NovelToon NovelToon
SENJA TERAKHIR DI BUMI

SENJA TERAKHIR DI BUMI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sci-Fi
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

Di tahun 2145, dunia yang pernah subur berubah menjadi neraka yang tandus. Bumi telah menyerah pada keserakahan manusia, hancur oleh perang nuklir, perubahan iklim yang tak terkendali, dan bencana alam yang merajalela. Langit dipenuhi asap pekat, daratan terbelah oleh gempa, dan peradaban runtuh dalam kekacauan.

Di tengah kehancuran ini, seorang ilmuwan bernama Dr. Elara Wu berjuang untuk menyelamatkan sisa-sisa umat manusia. Dia menemukan petunjuk tentang sebuah koloni rahasia di planet lain, yang dibangun oleh kelompok elite sebelum kehancuran. Namun, akses ke koloni tersebut membutuhkan kunci berupa perangkat kuno yang tersembunyi di jantung kota yang sekarang menjadi reruntuhan.

Elara bergabung dengan Orion, seorang mantan tentara yang kehilangan keluarganya dalam perang terakhir. Bersama, mereka harus melawan kelompok anarkis yang memanfaatkan kekacauan, menghadapi cuaca ekstrem, dan menemukan kembali harapan di dunia yang hampir tanpa masa depan.

Apakah Elara dan Orion mampu m

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17: Inferno di Jejak Darah

Fasilitas Jejak Darah menjulang di hadapan mereka, tampak seperti benteng raksasa yang mengintimidasi di tengah gurun yang sunyi. Bangunan itu berwarna hitam pekat, dengan dinding yang licin dan tak bercelah. Di sekelilingnya, drone-drone patroli melayang dengan lampu merah menyala, seperti predator yang mengawasi mangsa.

Elara berdiri bersama timnya di balik bukit pasir, memandangi target mereka. Luka-luka dari pertempuran di terowongan masih terasa, tetapi mereka tidak punya waktu untuk memulihkan diri. Langit yang kelam dan angin gurun yang berhembus kencang menciptakan suasana menegangkan, seperti tanda peringatan akan apa yang menunggu mereka di dalam.

“Ini dia,” kata Elara dengan nada rendah, tetapi penuh tekad. “Kita selesaikan ini. Untuk semua yang telah mereka lakukan.”

Kadir, yang berdiri di sampingnya, menatap fasilitas itu dengan ekspresi gelisah. “Jejak Darah bukan sekadar fasilitas riset. Mereka menyimpan data inti dari semua eksperimen Eden di sini. Jika kita berhasil menghancurkannya, Eden akan kehilangan pijakan terbesar mereka.”

Ardan mengangguk sambil mengecek peta holografik yang diproyeksikan dari alat kecil di lengannya. “Kita punya satu kesempatan. Sistem keamanan mereka akan mendeteksi kita begitu kita mendekat. Begitu kita masuk, tidak akan ada jalan mundur.”

“Aku tidak peduli,” jawab Elara tegas. “Aku hanya ingin memastikan mereka hancur.”

---

Mereka memulai infiltrasi dengan hati-hati. Kadir memimpin mereka melalui terowongan kecil di bawah fasilitas yang terhubung ke jaringan pembuangan limbah. Terowongan itu gelap dan bau, tetapi itu adalah satu-satunya jalan untuk menghindari deteksi drone dan kamera keamanan.

“Berapa lama lagi?” tanya Nadia sambil menyalakan lampu kecil di helmnya.

“Tidak jauh,” jawab Kadir. “Tapi begitu kita keluar dari sini, kita akan berada di pusat fasilitas. Persiapkan diri kalian.”

Elara menggenggam senjatanya erat-erat. Pikirannya dipenuhi dengan gambaran tentang apa yang mungkin terjadi di dalam. Bayangan eksperimen mengerikan, tubuh-tubuh yang dimutilasi, dan penderitaan manusia yang tak terbayangkan.

Setelah beberapa menit berjalan, mereka akhirnya mencapai pintu keluar terowongan. Kadir menekan kode rahasia di panel elektronik kecil, dan pintu besi berat perlahan terbuka, memperlihatkan lorong yang terang benderang dengan dinding logam mengkilap.

“Selamat datang di Jejak Darah,” kata Kadir dengan nada getir.

Lorong itu kosong, tetapi udara di dalamnya terasa dingin dan menekan, seperti berada di kuburan raksasa. Elara memberi isyarat kepada timnya untuk tetap waspada. Mereka berjalan dengan langkah pelan, mendekati setiap sudut dengan hati-hati.

Namun, tidak butuh waktu lama sebelum mereka menyadari bahwa mereka tidak sendiri.

“Gerakan terdeteksi di sektor 3,” suara mekanis dari pengeras suara tiba-tiba terdengar, menggema di sepanjang lorong.

“Kita sudah ketahuan!” seru Malik.

Drone-drone bersenjata muncul dari ujung lorong, diikuti oleh pasukan penjaga berseragam hitam yang membawa senapan otomatis. Tanpa peringatan, tembakan pertama dilepaskan, dan pertempuran pun pecah.

