Tidak ada gadis yang mau menikah dengan lelaki beristri, apalagi dalam keterpaksaan ibu tiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Pasrah walau terluka
Tok .... Tok .... Tok ....
Sarla mengusap pelan air mata dengan kedua tanganya.
"Kak Sarla, ini aku Lani." Teriak anak berumur delapan tahun menyebut namanya. Mendengar nama Lani, Sarla kini bangkit dari ranjang tempat tidur, ia membuka pintu.
"Kak Sarla." Senyuman lebar Lani tampilkan di depan kakak tirinya, Sarla berusaha membuang kesedihanya atas keterpaksaan kedua orang tua.
"Lani, ada apa?" tanya Sarla memperlihatkan senyum palsu, ia mengajak sang adik tiri masuk ke dalam kamarnya.
Anak berumur delapan tahun itu memajukkan kursi roda dan berkata." Kak Sarla, kenapa kakak tidak tegas menolak pernikahan itu. Lani tak apa apa jika harus seperti ini, duduk di kursi roda selamanya."
Deg ....
Hati siapa yang tak merasakan rasa sedih, ketika anak mungil seperti Lani berkata sedemikian.
"Lani, masa depan kamu masih panjang. Masih banyak cita cita yang harus kamu tempuh, kamu harus sehat kembali."
Air mata menetes dari kedua bola mata Lani," Kak Sarla, Lani tak mau sembuh di atas penderitaan orang lain. Apalagi kak Sarla dipaksa menikah dengan pria beristri hanya untuk mempunyai anak saja dan setelah itu .... "
Sarla menghentikan perkataan sang adik kecil, menutup bibir dengan jari tangannya," tidak ada yang menderita Lani, kakak sudah tanggung semua resikonya, kakak sudah ikhlas kok, jika pernikahan itu hanya sementara, yang terpenting keluarga kita tak jatuh dari kemiskinan dan kamu bisa sembuh."
"Kakak Sarla, jangan bohong. Lani tahu kakak tertekan kan, kak jangan buat hidup kakak menjadikan kebahagian orang lain," ucap Lani, berharap jika sang kakak membatalkan keputusannya menikah.
"Kakak tidak bohong, ini semua sudah menjadi keinginan kakak, jadi kamu jangan pikirkan apa apa." balas Sarla, tetap tersenyum walau sebenarnya hatinya sangatlah perih dan ingin menangis.
Sarla memeluk Lani dengan begitu erat, menyakinkan jika tak ada tekanan dalam hidupnya saat ini," kamu percaya pada kakak ya."
"Tapi kak."
"Sudah, sekarang waktunya kamu belajar, jangan pikirakan masalah kakak. Oke. "
Menarik napas mengeluarkan secara perlahan, Lani tak ada kesempatan lagi untuk menyuruh kakak tirinya itu membatalkan pernikahan, karena Sarla sudah memilih jalananya sendiri.
Sarla menyuruh Lani untuk belajar, sedangkan dalam suruhan itu, ada Lilia yang mengintip dari kejauhan melihat Lani keluar dari kamar kakaknya.
"Ngapain si anak cacat itu masuk ke dalam kamar Kak Sarla, dia ingin cari masalah denganku ya." Lilia tampak kesal melihat Lina datang ke kamar kakaknya.
Ia segera mungkin mendatangi sang adik," heh. Habis ngapain kamu ke kamar kak Sarla?"
Lani terlihat ketakutan, dimana Lilia bertanya dengan nada sedikit meninggi." Heh orang tanya itu jawab."
Bibir mungil anak berumur delapan tahun itu terlihat kaku, bagaimana ia menjelaskan pada sang kakak, jika Lilia terus memarahinya.
"Tadi ...."
Lilia mencekram pipi adiknya," mm. Kak Lilia."
"Apa sakit, kamu pantas mendapatkan semua ini, gara gara kamu kak Sarla harus merasakan derita, kenapa juga kamu hadir di keluarga kamu, dasar bikin repot saja." Hardik Lilia pada Lani, anak mungil itu menampilkan kedua mata berkaca kacanya.
"Kenapa, mau nangis. Dasar cengeng," Pekik Lilia, menjambak rambut Lani.
"Sakit kak," rengek Lani. Merasakan sakit pada kepalanya.
"Sakit ya, ini belum seberapa. Kamu sudah buat Kak Sarla menderita," ucap Lilia pada sang adik.
"Kak Lilia, jika Lani tak sakit. Mungkin semua ini tak akan terjadi, siapa yang mau sakit seperti ini, tak ada, manding Lani mati saja," balas Lani pada sang kakak.
