Menjalani kepahitan hidup bertubi-tubi, membuat Anya akhirnya terjebak dalam dunia malam yang tak pernah dibayangkannya. Suatu hari sepulang bekerja dalam keadaan setengah mabuk, Anya menabrak seorang pria. Pria itu ternyata kengalami amnesia hingga Anya terpaksa menampungnya untuk sementara waktu.
Siapa sangka jika pria tanpa identitas yang sebelumnya papa dan sebatang itu termyata adalah seorang pengusaha kaya yang dinyatakan hilang dalam sebuah kecelakaan misterius, bahkan sudah dianggap meninggal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzati Zah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Anya pulang ke kontrakan kecilnya, mengisi daya ponselnya yang mati sejak kemarin, lalu segera membersihkan diri. Rasanya segar sekali. Anya baru ingat, terakhir kali dirinya mandi, adalah di hotel usai pergulatan panasnya dengan Heru dan setelah itu kecelakaan terjadi dan Anya tidak sempat memikirkan keperluannya sendiri.
Maka setelah sampai di kontrakannya, sejenak Anya ingin memanjakan dirinya dengan mandi lebih lama, beristirahat sejenak, lalu mematut-matut dirinya sambil berdiri di depan cermin. Anya suka memandang wajahnya berlama-lama di depan cermin. Wajah cantiknya yang imut dan manis. Ya, Anya sadar wajahnya cukup cantik dan dia suka berdandan dengan gaya simple dan elegant. Seperti malam itu, Anya menjatuhkan pilihannya pada dress hitam selutut lalu Anya memakai jaket kulit kesayangannya sebagai luarannya. Bukan untuk siapa-siapa, Anya hanya suka berdandan untuk kepuasan dirinya sendiri. Suasana hatinya akan berkali lipat lebih baik saat Anya merasa tampil maksimal.
Anya lalu menyalakan ponselnya dan benar saja, puluhan pesan langsung masuk, yang sebagian besar adalah pesan dari Heru dan ada pula pesan dari beberapa sahabat yang mengkhawatirkannya. Anya segera membalasnya satu persatu.
Masih ada waktu satu jam lebih sebelum janji temunya dengan Heru. Anya memilih pergi ke sebuah restoran es krim favoritenya, memesan satu porsi desert dan satu buah gelato, lalu duduk seorang diri sambil menikmati makanan manis itu. Anya suka berlama-lama duduk di sana, sekedar mengamati orang yang berlalu-lalang dengan sibuknya, sambil meresapi suapan demi suapan es krim dan desert yang terasa lumer di mulut. Begitulah cara Anya mencoba menikmati hidup dalam kesendiriannya, sebab Anya tak lagi percaya ada orang yang akan tulus mencintainya.
Sudah lima belas menit berlalu dari waktu yang dijanjikan. Tapi Anya masih santai mengahabiskan sisa suapan es krimnya. Biasanya dia yang selalu menunggu Heru. Kali ini biarlah sekali-kali Heru yang menunggunya. Tapi lelaki itu sepertinya tidak sabaran, puluhan misscall menghujani ponsel Anya dan sengaja di abaikannya.
Setelah es krim dan desertnya tandas barulah Anya beranjak, dengan langkah tenang dan hati-hati memacu sepeda motor maticnya ke club langganannya. Anya tentu tak ingin peristiwa seperti kemarin terulang lagi. Dan entah bagaimana, ternyata motor matic kesayangannya bahkan baik-baik saja setelah membuat seorang pria asing jadi hilang ingatan.
"Selamat malam Pak Dokter...", Sapa Anya begitu menghampiri Heru yang sedang duduk seorang diri.
"Hey, darimana saja kau baru datang? Aku sudah menunggumu dari tadi!"
"Biasanya juga aku yang menunggumu!"
"Ya memang begitu seharusnya, kan aku yang membayarmu!"
"Dasar laki-laki, maunya menang sendiri!", maki Anya sambil membuang muka.
"Sudah-sudah, jangan menggerutu, aku tak suka bertengkar denganmu. Mau minum atau makan dulu sayang?"
"Tidak, aku sudah kapok!"
"Hahaha, baiklah, kalau begitu, ayo kita berangkat, aku sudah tidak sabar..."
Heru lalu merangkul Anya dan menggiringnya masuk ke mobil.
Seperti biasa mereka check in di hotel. Anya segera berlari ke tempat tidur, melepas jaketnya dan melemparnya sembarangan. Anya duduk setengah berbaring sambil mengangkat kakinya.
Pose yang sungguh menggoda dan langsung membuat Heru menelan air liurnya.
"Malam ini kau sangat cantik dan seksi sayang..."
"Aku sudah tahu, tak perlu berbasa-basi..."
"Kali ini biarkan aku yang bermain, aku ingin mengeksplorasi tubuhmu lebih dalam..."
"Baiklah kali ini aku hanya akan pasrah, lagi pula aku sedang lelah..."