Elara melompat ke belakang salah satu dinding untuk berlindung, sambil menembak ke arah drone yang mendekat. Suara tembakan dan ledakan memenuhi lorong, menciptakan kekacauan yang memekakkan telinga.

“Kita harus bergerak!” teriak Ardan sambil menembakkan granat kecil yang menghancurkan tiga drone sekaligus.

Mereka terus melawan sambil mundur menuju salah satu pintu di ujung lorong. Kadir mengetik kode lain di panel, tetapi sistem menolak.

“Cepat, Kadir!” desak Elara.

“Ada perubahan kode! Beri aku waktu!” jawab Kadir panik.

Elara menembak salah satu penjaga yang mendekat, tetapi jumlah musuh tampaknya tidak berkurang. Ketika mereka akhirnya berhasil membuka pintu, mereka segera berlari masuk, dan pintu itu tertutup kembali tepat sebelum granat musuh meledak.

---

Di balik pintu, mereka menemukan diri mereka berada di laboratorium besar. Ruangan itu dipenuhi dengan tangki-tangki kaca yang berisi cairan hijau, dan di dalamnya terlihat tubuh manusia yang dimodifikasi dengan cara yang mengerikan. Beberapa memiliki lengan yang diperpanjang dengan logam, sementara yang lain memiliki mata yang diganti dengan perangkat elektronik.

“Ya Tuhan...” bisik Nadia, matanya melebar.

“Elara, ini... ini lebih buruk dari yang kita bayangkan,” kata Ardan dengan nada serius.

Elara berjalan mendekati salah satu tangki, tangannya mengepal. “Ini yang mereka lakukan pada manusia. Mereka mengubah mereka menjadi senjata.”

“Dan ini belum semuanya,” kata Kadir. “Projek Prometheus jauh lebih besar dari ini. Mereka sedang menciptakan senjata biologis yang bisa menghancurkan seluruh kota hanya dengan sekali serangan.”

“Kita harus menghentikan ini,” gumam Elara.

Dia melihat sebuah konsol besar di tengah ruangan, yang tampaknya mengendalikan sistem laboratorium. “Malik, kau bisa menghancurkan ini?”

Malik yang masih terluka berjalan mendekati konsol. “Berikan aku waktu. Tapi begitu aku mulai, mereka akan tahu.”

“Tidak ada pilihan lain,” kata Elara. “Lakukan.”

---

Malik mulai meretas sistem, sementara yang lain berjaga di sekitarnya. Tetapi tidak lama kemudian, alarm merah menyala di seluruh ruangan.

“Peringatan! Penetrasi sistem terdeteksi. Mengaktifkan protokol eliminasi.”

Pintu-pintu di sekitar laboratorium terbuka, dan makhluk-makhluk yang ada di dalam tangki kaca mulai bangkit. Mereka bergerak dengan cara yang tidak wajar, seperti boneka yang dikendalikan oleh tali. Mata mereka yang kosong kini memancarkan cahaya merah.

“Apa-apaan ini?” seru Nadia.

“Eksperimen mereka,” jawab Kadir dengan nada penuh ketakutan. “Mereka sudah bangkit.”

Makhluk-makhluk itu mulai menyerang, bergerak dengan kecepatan luar biasa. Mereka lebih kuat dan lebih cepat daripada manusia biasa, dan senjata biasa tampaknya tidak cukup untuk menghentikan mereka.

“Kita harus keluar dari sini!” teriak Ardan.

“Tunggu! Aku butuh lebih banyak waktu!” jawab Malik sambil terus bekerja di konsol.

Elara mengambil granat dari sabuknya dan melemparkannya ke tengah kelompok makhluk itu. Ledakan menghancurkan beberapa di antaranya, tetapi lebih banyak lagi yang datang dari lorong-lorong di sekitar mereka.

“Kadir, ada jalan keluar lain?” tanya Elara sambil menembak ke arah salah satu makhluk yang hampir mencapainya.

“Ada, tetapi kita harus melewati inti fasilitas,” jawab Kadir.

“Kalau begitu, bawa kami ke sana!”

Malik akhirnya menyelesaikan pekerjaannya, dan sistem laboratorium mulai meledak satu per satu. “Aku berhasil, tapi kita harus pergi sekarang!”

Dengan sisa tenaga mereka, tim berlari keluar dari laboratorium, sementara ledakan mulai mengguncang seluruh fasilitas. Namun, ketika mereka mendekati inti fasilitas, mereka disambut oleh pemandangan yang lebih mengerikan—sebuah ruangan besar yang penuh dengan tabung raksasa berisi cairan merah, dan di tengahnya berdiri seorang pria tinggi dengan mata dingin, mengenakan armor hitam.

“Kalian datang jauh-jauh hanya untuk mati di sini,” kata pria itu dengan suara yang dalam dan dingin.

“Siapa kau?” tanya Elara sambil mengarahkan senjatanya.

“Aku adalah hasil dari semua yang kalian coba hancurkan,” jawab pria itu. “Aku adalah Prometheus.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!