Sebelum meninggalkan Kenanga untuk selamanya, Angga menikahkan Kenanga dengan sahabatnya yang hanya seorang manager di sebuah bank swasta.
Dunia Kenanga runtuh saat itu juga, dia sudah tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini selain Angga, dan kini Kakaknya itu pergi untuk selama-lamanya.
"Dit, gue titip adik gue. Tolong jaga dia dan sayangi dia seperti gue menyayanginya selama ini" ~Angga ~
"Gue bakalan jaga dia, Ngga. Gue janji" ~ Aditya ~
Apa Kenanga yang masih berada di semester akhir kuliahnya bisa menjadi istri yang baik untuk Aditya??
Bagaimana jika masa lalu Aditya datang saat Kenanga mulai jatuh cinta pada Aditya karena sikap lembutnya??
Bagaimana juga ketika teman-teman Aditya selalu mengatakan jika Kenanga hanya istri titipan??
Lalu, bagaimana jika Aditya ternyata menyembunyikan latar belakang keluarganya yang sebenarnya dari semua orang??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalani dengan ikhlas
Anga baru terbangun setelah mendengar suara berisik dari dapur. Anga juga terkejut karena dia baru bangun saat matahari sudah lumayan tinggi. Padahal dia menumpang di rumah orang dan harusnya tau diri.
Semalam setelah makan malam, Anga memang langsung tertidur sampai pagi. Dia bahkan tidak tau Aditya tidur di mana, di kamar bersamanya atau tidur di ruang tamu.
Anga keluar dari kamar langsung menuju dapur. Di lihatnya pria gagah itu sedang mencuci piring juga peralatan masak.
Anga juga melihat di meja makan sudah tersedia dua piring nasi goreng yang terlihat masih panas lengkap dengan terlur mata sapi di atasnya.
"Kamu sudah bangun??" Aditya menyadari kedatangan Anga.
"I-iya Kak. Maaf aku kesiangan" Anga merasa tak enak hati. Apalagi Aditya juga sudah selesai memasak.
"Nggak papa, aku tau kalau kamu capek" Aditya mengeringkan kedua tangannya setelah menyelesaikan cucian piringnya.
"Ayo sarapan dulu. Setelah ini ada yang mau aku bicarakan sebelum aku berangkat kerja"
"Iya Kak"
Mereka berdiam duduk berhadapan di sebuah meja makan yang ukurannya tidak cukup besar.
Anga mulai menyuap nasi goreng buatan Aditya setelah Aditya memakannya lebih dulu.
Anga memuji kepiawaian Aditya dalam hal memasak. Tadi malam saat dia mencoba pertama kali masakan Aditya, Anga langsung menyukainya. Nasi goreng yang sedang ia lahap juga begitu enak. Anga tak menyangka kalau Aditya pandai memasak.
Sedangkan dia, sebagai seorang wanita, menggoreng telur saja tidak bisa.
"Mau di taruh di mana muka ku ini??" Anga malu karena harusnya dia yang memasak untuk Aditya, bukan sebaliknya.
Anya merasakan definisi tidak tau diri yang sebenarnya. Sudah menumpang gratis, bangun siang, makan pun di masakkan, cuci piring juga tidak. Tapaknya setelah ini Anga harus mulai belajar menjadi wanita yang sebenarnya.
"Enak??"
Uhukk...
Uhukk...
Anga tersedak karena pertanyaan Aditya yang tiba-tiba.
"Minum dulu, maaf membuatmu kaget"
Anga menerima segelas air putih yang di sodorkan Aditya. Pria itu juga beranjak dan menepuk pelan punggung Anga.
"Nggak papa Kak"
Aditya kembali duduk saat Anga sudah kembali tenang.
