Ciara lemas setengah mati melihat garis dua pada alat tes kehamilan yang dipegangnya. Nasib begitu kejam, seolah perkosaan itu tak cukup baginya.
Ciara masih berharap Devano mau bertanggung jawab. Sialnya, Devano malah menyuruh Ciara menggugurkan kandungan dan menuduhnya wanita murahan.
Kelam terbayang jelas di mata Ciara. Kemarahan keluarga, rasa malu, kesendirian, dan hancurnya masa depan kini menjadi miliknya. Tak tahan dengan semua itu, Ciara memutuskan meninggalkan sekolah dan keluarganya, pergi jauh tanpa modal cukup untuk menanggung deritanya sendirian.
Di jalanan Ciara bertaruh hidup, hingga bertemu dengan orang-orang baik yang membantunya keluar dari keterpurukan.
Sedangkan Devano, hatinya dikejar-kejar rasa bersalah. Di dalam mimpi-mimpinya, dia didatangi sesosok anak kecil, darah daging yang pernah ditolaknya. Devano stres berat. Dia ingin mencari Ciara untuk memohon maafnya. Tapi, kemana Devano harus mencari? Akankah Ciara sudi menerimanya lagi atau malah akan meludahinya? Apakah Ciara benar membunuh anak mereka?
Apapun risikonya, Devano harus menerima, asalkan dia bisa memohon ampunan dari Ciara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeni Erlinawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Party
Malam ini, malam dimana acara yang diselenggarakan oleh pihak kampus pun tiba. Ciara sudah siap dengan balutan dress berwarna pink dengan aksen mawar merah di dadanya. Tak lupa sepatu yang senada dengan warna dress ditambah tas kecil di tangannya. Rambut ia gulung menampakkan leher puti nan jenjangnya.
Ciara turun dari kamarnya. Ia melihat sekeliling namun tak menemukan satu pun penghuni disana.
"Sepi banget sih," ucap Ciara yang tak menyerah untuk mencari satu orang yang bisa ia minta izin.
Ciara terus mencari hingga kebelakang rumahnya dan ternyata Kiara dan Indah anak dari art dirumahnya berada di sana tengah membaca buku di dalam gazebo dengan pemandangan kolam renang di depannya.
"Dek, Kakak berangkat dulu. Indah jangan lupa kunci pintunya ya. Mama kayaknya nanti kalau gak besok pagi baru pulang," teriak Ciara.
"Iya, hati-hati pulangnya jangan malam-malam. Langsung telfon kalau ada apa-apa," ucap Kiara.
"Siap, ya udah Kakak pergi dulu. Assalamualaikum," ucap Ciara sebelum meninggal kedua orang tersebut.
"Waalaikumsalam," jawab keduanya serempak.
Singkat cerita Ciara pun sudah sampai di tempat acara yang akan di selenggarakan. Ia turun dari mobil tersebut dan melihat sekelilingnya ternyata sudah banyak orang disana.
"Terimakasih Pak. Nanti gak usah di jemput, Ciara pulangnya bareng Rahel. Hati-hati dijalan Pak," ucap Ciara dan sang sopir pun mengangguk paham dan segera meninggalkan tempat tersebut.
Ciara perlahan menapakkan kakinya masuk kedalam. Banyak orang disana yang tengah bercengkrama bahkan ada yang mencuri kesempatan untuk berpacaran.
Ciara terus berjalan tujuan utamanya adalah mencari keberadaan Rahel yang katanya tadi sudah sampai disana namun tak kunjung ia temukan. Hingga tepukan tangan di pundaknya membuat Ciara menghentikan langkahnya.
Ciara memutar tubuhnya menghadap orang di belakangnya. Ia membeku ketika melihat paras rupawan di depannya dengan balutan pakaian formalnya menambah aura kegantengannya meningkat.
"Aku perhatiin dari tadi kamu lagi cari seseorang, siapa?" Tanya Devano yang membuat Ciara kembali di dunia nyata.
"Eh Kak Dev. Itu aku lagi cari Rahel, katanya tadi dia udah sampai tapi gak tau dimana sekarang," ucap Ciara.
Banyak pasang mata yang melihat keduanya, terutama para pemuja Devano yang sudah seperti kebakaran jenggot ketika melihat Devano yang tengah berbicara dengan Ciara.
"Udah kamu coba hubungi?" Tanya Devano dan diangguki oleh Ciara.
"Udah tapi gak diangkat," jawab Ciara.
"Ya udah aku bantu cari aja kalau gitu," ucap Devano sembari menggandeng tangan Ciara pergi mencari keberadaan Rahel disana.
Mereka berdua terus mencari Rahel namun nihil, ia tak menemukan keberadaan Rahel disana.
"Coba hubungi lagi," ucap Devano yang sudah mulai kelelahan.
