DEWI ULAR
Owe.....owe...Terdengar tangisan bayi diantara tumpukan sampah yang berbau di penuhi rerumputan liar diujung jalan pinggir sungai besar.
Dinginnya malam dan hembusan angin di sertai gerimis membuat tangisan bayi itu semakin pilu terdengar. Kain putih yang membungkus tubuh si kecil basah oleh rintik air hujan yang turun dari atas langit.
Seekor tikus besar dan beberapa belatung kecil menempel pada kain yang pembungkus tubuhnya.
Miris memang miris kondisinya, bertahan melawan maut di tengah dinginnya malam yang kelam serta aroma busuk yang berasal dari limbah sampah.
Entah siapa yang membuang bayi mungil tak berdosa di tempat jorok dan menakutkan seperti itu.
Di tempat yang sama, terlihat seorang perempuan muda memakai daster berdiri di tengah jembatan menatap kebawa aliran sungai.
Kedua tangannya berpegangan pada besi jembatan. Air matanya jatuh tak kunjung putus.
Pelan-pelan sekali kaki kanannya terangkat, naik di salah satu besi jembatan.
"Tuhan, ampunkan hamba mu."
teriaknya menggema.
Owe.......
Belum lagi perempuan itu melompat, suara tangisan bayi terdengar lagi dan hanya sesaat itupun samar-samar di telinganya.
Perempuan itu memandang ke segala penjuru, menurunkan sebelah kakinya dari besi jembatan lalu mencari asal suara itu.
"Mungkin hanya halusinasi ku saja."
Perempuan muda itu kembali menaikan kakinya di atas besi jembatan dan mencoba melompat untuk yang kedua kalinya.
Owe.......Owe.....Owe.. Suara itu makin keras dan agak lama dari yang pertama.
"Ini benar-benar nyata. Ini bukan halusinasi."
Perempuan itu bertekad mencari ke segala penjuru hingga berhenti di tumpakan sampah yang berbau busuk.
Bunyi gresek dan daun kering terdengar jelas di telinganya seperti langkah kaki di balik tumpukan sampah-sampah itu.
Dengan mengumpulkan segala keberanian perempuan itu mendekat dan tiba-tiba seekor kucing melompat.
"Astaga"
Di usap dadanya saking kagetnya.
Dari kejauhan perempuan itu melihat bungkusan kain bergerak. Secepat mungkin dia mendekati bungkusan.
"Bayi? siapa yang tega membuangnya disini?"
Perempuan itu memandang sekeliling memastikan apa ada orang di sana selain dirinya, gelap gulita, hanya ada beberapa ekor kucing liar yang sedang mengais sampah mencari sisa-sisa makanan.
Perempuan itu mengangkat tubuh bayi karna kasihan, membersihkannya dari sisa sampah serta belatung yang menempel pada kain pembungkus.
"Wulan, rawat bayi itu baik-baik dan beri nama Dewi yang artinya perempuan pemilik kekuatan adikodrati, kelak dia akan banyak membantumu menghadapi orang-orang yang selama ini menyakitimu."
Terdengar suara seorang perempuan tua tapi tak berwujud, hanya segumpal asap putih melayang di udara.
Wulan tersentak, hampir saja bayi yang ada dalam gendongannya terlepas.
"Darimana kamu tahu namaku, dan siapa bayi ini sebenarnya?"
"Dimana aku mengetahui namamu itu tidak penting. Bayi itu titisan putri ular yang bereinkarnasi ke bumi, tapi sayang kedua orang tuanya tidak menginginkan kehadirannya. Waktuku tidak banyak, sekarang pulanglah."
Wulan berniat mencegah perempuan misterius itu untuk pergi, tapi terlambat, asap tebal sudah lenyap bersama hembusan angin.
Setelah asap itu menghilang, angin yang tadinya tenang tiba-tiba berubah menjadi badai. Sampah plastik dan dedaunan kering berterbangan tertiup angin di susul kilat menyambar di tengah malam buta.
Tidak lama kemudian turun hujan. Wulan bergegas pergi sambil menggendong bayi yang sudah tidur nyenyak dalam dekapannya.
Hujan semakin lebat mengguyur, seolah tak letih, Wulan terus berjalan hingga tiba disebuah rumah tua tak berpenghuni.
Rumah milik neneknya yang sudah lama mereka tinggalkan. Terbengkalai dan tak terurus.
