. Umur Wulan dan Abraham terpaut jauh, Wulan masih sekolah dasar saat itu sedangkan Abraham sudah SMA kelas satu.
"Kamu mau kemana membawa koper dan tas sebanyak ini?"
"Aku mau pulang ke rumah nenek." balas Wulan mencoba mendiamkan Dewi yang masih menangis dalam gendongannya.
Abraham memperhatikan sekilas wajah Dewi. Teduh, ada ketenangan di wajah bayi mungil itu.
Abraham mengajak Wulan kerumahnya. Di rumahnya akan lebih aman mengurus Dewi.
Wulan menolak, tapi Abraham terus saja memaksanya.
Mengangkat koper dan tas lalu memasukan kedalam mobil.
Moga Dewi dan teman-temannya selamat.
Klo kakek dan bpk mu itu baik maka mereka akan menyayangi mu dgn tulus bukannya memanfaatkan mu, apalg menyakiti mu.
Udah nyakitin banyak org sekarang kamu malah diabaikan.
Makanya klo diberi nasihat yg baik itu dipatuhi.