"Masakan Kak Adit enak, enak banget malahan. Aku yang wanita aja malah nggak bisa masak"
"Nggak ada yang mengharuskan wanita bisa masak. Jadi jangan malu"
Justru kata-kata Aditya itu melah membuat Anga semakin malu. Sepertinya Anga benar-benar harus belajar memasak setelah ini.
🍀🍀🍀🍀
Saat Anga keluar dari kamar mandi, Aditya sudah rapi dengan kemeja lengan panjang berwarna biru laut juga celana bahan warna hitam. Rambutnya juga sudah di tata dengan rapi, membuat pria itu semakin tampan.
Anga bahkan tak berkedip beberapa detik melihat pria yang sedang memakai sepatunya itu.
Kemana saja Anga selama ini, kenapa dia baru menyadari kalau Aditya begitu mempesona. Padahal Anga sudah mengenal Aditya sejak dia masih SMP.
"Sini duduk dulu, ada yang harus aku katakan sama kamu" Aditya menepuk kursi di sampingnya.
Di kursi itu Anga juga melihat bantal yang sama dengan bantal di kamar. Sekarang Anga tau kalau Aditya tadi malam benar-benar tidur di luar.
Anga duduk di samping Aditya dengan kedua tangan saling bertaut di atas pahanya. Anga merasa gugup karena sepertinya Aditya ingin membicarakan hal serius.
"Apa Kak Adit akan menceraikan ku?? Atau Kak Adit mau buat perjanjian pernikahan kaya di novel-novel itu??" Pikiran Anga sudah kemana-mana.
Aditya menggeser duduknya hingga bisa menatap Anga dengan leluasa.
"Dek, kamu tau kan kalau kita sudah sah menjadi pasangan suami istri??"
"I-iya Kak" Anga gugup bukan main saat di tatap seperti itu oleh Adit.
"Pernikahan kita memang mendadak dan bukan keinginan kita berdua. Tapi bagi ku, pernikahan ini bukan main-main. Meski kita menikah tanpa ada cinta di dalamnya, tapi aku tetap berkomitmen untuk menikah sekali seumur hidup"
"Huffftt.." Anga tampak membuang nafas lega saat mendengar pernyataan langsung dari Aditya.
"Kamu kenapa?? Jangan-jangan kamu berpikir kalau aku mau membuat perjanjian pernikahan kaya di novel-novel ya??"
Anga hanya meringis karena pikirannya bisa di tebak oleh Aditya.
"Jangan berpikir terlalu jauh Dek. Aku tidak akan melakukan hal aneh kaya gitu. Aku menghargai pernikahan dan aku nggak mau mengingkari janjiku sama Kakak kamu terutama sama Allah"
"......"
"Jadi, aku minta sama kamu untuk mencoba menerima pernikahan ini. Ayo kita sama-sama belajar untuk saling menerima. Kamu mau kan??"
Anga tampak ragu menjawabnya. Dia yang masih begitu asing denhan Aditya tentu saja tak mudah untuk mengambil keputusan walau sebenarnya tak ada gunanya juga karena nyatanya pernikahan itu sudah terjadi.
"Apa kamu malu punya suami yang umurnya jauh di atas kamu. Atau kamu sudah punya pacar??" Tanya Aditya karena Anga tak langsung menjawab.
"Enggak Kak, aku nggak punya pacar" Jawab Anga dengan cepat karena tak mau Aditya salah paham.
"Kalau cowo yang aku suka sih ada" Lanjut Anga dalam hati. Dari dulu Angga memang begitu ketat menjaga adiknya. Anga tidak pernah mengalami yang namanya pacaran karena semua pria yang mendekatinya pasti takut dengan Kakaknya.
"Jadi gimana?? Apa kamu mau menerima pernikahan ini??"
"Insyaallah Kak" Jawab Anga setelah meyakinkan dirinya.
"Tapi Kak Adit pasti tau aku ini tidak bisa apa-apa. Aku tidak seperti wanita di luar sana yang pintar mengurus rumah. Aku nggak bisa masak kaya Kak Adit" Anga menunduk dalam, dia merasa benar-benar malu saat ini.