Dibukanya pintu pagar dengan sebelah tangannya lalu di tutup kembali.
"Untuk sementara kita tinggal disini. Besok baru kita pulang ke rumah."
Wulan mengambil kunci dibawa pot bunga, kunci yang terbuat dari besi tampaknya sudah mulai berkarat terkena air dan juga sudah lama tidak terpakai.
Wulan membuka pintu rumah, gelap gulita di dalam sana. Dengan hanya menggunakan insting, Wulan melangkah masuk dan berhenti di sebuah kamar kecil.
Tangannya meraba-raba meja mencari gagang laci, menarik lalu mengeluarkan sebuah benda kecil berupa korok api dari dalam sana.
"Semoga saja ini masih bisa di gunakan."
Di pantiknya korek api itu. Pelita menyala dan menerangi seisi ruangan.
Terlihat jelas debu menempel pada lantai dan juga perabot yang ada di dalam ruangan. Sarang laba-laba bergelantungan diatas plafon membuat suasana kamar terlihat menyeramkan.
Dengan satu tangan, Wulan membersihkan kasur dengan sapu lidi. Setelah dirasa cukup, diletakkan bayi Dewi diatas pembaringan.
Di tatapnya bayi itu lekat hingga air matanya kembali berlinang.
Ingatannya terngiang di masa-masa sulitnya bersama suaminya.
Bertahan dengan perlakuan kasar dari suami dan mertua hanya demi sebuah amanah dari kedua orang tuanya' Jadi istri yang patuh'
"Besok, jika rahimmu belum juga terisi janinku maka aku akan menceraikan mu dan menikah dengan wanita pilihan orang tuaku."
Suara suami Wulan dengan lantang di dalam kamar. Hampir tiap hari pria itu membentak Wulan dan tidak segan-segan melakukan kekerasan fisik pada perempuan yang sudah menemaninya selama 5 tahun.
Bak disambar petir, Wulan yang sedang melipat pakaian hanya bisa menangis mendengarkan perkataan Bayu.
Segala upaya sudah dia lakukan demi mempertahankan rumah tangganya, tapi apa daya takdir berkata lain dia harus pasrah menerima keputusan Bayu, memilih perempuan lain sebagai penggantinya.
Bruk...............
Bayu keluar dari dalam kamar dengan menghempaskan pintu sekeras mungkin.
Tidak lama kemudian suara mobil meninggalkan rumah.
Wulan berdiri dengan nafas sesak, jantungnya bak dirajam dengan palu. Dengan sekuat tenaga Wulan melangkah keluar rumah, berjalan tanpa arah hingga bertekad menghabisi nyawanya di sebuah jembatan di pinggiran kota.
Untung saja takdir berkata lain, sosok bayi mungil menghentikan niat terkutuknya itu.
"Mungkin dengan adanya Dewi, mas Bayu tidak akan menceraikan ku. Selama ini dia sangat menginginkan seorang bayi dalam rumah tangga kami."
Wulan membelai lembut wajah Dewi yang sudah tertidur pulas. Dengan pelan sekali dibukanya kain yang menutupi tubuh bayi itu.
Sebuah kalung liontin berbentuk bulan dengan gambar ular di tengahnya.
Terpancar cahaya dari tubuh Dewi sehingga membuat seisi ruangan terang- benderang.
"Apa ini?"
Dengan kedua telapak tangannya, Wulan menghalau cahaya, dari sela jari-jemarinya Wulan mengintip.
Kedua matanya melotot tak percaya melihat sisik ular emas bercampur hitam pada tubuh mungil Dewi. Sisik yang belum sempurna betul bentuknya.
Sisik itu melilit mulai dari leher sampai bagian perut sang bayi itu.
Sedikit demi sedikit cahaya itu meredup dan hilang.
"Bayi ini benar-benar ajaib. Apa karena sisik ular itu hingga orang membuangnya?"
Wulan kembali menutupi tubuh mungil Dewi.
Diciumnya kening bayi menggemaskan itu hingga beberapa kali lalu membaringkan tubuhnya di samping sang bayi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Kardi Kardi
hikmah di balik derita🤰
2024-11-25
1
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
hadir KK thor nyimak dulu yah
2024-08-30
2
Sutrisna 889
baru nyimak Thor.... lanjut.....
2024-08-05
4