Anya lalu membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Anya hanya diam, membiarkan Heru melakukan apa yang ingin dilakukannya.
Heru melakukan pemanasan perlahan-lahan. Menikmati setiap inci tubuh Anya, seolah tak ingin ada yang terlewat.
Tapi tiba-tiba, di tengah aksinya ponselnya berdering. Dengan kesal Heru menyudahi aksinya dan segera mengambil ponsel diatas nakas. Siapa tahu panggilan darurat. Sebagai dokter yang profesional, Heru memang selalu mendahulukan panggilan tugas. Tapi kali ini ternyata bukan dari rumah sakit, dan Heru menyesal sudah terlanjur mengangkatnya.
"Ada apa?", tanya Heru dengan nada kesal.
"Mas Heru dimana, kenapa sudah malam belum pulang?", tanya seorang wanita di seberang sana.
"Aku masih di rumah sakit, kenapa?"
"Tapi bukankah malam ini bukan jadwal jaga Mas Heru?"
"Iya, tapi ada pasienku yang perlu penanganan darurat malam ini...kamu tidur saja, tidak perlu menungguku. Aku sudah makan malam dan tidak lupa bawa kunci rumah...jadi jangan khawatir.. "
"Baiklah Mas, nanti hati-hati di jalan, semoga pasien Mas juga lekas sembuh, dah.."
Klik. Sambungan telepon terputus.
"Hahaha...", Anya tiba-tiba saja ingin tertawa melihat sandiwara di depan matanya.
"Kenapa tertawa, kau menertawakanku?"
"Boleh aku bertanya sesuatu?"
"Apa, tanyakan saja?"
"Apa kau mencintai istrimu?"
"Tentu saja, kalau tidak untuk apa aku menikahinya?"
"Lalu, kenapa kau bisa melakukan ini denganku?"
"Karena aku merasa bosan, dia terlalu monoton dan gayanya itu-itu saja, berbeda denganmu yang terlihat lebih menantang..."
"Bagaimana kalau nanti istrimu tahu?"
"Aku akan usahakan supaya dia tidak tahu, kalau ketahuan ya tinggal minta maaf lalu manjakan dia dengan uang, beres bukan?"
"Dasar lelaki licik!"
"Apa kau tidak mengerti Anya? Laki-laki tidak akan cukup dengan satu wanita dan itu sah-sah saja, bagaimana apa kamu sudah berubah pikiran? Jadilah simpananku dan aku yang akan memenuhi semua kebutuhanmu?"
"Tidak, untuk apa aku mau terikat dengan laki-laki sepertimu? Biarlah aku bebas menjual tubuhku pada siapapun lelaki yang aku mau! Lagi pula, aku sudah mulai bosan padamu!"
"Ah Anya, apa kau bilang? Bosan padaku? Kau sudah menyakiti harga diriku!"
"Sudahi omong kosongmu, ayo teruskan permaiananmu! Aku lelah dan sudah ingin beristirahat..."
"Sudahlah, aku jadi kehilangan seleraku..."
"Lakukanlah, walaupun hanya sekali dan sebentar, aku tak mau nanti kau menagih hutang padaku lagi. Setidaknya satu malam sudah kubayar malam ini..."
"Dasar, kau perhitungan sekali, padahal aku tak perhitungan saat membantumu kemarin!"
"Jangan banyak bicara, lakukan saja, apa milikmu sudah tak bisa berdiri?"
Tantangan Anya langsung membangkitkan sesuatu di bawah sana. Heru yang tak terima harga dirinya dijatuhkan, segera melanjutkan aksinya dengan membabi buta, membuat Anya kewalahan tapi juga merasa nikmat.
"Bagaimana? Apa yang kau bilang tak bisa berdiri, hah?"
"Sudah-sudah...mandilah dan segera pulang. Istrimu pasti tetap menunggumu..."
Kali ini Heru tak membantah, Heru mulai memunguti pakaiannya yang berserak, lalu pergi ke kamar mandi.
Entah mengapa mengingat istrinya, perasaannya jadi tak nyaman. Kenikmatan yang baru saja dirasakannya seolah hilang tak berbekas.
Keluar dari kamar mandi, Heru nampak lebih segar, lalu menghampiri Anya yang masih asyik bermain ponsel ditempat tidur.
"Pulanglah lebih dulu, aku akan pulang sendiri nanti..."
"Baiklah, bagaimana dengan nasib pria asing yang kau tabrak, apa kau sudah menghubungi keluarganya?"
"Belum, kata dokter dia terkena amnesia disosiatif, apa dia bisa sembuh dan mengingat dalam waktu dekat?"
"Hmm, biasanya pada kasus seperti ini akan butuh waktu yang cukup lama sampai pulih, apa rencanamu selanjutnya?"
"Entahlah..."
Sepeninggal Heru, Anya masih terpekur meratapi nasibnya di kamar hotel. Amnesia disosiatif, akan lama untuk pulih, bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan? Ketakutan kembali membayangi benak Anya.