Ciara pun segera menghubungi Rahel dan tak berselang lama panggilannya pun diangkat.
"Halo, Hel kamu dimana?" Tanya Ciara to the point.
📞 : "Maaf Cia aku tadi pulang lagi. Kakak aku kecelakaan dan aku sekarang lagi dirumah sakit. Dan kayaknya aku gak bisa hadir disana," ucap Rahel.
"Kakak kamu kecelakaan? Gimana keadaannya sekarang?" Tanya Ciara.
📞 : "Alhamdulillah gak ada luka serius tapi harus dirawat inap dulu disini untuk sementara waktu," jawab Rahel.
"Alhamdulillah kalau gitu. Aku nitip salam ke Kakakmu semoga cepat sembuh."
📞 : "Thanks Ra. Tapi nanti kamu pulangnya gimana?"
"Nanti aku telfon sopir aku," ucap Ciara.
📞 : "Ya udah kalau gitu. Aku tutup dulu ya. Nanti kalau ada apa-apa telfon aku oke, bye cantik."
"Iya, bye juga cantik." Panggil dari keduanya pun terputus. Ciara yang sempat menjauh dari keramaian dan juga Devano pun kini mulai mendekat lagi.
"Gimana?" Tanya Devano setelah melihat Ciara di sampingnya.
"Rahel udah pulang lagi Kak. Kakaknya lagi kena musibah dan dia harus nemenin Kakaknya di rumah sakit," ucap Ciara.
"Oh ya udah kalau gitu. Kamu gak perlu khawatir ada aku disini yang akan gantiin Rahel buat nemenin kamu," ucap Devano yang membuat Ciara tersipu malu.
Acara pun semakin meriah hingga semua orang yang menikmati acara itu tak sadar jika waktu terus berjalan. Kini jarum jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari yang juga menandakan acara telah usai.
Semua orang sudah membubarkan dirinya untuk segera menuju rumah masing-masing tak terkecuali dengan Ciara. Namun ia saat ini tengah bingung, bagaimana ia bisa pulang sedangkan Rahel tak ada di tempat dan ketika ia ingin menelpon sopir pribadinya, ponselnya malah mati kehabisan baterai.
Ciara nampak celingak-celinguk mencari apakah ada taksi yang lewat di sekitar hotel tempat dilaksanakan acara tadi. Tapi nampaknya tak ada satupun taksi yang lewat disana dan suasana di sekitar pun juga sudah sangat sepi.
"Apa aku harus nginap di hotel ini aja ya? Nanti pagi baru pulang," gerutu Ciara.
"Tapi permalam berapa? Dah lah tanya aja dulu," ucap Ciara sembari berjalan mendekati layanan resepsionis hotel tersebut.
"Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?" Tanya resepsionis tersebut.
"Hmmm Mbak, aku boleh nanya gak? Kalau pesan kamar hotel ini permalam berapa ya?" Tanya Ciara.
"Harga permalam satu kamar hotel tergantung tipe kamar yang akan Kakak pakai," jawab resepsionis tersebut ramah.
"Yang biasa aja mbak. Berapa ya kira-kira?"
"Permalam harganya Rp1.580.000 Kak." Ciara nampak mengotak atik isi dompet kecil yang ia bawa tadi namun sialnya ia tak membawa dompet yang biasanya ia pakai dan tak memindahkan sepeser uang pun di dompet yang ia bawa saat ini.
"Gimana Kak. Mau pesan satu kamar?" Tanya resepsionis tersebut. Ciara pun tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Setelah itu ia harus bagaimana? Masa iya pulang jalan kaki. Bisa-bisa belum sampai rumah kakinya udah lecet semua.
Ciara pun kembali keluar dari lobi hotel tersebut dan mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang tersedia di depan hotel tersebut dan tak berselang lama ada motor sport yang menghampiri dirinya.
Orang yang mengendarai motor tersebut turun dan mendekati Ciara yang masih termenung ditempatnya.
"Kenapa belum pulang?" Tanya orang tersebut yang ternyata adalah Devano. Ciara mendongakkan kepalanya dan tersenyum samar ketika melihat Devano tengah berdiri di depannya.
"Gak ada taksi yang lewat sini ya Kak? Aku dari tadi nungguin tapi gak ada satu pun yang muncul dan kalau mau nelpon orang rumah ponsel aku habis baterainya," ucap Ciara memelas.
"Ya udah aku anterin aja gimana?" Tawar Devano yang membuat Ciara senang tapi ada sedikit rasa takut di dirinya.
"Percaya sama aku. Kamu akan pulang dengan selamat tanpa lecet sedikitpun," sambung Devano yang membuat Ciara menyetujuinya.
Devano segera menuju motor sportnya kembali dan menyuruh Ciara untuk segera naik di jok belakang. Setelah memastikan posisi Ciara benar, Devano akhirnya melajukan motornya dengan kecepatan sedang.