"Sok baik kamu," bentak Lilia. Sarla keluar dari kamarnya berniat pergi menemui sahabatnya.
Melihat pemandangan tak menyenangkan itu.
"Lilia, Lani."
Betapa terkejutnya mereka berdua, Lilia bukanya melepaskan tangannya, ia malah semakin menjadi jadi. " Rasakan ini."
Sarla mendekat dan berkata," kamu ini kenapa sih, Lilia. Kasihan Lani."
Sarla mencoba melepaskan tangan Lani, ia hanya diam dan melipatkan kedua tangan." Lilia, seharusnya kamu tak usah melakukan hal seperti ini." Tegas sang kakak pada adiknya.
"Terus apa yang harus aku lakukan, memukulnya," balas Lilia, malah menampar Lani.
Palkkk ....
"Ahk."
"Begitu bukan," ucap Lilia, Lani kesakitan. Sarlan kini menjewer adiknya itu.
"Aduh kakak sakit," balas Lilia, merasakan jeweran dari Sarla.
"Sakit kan, makanya jangan nakal, kakak nggak ngajarin kamu kaya gitu ya," tegas Sarla. Mendidik adiknya agar tidak keterlaluan.
Sarla mulai melepaskan tangan yang menjewer Lilia, ia kini menasehati adiknya kandungnya itu." Lilia, kak Sarla tidak pernah mengajarkan kamu seperti ini ya, kakak berharap kamu jangan sekali kali lagi kaya begitu. "
"Tapi kak .... "
"Sudah, tak ada kata tapi tapi. Kamu harus nurut."
Pada akhinya Lilia memperlihatkan wajah kesalnya pada sang kakak, ia pergi dengan memajukan bibir atas bawahnya.
"LILIA." Teriak Sarla, tapi anak berumur sebilan itu tak menjawab, ia mengabaikan sang kakak begitu saja.
"Anak itu." Sarla mulai menghampiri Lilia, dimana Lani mencegah Sarla memegang tangan wanita bercadar itu.
"Kak Sarla sudah biarkan saja, jangan marahi kak Lilia, dia tidak salah yang salah itu Lani, karena terlahir penyakitan dan cacat, " Ucap Lani pada Sarla, kedua mata yang terlihat itu, menunduk. Tangan mengusap pelan wajah Lilia dan berkata."
Maafkan kakak, ya."
"kakak tidak salah, yang salah tetap Lani."
Lani mulai meninggalkan Sarla dengan kursi rodanya, ia tak mau menjadi belas kasihan di keluarga Gunawan.
Sarla hanya mengeluarkan napasnya, menggelengkan kepala melihat perdebatan tak kunjung usai, andai saja kebangkrutan itu tidak terjadi kemungkinan besar tidak akan ada perdebatan dan permusuhan seperti ini.
Wanita berkerudung coklat dengan cadarnya, kini melangkahkan kaki untuk menemui sang sahabat di taman.
Dalam perjalanan menaiki taksi.
Sarla di kejutkan dengan mobil taksi yang ia tumpangi, menabrak mobil mewah dengan harga pantastis. " Ada apa, pak?"
"Maaf, saya mengantuk jadi tak sengaja menabarak mobil orang."
" Astagfirullah. Ya sudah ayo kita turun. "
Sarla berusaha tetap tenang, ia merasa kasihan dengan sopir taksi yang membawanya.
Lelaki berpakaian kantor itu, keluar dari dalam mobil, mengedor gedor taksi.
"Keluar."
Sarla membuka pintu, terlihat sosok lelaki yang memarahi sopir, tercengang akan penampilan Sarlamemakai cadar dan baju yang menutupi tubuh dengan begitu rapi dan tertutup tanpa mempelihatkan lekukannya.
Kedua mata masih membulat, seakan berat untuk berkedip, Sarla yang tak biasa melihat lelaki menundukkan kedua mata dan menghampiri lelaki itu.
"Maaf pak."
Mulut mengagah berusaha lelaki itu tutup, entah kenapa tiba tiba merasa berat, apalagi mendengar suara lembut keluar dari mulut Sarla.
"Pak."
Sarla tak mengerti kenapa lelaki yang ia panggilan dari tadi malah diam saja, memandanginya sampai tak berkedip, sedangkan sang sopir hanya tersenyum kecil ia tahu ada sosok lelaki terpesona melihat wanita seperti Sarla.
Siapa lelaki itu? Apa Daniel Atau orang lain?