Adinda Khairunnisa gadis cantik yang ceria, yang tinggal hanya berdua dengan sang ayah, saat melahirkan Adinda sang bunda pendarahan hebat, dan tidak mampu bertahan, dia kembali kepada sang khaliq, tanpa bisa melihat putri cantiknya.
Semenjak Bundanya tiada, Adinda di besarkan seorang diri oleh sang ayah, ayahnya tidak ingin lagi menikah, katanya hanya ingin berkumpul di alam sana bersama bundanya nanti.
Saat ulang tahun Adinda yang ke 17th dan bertepatan dengan kelulusan Adinda, ayahnya ikut menyusul sang bunda, membuat dunia Adinda hancur saat itu juga.
Yang makin membuat Adinda hancur, sahabat yang sangat dia sayangi dari kecil tega menikung Adinda dari belakang, dia berselingkuh dengan kekasih Adinda.
Sejak saat itu Adinda menjadi gadis yang pendiam dan tidak terlalu percaya sama orang.
Bagaimana kisahnya, yukkk.. baca kisah selanjutnya, jangan lupa kasih like komen dan vote ya, klau kasih bintang jangan satu dua ya, kasih bintang lima, biar ratingnya bagus😁🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Kamu ngak apa apa Din?" cemas Rini.
"Ngak pa apa, emang kenapa?" sahut Adinda santai.
"Aku takut kamu belum terima Dion sama Rizka" gumam Rini lirih, namun masih bisa di dengar oleh Adinda.
"Aku di tinggal ayah yang begitu menyayangi aku dan orang paling setia aja, aku sudah ikhlas, apa lagi di tinggal sama laki laki tukang selingkuh itu, sudah sangat ikhlas kali, ngapain mikirin dia, lebih baik mikirin masa depan yang masih panjang." ucap Adinda dengan mantab, walau masih tersisa rasa getir di hatinya, namun dia yakin rasa itu akan cepat hilang.
"Itu baru cakeppp....!!" pekik teman temannya serempak.
"Ya sudah, yuk. Kita pulang!" ajak Sita.
"Aku mau ke indoapril dulu, mau nyari isi dapur sudah habis, dan nanti sore ada teman ayah juga yang mau ke rumah!" sahut Adinda.
"Klau gitu, biar kami temanin!" seru Sita semangat.
"Kuyyy... Lah." Sahut Lusi. Mereka berjalan ke parkiran untuk mengambil kendaraan masing masing, tapi tidak dengan Adinda, dia satu mobil dengan Lusi.
Beberapa belas menit, mereka sudah sampai di sebuah Indoapril yang cukup lengkap di daerah sana, dan tidak terlalu jauh dari rumah Adinda.
"Lus, kamu bawa satu lagi trolinya, kita kisah aja, atau bareng?" tanya Adinda.
"Misah aja deh, biar cepat!" suhut Lusi.
"Ok, aku ke rak perbumbuan, kamu ke bagian persabunan dan snak!" ujar Adinda.
"Sippp...." Lusi mengacungkan dua jempolnya.
Mereka lansung memisahkan diri, Lusi dan Rini, ke rak persabunan, sementara Adinda dan sita, menuju sayur mayur, cabe dan kawan kawan, tidak lupa membeli buah buahan, walaupun dia masih anak SMA yang baru tamat sekolah, namun cara dia belanja bumbu masak, sudah seperti wanita dewasa, yang tidak ada terlihat kebingungan untuk menceri apa yang dia butuhkan, karena sudah terbiasa dengan sang ayah dahulunya, dan dia juga setiap hari terjun ke dapur, untuk masak makanan, jadi dia sudah tau apa yang harus dia beli.
Sita hanya geleng gelang kepala, melihat Adinda yang dengan lincah memasukan apa yang dia rasa perlu untuk di beli, dan dengan lincah juga menibang bumbu dapur dan membungkusnya, lansung di masukan ke dalam troli.
"Dinda..!" panggil seseorang, saat Adinda masik asik memasukan belanjaannya.
"Ehhh... Ibu, ibu belanja juga?" tanya Adinda, dan tersenyum manis, kepada ibu ibu yang menegurnya, dan menyalami satu persatu.
"Iya, tadi kami baru pulang arisan, trus mampir ke sini buat beli minum, Ehhh... Malah ketemu kamu di sini." jawab Bu Rt.
"Ooohh, gitu bu." sahut Adinda sambil menganggukkan kepala tanda mengerti.
"Dinda belanja banyak banget, emang buat siapa?" tanya rt.
"Di rumah, bahan masakan sudah habis bu, jadi Dinda belanja buat kebutuhan seminggu ke depan, biar ngak bolak balik ke warung bu." sahut Adinda menjelaskan.
"Emang, Dinda bisa masak?" tanya salah satu ibu ibu yang melihat isi troli Adinda yang hanya di isi dengan cabe, perbawangan, bumbu dapur, bermacam sayuran, buah buahan, ikan, ayam, daging dan lain lain.
