Leuina harus di nomor duakan oleh ibunya. Sang ibu lebih memilih kakak kembarnya.yang berjenis.kelamin pria. Semua nilainya diakui sebagai milik saudara kembarnya itu.
Gadis itu memilih pergi dan sekolah di asrama khusus putri. Selama lima tahun ia diabaikan. Semua orang.jadi menghinanya karena ia jadi tak memiliki apa-apa.
bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENAIKAN LEVEL KARTU
Luein kini berada di koridor kampusnya. Gadis itu masih ada dua semester untuk mata kuliah bisnis. Kini, ia akan pergi ke kantin untuk sekedar mengganjal perutnya yang lapar dari tadi.
Setelah sampai, ia pun memesan satu porsi spaghetti dan air mineral. Diana belum keluar dari kelasnya. Sahabatnya itu akan menyusul sebentar lagi.
"Wah ... tumben si miskin makan di kantin. Biasanya menahan lapar di pojokan sambil liatin orang makan!" sebuah ledekan keluar dari mulut seseorang yang mengaku mahasiswa.
Lagi-lagi Gloria dan ketiga sahabatnya mendatangi Luein yang tengah menunggu pesanannya datang mereka duduk di hadapan gadis yang dulu mereka gandrungi.
"Mantan anak orang kaya, mungkin kamu memang bukan keturunan Philips. Karena buktinya Tuan Philips masih orang terkaya di negeri ini," ujar Anneth menjelaskan.
"Pergilah, sebelum aku benar-benar muntah di depan muka mu!" ancam Luein.
"Wow ... take it easy girl. Kami hanya ingin kembali berdekatan denganmu," sahut Jessy dengan senyum penuh arti.
Luein memicingkan mata. Ia tidak yakin dengan perkataan Jessy tadi. Ia juga tidak yakin jika keempat gadis yang menyebut diri mereka Princess karena kekayaan orang tuanya yang tak bisa dihitung dengan jari itu mengetahui jika Luein sudah kembali memiliki uang banyak.
"Iya, kami hanya ingin dekat kembali, karena kami kekurangan kacung untuk disuruh-suruh," lanjut Gloria enteng yang disertai kikikan geli yang lain.
"Kami akan memberikan bayaran setimpal jika kau menjadi kacung. Kamu bisa makan sisa, baju bekas dan uang yang jumlahnya lumayan," sahut Brenda sinis.
Luein mengepal tangannya erat hingga memutih. Jessy sudah sedikit takut melihat perubahan wajah Luein yang mulai menyeramkan. Sorot mata tajam dan membunuh ia layangkan pada empat gadis yang kini tertawa menghinanya.
"Sejak kapan kalian makan bersisa. Aku lihat kemarin kau menjilati piring di restauran internasional xx," tiba-tiba sindiran sarkas dilontarkan Diana yang baru saja datang.
Keempat gadis itu berdiri. Mereka tidak akan menang bicara jika ada sahabat dari Luein yang kini sudah menenangkan diri. Memang Luein tidak pandai bersilat lidah atau beradu argumen tak penting seperti tadi. Ia lebih banyak melakukan tindakan. Diana duduk setelah kepergian empat princess tadi.
"Kenapa kau hanya diam saja sih?" tanya Diana yang heran melihat Leuin yang seperti tidak berkutik dihadapan keempat orang tadi.
"Kau tau aku tidak bisa berkata pedas," belanya.
"Makanya aku butuh juru bicara seperti dirimu," lanjutnya berseloroh.
Diana mencebik sedang Luein hanya terkekeh melihat wajah sebal sahabatnya. Makanan Luein dan Diana sudah datang. Kini mereka makan dengan tenang. Lalu kembali ke kelas masing-masing untuk mengikuti mata kuliah dua jam mendatang.
Mata kuliah selesai saat bel berbunyi. Semua mahasiswa keluar dari kelas dan menghela napas lega. Luein juga keluar setelah memasukkan semua alat tulis di ranselnya.
Dengan langkah santai, ia akan pergi ke bank paling besar di kota itu. Ia akan menaikkan level kartu debitnya. Dengan uang dua miliyar dolar di rekening, Bank memintanya untuk menaikan level kartu debit agar bisa digunakan.
Ia pergi menggunakan angkutan umum. Pakaian yang sederhana. Bahkan sedikit lusuh. Luein benar-benar seperti gembel yang masuk gedung mewah di depannya.
Bank Exclusive milik perusahaan swasta ini memiliki tiga kelas. Kelas satu yang diperuntukan untuk orang-orang dengan ekonomi menengah ke bawah seperti dirinya. Kelas dua diperuntukan untuk orang-orang ekonomi menengah ke atas, seperti manager atau bahkan CEO dari perusahaan kecil dan kelas tiga untuk kalangan ekonomi di atas rata-rata.