"Semuanya butuh proses Dek. Kamu bisa belajar pelan-pelan, aku tidak memaksa. Kalau masak, aku juga bisa jadi nggak usah khawatir. Atau kita juga bisa beli kalau nggak sempat masak. Jangan tertekan dengan semua itu. Jalani saja dengan ikhlas"
"Iya Kak, Anga ngerti"
"Sebenarnya masih banyak yang mau aku bicarakan sama kamu. Tapi ini sudah semakin siang, aku harus berangkat" Aditya mulai memakai jaketnya.
Kalau kalian kira Aditya memiliki mobil sebagai kendaraannya, kalian salah. Walau sebagai manager di Bank swasta terkemuka di Negeri ini. Aditya hanya memiliki satu motor bebek sebagai teman berangkat dan pulang kerja untuknya.
"Kamu mau libur dulu kan untuk beberapa hari??" Aditya mengerti kalau Anga sebenarnya masih begitu kehilangan Kakaknya.
"Aku mau masuk aja Kak. Kalau sendiri di rumah aku malah ingat sama Kak Angga" Mata Anga langsung berair kalau mengingat Angga.
"Ya sudah lekas ganti baju, aku tunggu. Kampus kamu searah sama tepat kerja ku"
"Nggak usah Kak, Aku kuliah siang jadi Kak Adit duluan aja. Nanti telat"
"Ya sudah kalau begitu. Pakai ini untuk ongkos kamu" Aditya memberikan dua lembar uang berwarna merah.
"E-enggak usah Kak. Aku masih ada" Tolak Anga karena masih begitu sungkan.
"Terimalah, ini termasuk nafkah dariku sebagai suamimu"
Hati Anga kembali terenyuh karena sikap Adit. Pria itu benar-benar mengemban tanggungjawab yang di berikan Kakaknya.
"Makasih Kak"
"Maaf baru memberimu itu saja karena aku lupa belum menarik uang tunai"
"Nggak papa kok Kak, ini sudah cukup"
Tapi Anga di buat terkejut karena Aditya malah memberikan ponselnya pada Anga.
"Tulis nomor hape kamu di situ. Biar aku bisa menghubungi kamu"
"Oo oh iya Kak"
Anga sampai lupa kalau mereka belum bertukar nomor telepon.
"Ini Kak"
Aditya tampak mengotak atik ponselnya sebentar sebelum mengulurkan tangannya pada Anga lagi.
Kali ini Anga kebingungan karena tadi Aditya memberikan ponselnya, tapi sekarang tangan Aditya kosong tak memegang apapun.
"Salim dulu kalau suami mau berangkat kerja" Ucap Aditya karena istri kecilnya itu tampak kebingungan.
Blusshh....
Wajah Anga langsung memerah dan terasa panas.
"Iya, hati-hati ya Kak??" Anga langsung menyambut tangan Aditya dan mencium punggung tangan berotot itu dengan lembut.
Nyesss...
Berdesir seluruh tubuh Anga saat bibirnya bersentuhan dengan kulit Aditya untuk pertama kalinya.
Memang pertama kali karena saat mereka menikah Anga tidak sempat mencium tangan Aditya.
"Bisa aku minta sesuatu sama kamu sebelum berangkat??"
"Apa Kak??" Anga mengangkat wajahnya setelah mencium tangan Aditya.
"Aku suamimu bukan Kakakmu, Angga. Jadi jangan panggil aku Kakak seperi kamu memanggil Angga"
"Terus harus panggil a-apa Kak??" Aditya selalu berhasil membuat Anga gugup karena tatapannya yang dalam.
"Mas" Pinta Adit.
"M-mas??" Ulang Anga dengan terbata.
"Dalem Dek"
Duuaaarrrr...
Jantung Anga seperti meledak di dalam dalam sana.....