"Ehhh... Emang ibu ngak tau, Adinda ini pintar masak loh, aku suka di kasih sama dia masakannya, apa lagi klau bikin kue, enak banget deh." puji bu Rt memberi tahu teman temannya.
"Baru belajar kok bu, belum seenak yang di bilang bu Rt kok." sahut Adinda merendah.
"Ahh... Nak Adinda mah, suka gitu, merendah mulu, anak ibu aja suka banget masa kamu, klau kamu nganterin makanan ke rumah, pasti pada rebutan." kekeh Bu Rt emang itu adanya.
"Waahhh... Sudah cantik, baik hati, anak berprestasi, pintar masak pula, menantu idaman ini mah, sayang, anak saya sudah nikah semua, klau ngak saya jodohin sama Adinda deh." ujar teman bu Rt.
"Saya juga gitu bu, sayang umur anak laki laki saya jauh banget di bawah Adinda." keluh Bu Rt, membuat Adinda jadi merona malu di puji ibu ibu itu.
"Ya udah bu, klau gitu Dinda duluan ya bu." ujar Dinda.
"Iya nak, hati hati ya, di rumah Dinda siapa yang nemenin?" tanya bu rt lagi.
"Ada teman teman Dinda ini bu, gantian yang nginap, tapi yang netap mah, Lusi bu." sahut Dinda sopan.
"Ooohhh... Ya udah, ngak pa apa, malam hari suka di jaga kok, sama bapak bapak yang ronda, kadang para pemuda, suka mangkal di pos satpam depan rumah Dinda kok, jadi klau ada apa apa cari mereka aja ya" ucap bu rt.
Dinda terharu mendengar ucapan bu rt itu, dia tidak menyangka, warga di kampungnya itu begitu perhatian sama dia, walau ayahnya sudah tidak ada lagi, tapi masih banyak yang sayang sama dia."
"Makasih banyak ya bu, sudah jaga Dinda." ucap Adinda berkaca kaca.
"Kamu sudah seperti anak kami nak, pasti lah kami jaga." tutur bu rt, dan di anggukin oleh ibu ibu lainnya.
Adinda kembali melanjutkan acaranya, bersama Sita, dan bu rt bersama teman temannya sudah pulang.
"Lus, beli kopi beberapa pak ya, sama gula dan teh." ujar Adinda.
"Buat apaan?" bingung Lusi, emang siapa yang bakal minum kopi, apa sahabatnya itu sudah ganti selera sekarang, yang biasanya doyan susu coklat, atau coklat panas, sekarang malah minta kopi."
"Bukan buat kita, tadi kata bu rt, katanya bapak bapak suka jaga kita di pos ronda, jadi aku inisiatif kasih kopi, dan bikin makanan sesekali." ujar Adinda dan di anggukin tanda mengerti oleh Lusi.
Setelah di rasa cukup dengan belanjaannya, mereka menuju kasir untuk membayar semua barang belanjaannya itu.
"Huaaa... Akhirnya sampai rumah juga!" pekik Lusi merebahkan punggungnya di atas sofa ruang tengah.
Adinda hanya geleng geleng kepala melihat kelakuan Lusi itu, dia yang tidak betah melihat barang yang belum di rapiin, dia lansung menata semua belanjaan di dalam lemari pendingin dan di rak khusus yang sudah ada dapur, untuk menyimpan perbumbuan.
"Mandi dulu ah, biar seger." gumam Adinda, dia lansung melangkah ke lantai atas menuju kamarnya.
"Astaga, gue ketiduran." gumam Lusi.
"Sudah bangun?" tanya Adinda yang baru turun dari lantai dua.
"Hmm.. Kenapa ngak bangunin aku." tanya Lusi serak.
"Aku kasian lihat kamu, kayanya capek banget, jadi ngak tega ngebanguninnya." sahut Adinda.
"Ya udah deh, aku mau mandi dulu." ucap Lusi dengan melangkah letoy ke lantai atas.
"Masak capcai enak kali ya, di tambah gurami saus padang, Mantul lah." gumam Dinda, dan melangkah ke arah dapur.
Sat set sat set, dengan lincah Adinda meracik racik bumbu, dan memasak sambil berdendang ria, tidak hanya memasak dia juga membuat puding dan salad buah dengan sigap.
"Ya ampun Din, di tinggal mandi doang kamu sudah selesai aja masaknya, heran gue." ujar Lusi geleng geleng kepala, walau sudah biasa melihat Adinda masak, tapi tetap saja dia terpukau melihat sahabatnya itu
"Lagian, ngapain lama lama." kekeh Adinda.
"Iya deh tau, yang suhu, apalah aku yang masih anak bawang." cibik Lusi.
"Ck...!" Adinda berdecak sebel mendengar ucapan Lusi itu, membuat Lusi terkekeh.
"Makan yuk, lapar nih." ajak Adinda.
"Yuk lah, aku juga sudah lapar, mana itu ikan sudah melambai lambai minta di makan." kekeh Lusi.
Bersambung.....