Lueina tidak pergi kesemua kelas itu. Ia melaju ke tingkat paling tinggi, yakni kelas emerald, yakni kelas yang khusus diperuntukan para sultan seperti dirinya. Bahkan bank ini 45% saham adalah milik ayahnya. Gadis itu kini hendak menaiki lift dihentikan oleh salah satu karyawan.
"Maaf Nona. Anda ingin kemana?"
"Ke lantai dua belas," jawab Luein tenang.
"Untuk apa anda ke sana?" tanya karyawan itu.
"Menaikan level kartu saya," jawab Luein lagi.
"Di lantai sini, juga bisa Nona. Jika anda ingin menaikan level kartu," jelasnya.
"Benarkah?" tanya Luein sedikit cerah.
"Mari ikut saya, Nona," ajak karyawan tersebut.
Luein pun mengikuti karyawan tersebut, ia duduk di depan customer servis.
"Bisa tunjukkan kartu identitas dan buku tabungannya?" pinta customer itu dengan nada malas.
Luein mengeluarkan kartu identitasnya dan buku tabungannya yang sudah lecek. Dengan malas customer servis tersebut mengetikkan nama yang ada di kartu pengenal. Tiba-tiba mata wanita itu terbelalak.
"A-anda bernama Lueina Elisabeth Philips?" tanyanya tak percaya.
"Bukankah itu nama yang ada di kartu tanda pengenal saya?" tanya Luein ulang.
Berkali-kali, wanita itu memeriksa foto di kartu tanda pengenal dan wajah gadis yang ada di depannya. Ia pun menelepon dengan telepon khusus di mejanya. Ia menelepon atasannya.
Ketika sedang menunggu atasannya, wajah malas dan acuh yang dipasang di wajah karyawan customer servis berubah ramah dan banyak senyum. Ia pun berbisik pada rekan-rekannya dengan tanda khusus.
Lueina yang tidak begitu peduli menjadi heran. Gadis itu di suruh menunggu di ruangan khusus.
"Nona, anda bisa menunggu di ruang khusus kami," ajak salah karyawan dengan ramah.
Luein hanya mengikuti saja. Ketika hendak ke ruangan tiba-tiba.
"Hei-hei ... ngapain si miskin ada di sini?'
Gloria datang menggandeng Leo. Hari ini pria itu ingin menyetor uang ke rekeningnya. Luein memutar mata malas.
"Sudah sayang. Tak usah pedulikan dia," ujar Leo menenangkan Gloria.
mendengar kata-kata itu membuat Lueina sakit hati. Gloria makin menempel erat pada pria pujaannya. Ia berhasil merebut Leo dari sisi gadis yang kini menjadi rivalnya.
"Oh, mungkin dia ke sini untuk meminjam uang. Kan, kau tahu ia sudah jatuh miskin. Jadi dia butuh uang untuk kebutuhannya," sahut Gloria masih menghina.
"Kau tahu berapa uang yang akan disetorkan kekasihku?" sombongnya kemudian.
"Seribu dolar. Ia sudah berada di level dua, dengan kartu hitam list silver limited," lanjutnya.
Karyawan yang hendak memberi tahu berapa level gadis yang menjadi customer istimewa nya itu, ditahan oleh Luein. Karyawan tersebut akhirnya mengajak Luein ke ruangan VVIP. Melihat rivalnya diajak ke ruangan yang khusus untuk orang-orang kaya, Gloria menjadi gelisah.
"Kenapa diajak ke ruangan itu? Jangan mau diperdaya. Dia itu orang miskin, tak mungkin bisa membayar utangnya!' pekik Gloria menggila.
"Nona, tolong jangan buat keributan di sini!"
"Sayang, ayo," ajak Leo mulai risih dengan tingkah laku gadisnya itu.
"Apaan sih!" sentak Gloria kesal. "Kamu masih cinta ya sama gadis miskin itu?"
"Gloria, cukup!" desis Leo.
"Apa, memang kau masih mencintainya kan?" tuduh Gloria dengan air mata berderai.
"Cukup, aku sudah lelah!"
Leo akhirnya meninggalkan gadisnya, ia menuju lantai tiga. Lantai khusus untuk kelas menengah ke atas. Pria itu seorang CEO perusahaan kecil dengan omset seratus juta dolar. Maka ia termasuk jutawan muda.
Gloria mengejar Leo dan langsung meminta maaf, walau pria itu tak menggubris, tapi gadis itu tetap bergelayut manja.
bersambung.
wew