Niat hati ingin memberikan kejutan di hari pernikahan. Hatinya hancur berkeping-keping di saat sang suami lebih memilih meninggalkannya di bandingkan bertahan di dalam pernikahan.
Pertemuannya Alex dengan wanita bernama Eliza menggoyahkan hati pria itu, padahal pria itu sudah beristri yang tak lain pelakor dalam hubungan Eliza.
Jerat pun mulai Eliza lakukan demi membalas rasa sakit yang dulu pernah Mauren lakukan.
Bagaimana kisah mereka bertiga? akankah hubungan Eliza dan suami orang diresmikan atau justru karma Eliza tuai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 - Kepanikan
Tubuh Eliza terpental cukup jauh dari posisi sebelumnya. Dunianya terasa hancur di kala suaminya memilih pelakor itu daripada dirinya. Matanya terus memperhatikan mobil yang semakin jauh dari pandangannya.
Tangannya perlahan terangkat ingin menggapai mobil yang semakin melaju jauh dengan pandangan yang mulai gelap gulita dan mata kian perlahan tertutup rapat sampai Eliza tidak sadarkan diri terkulai lemah di atas aspal di guyur air hujan yang menjadi saksi bisu kisah pernikahannya hancur dalam sekejap mata.
Seseorang segera turun dari mobil yang di kendarainya menghampiri tubuh Eliza. Orang tersebut terlihat panik menyangsikan wanita terbaring tak sadarkan diri dalam keadaan luka dan darah mengalir dari kulitnya.
"Ya Tuhan! Apa yang sudah saya lakukan? Saya sudah menabrak wanita ini." Orang itu berdiri dengan tangan kiri bertolak pinggang dan tangan kanan mengusap kasar wajahnya yang basah akibat tetesan air hujan.
Saking panik dan khawatirnya pada Eliza, orang tersebut mengangkat tubuh ideal berlumuran darah tersebut membawanya ke rumah sakit. Walau bagaimanapun dia harus bertanggungjawab atas tindakan yang di lakukannya.
*****
Orang yang menabrak Eliza begitu tergesa berlarian menyusuri koridor Rumah sakit sembari menggendong tubuh Eliza yang sudah memucat dan berlumur darah.
"Dokter, suster, cepat tolong ada pasien gawat darurat! Dokter!!" orang itu berteriak memanggil para perawat dan dokter membuat kericuhan di rumah sakit tersebut.
Waktu pun kian semakin dini hari dan suasana di rumah sakit cukup sepi di saat jam tertentu. Bagaimana tidak, jam sudah menunjukan pukul dua dini hari dan pria itu datang saat semuanya sedang istirahat dan terlelap.
Suster yang melihat orang itu dilanda kepanikan, dia segera mengambil brangkar pasien secara tergesa. Untungnya masih ada bagian ship malam sehingga membuat sebagian pekerja rumah sakit standby di tempat untuk menjadi penolong di kala keadaan darurat seperti ini.
"Tuan, Anda bisa membaringkan wanita itu di sini." Susternya menghampiri pria itu memintanya untuk menurunkan tubuh Eliza ke atas Brangkar.
Dan pria itu pun mengikuti arahan suster. "Tolong segera beri tindakan buat dia. Dia tertabrak, suster."
Rasa panik kian ia rasakan di saat melihat darah keluar dari bagian belakang tubuh wanita itu. Apalagi wanita itu pingsan tak sadarkan diri membuatnya semakin dilanda kepanikan dan tidak mengingat jika dirinya sedang di tunggu orangtuanya.
"Baik, Tuan." Suster dan pria itu pun mendorong brangkarnya sambil sedikit berlari menuju ruangan UGD.
"Maaf Tuan, Anda tidak bisa masuk ke dalam. Anda bisa tunggu di sana dan sekalian bisa mengajukan administrasi nya di bagian sebelah sana." Suster itu sekalian menunjuk arah tepat pembayaran rumah sakit untuk mengurus Eliza.
"Hah, iya. Saya akan kesana suster," balas pria itu harus bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukannya.
Pria itu pun ingin melakukan administrasi tapi, dia kebingungan sebab tidak tahu nama wanita yang ditabraknya.
"Sus, saya .. saya tidak tahu nama pasien yang sedang berada di ruangan UGD yang baru saja saya bawa. Tapi saya ingin membayar seluruh biaya pengobatan dan penginapannya sampai dia benar-benar sembuh. Ini kartu nya." Pria itu memberikan kartu sakti yang hanya di miliki orang-orang kaya saja.
"Tunggu sebentar, Tuan." Suster yang bertugas menjadi resepsionis itu mengambil kartunya kemudian menggesekkan kartu tersebut.
"Tapi Tuan, Anda harus memberikan alamat dan nama pasiennya," setelah menyelesaikan administrasi barulah suster itu bilang mengenai nama.
"Nama?" dia berpikir mengenai siapa namanya. Hingga terbesit nama yang ia sukai di benaknya. "Eliza, namanya Eliza dan alamatnya..." Pria itu pun kembali menyebutkan alamat yang ia tinggali karena tidak tahu dimana alamat rumahnya Eliza.
"Baik, Tuan. Semuanya sudah selesai." tutur susternya dan pria itupun kembali menuju ruang UGD menunggu hasil pemeriksaan dari dokter.
Dirinya merasa bersalah dan bertanggungjawab atas kejadian ini sehingga membuatnya harus menunggu setidaknya sampai dokter yang ada di dalam keluar.
Tanpa memperdulikan baju yang di kenakannya basah dan berlumuran darah, pria itu setia menunggu di ruang tunggu. Hingga beberapa jam berlalu dokter yang menangani Eliza keluar. Pria itupun menoleh ke arah pintu dan segera berdiri menghampiri.
"Dokter, bagaimana keadaan pasien yang tertabrak itu?"
Dokter itu terlihat menghelakan nafas berat lalu membuka masker yang di kenakannya. "Apa Anda suaminya? atau Anda saudaranya?"
"Saya... saya saudaranya."
"Begini, kami sudah melakukan berbagai cara untuk menyelamatkan keduanya. Tapi Tuhan berkehendak lain. Kami tidak bisa menyelamatkan janin yang ada dalam kandungannya. Saudara Anda keguguran dan kami terpaksa harus melakukan kuret." papa dokter itu menjelaskan apa yang terjadi kepada pasiennya tanpa di tutup-tutupi.
Deg...
Pria itu tertegun sejenak saat mendengar keguguran. Dia terduduk lesu mengetahui jika dirinya telah membunuh anak tak berdosa.
"Keguguran, Dok? Lalu ibunya?" berusaha keras dia menyembunyikan rasa tidak percaya penuh kekhawatiran dan penyesalan atas tindakan yang di lakukannya di saat berkendaraan dalam kecepatan tinggi.
"Ibunya selamat dan saat ini masih menunggu sadar dari pingsannya." Dan anehnya meski mendapatkan benturan keras, Eliza di nyatakan selamat tapi calon bayinya tidak tertolong.
"Kami akan memindahkannya ke ruang rawat. Kalau begitu saya permisi dulu." Dokter itu pun pergi dari hadapan pria yang sudah menabrak Eliza.
"Keguguran, saya sudah membunuh anak wanita itu." Dengan gusar seraya mengusap wajahnya secara kasar, pria itu berdiri menonjok tembok sekeras-kerasnya marah pada diri sendiri tidak bisa mengendalikan emosi di saat berkendara.
Hingga pasien keluar dari ruangan UGD di dorong oleh beberapa suster, pria itu pun menatap dalam wajah Eliza. "Maafkan saya nona," lirihnya menyesali perbuatannya.